Enzo Allie, Kursi Kabinet, Jokowi "Koppig" dan Filosofi Jawa

Jokowi akan menunjuk menteri dalam kerangka kabinet sesuai dengan tujuannya untuk membangun Indonesia.

Senin, 19 Agustus 2019 | 19:29 WIB
0
384
Enzo Allie, Kursi Kabinet, Jokowi "Koppig" dan Filosofi Jawa
Presiden Joko Widodo (Foto: Facebook Presiden RI)

Kasus Enzo Allie tetap tidak jelas. Soal yang mungkin dia dianggap sebagai legon lemar luput katiwar, seseorang yang bisa diambil manfaatnya, yang tidak akan pernah dibuang. Masalahnya siapa yang mau mengambilnya. Hal seperti ini menjadi PR menteri. Bukan Jokowi. Maka milih menteri bagi Jokowi menjadi penting.

Kasus Enzo Allie contoh soal tentang kasus kecil, remeh-temeh. Tapi penting. Jangan sampai Jokowi ikut cancut tali wondo, terlibat, hingga terjadi lengkak-lengkok ora wurung ngumbah popok, enggan mengerjakan sesuatu akhirnya dikerjakan juga.

Banyak orang melemparkan ke publik daftar Kabinet Kerja Jokowi-Amin. Ada yang sengaja menyebarkan dengan serius. Tujuannya? Macem-macem. Ada yang ingin menggiring. Berharap Jokowi terpengaruh. Efektifkah usaha itu?

Kadang itu hanyalah bagian dari gurem thethel thethel, hanya manipulasi data dari kelas rendahan untuk kepentingan diri sendiri. Hal yang wajar dipahami. Hal seperti itu Jokowi sebagai orang Jawa tentu paham. Karena banyak orang terlalu suka menikmati legine angemut gulo, orang yang tahu kenikmatan jabatan maka tidak mau meninggalkannya.

Bagi yang pernah bekerja dekat dengan Jokowi, mereka akan merasakan adanya kharisma yang kuat dari Jokowi. Di balik kata-kata lembutnya, sebagai orang Jawa Jokowi sangat mengamalkan berbagai nilai-nilai luhur peradaban Jawa.

Contoh soal menteri. Berseliweran harapan parpol untuk menempatkan wakilnya di kementerian. Saling salip dan tikung politik terjadi. Ada ketum parpol minta 10 pos menteri. Ada yang berharap satu menteri. Itu dari koalisi parpol. Wajar. Sah. Karena hakikat politik adalah meraih kekuasaan. Seolah ada tekanan sana-sini.

Terkait hal itu, Jokowi memiliki filosofi sendiri. Kongkang mangungkung jroning leng, suatu hal yang tampaknya sangat keras namun tidak berbahaya sama sekali.

Dari luar partai koalisi ada yang minta 45% kursi alias 16 kursi menteri, sebagai syarat bergabung. Itu omongan Amien Rais. Padahal Prabowo cukup satu atau dua menteri juga cukup – meski masuknya Gerindra, PAN, dan Demokrat ke dalam koalisi besar menimbulkan pro-kontra di internal partai koalisi dan rakyat pendukung Jokowi-Amin.

Dalam budaya Jawa, Amien Rais adalah penjelmaan orang yang kopyor uteke, orang yang sudah sangat bingung sehingga tidak bisa berpikir jernih lagi. Rais adalah soso ulon, orang yang perkataannya kasar. Dia sosok yang jail muthakil, buruk hatinya ditambah suka memerdayai orang. Dan tentu Jokowi tahu, makanya dia diam, karena ide Amien Rais itu bagai cecak nguntal empyak, cita-cita yang mustahil terwujud.

Jokowi akan membangun koalisi besar antara lain adalah menguatkan posisi Pemerintahan Jokowi-Amin untuk memuluskan jalannya roda pemerintahan. Ingat, 2014-2019 Jokowi-JK terganggu oleh manuver Koalisi Merah Putih (KMP) dan IH (Indonesia Hebat).

Kini, Jokowi menginginkan pemerintahan yang kuat dan stabil. Tujuannya adalah untuk ambabadi rerungkud, menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sulit dan mengganggu selama lima tahun ke depan, ancaman radikalisme dan Gerakan khilafah akan menjadi tantangan untuk eksistensi NKRI.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Jokowi akan memenuhi tuntutan parpol dengan mengorbankan Zaken Kabinet? Jawabannya sederhana. Akan ada keseimbangan. Kenapa? Ya karena karakter Jokowi. Filosofi Jawa yang dia pegang, yang Setya Novanto menyebutnya koppig.

Pidato di Bali Kamis (8/8/2019) menunjukkan Jokowi koppig dalam sosok giri suci jaladri pawaka surya sasangka anila tanu, artinya sifat pemimpin, teguh seperti gunung, suci hati seperti air jernih, pemaaf seperti luasnya samudera, tegas dan adil seperti api, cermat seperti terangnya matahari, tuntas menyelesaikan masalah seperti angin, sabra seperti lembutnya sinar bulan, serta tidak ragu seperti tinta yang tergores di kertas.

Jokowi akan menunjuk menteri dalam kerangka kabinet sesuai dengan tujuannya untuk membangun Indonesia. Legacy Jokowi tergantung keberhasilannya, itu pun tergantung menteri yang dia pilih. Pun publik berharap level Menteri bisa menyelesaikan masalah seperti kasus Enzo Allie, bukan ditimpakan ke Jokowi.

Atau, ternyata kekhawatiran Netizen tentang Enzo Allie dan ibunya menjadi petaka ideologi bagi bangsa terjadi, dalam nasi sudah menjadi bubur.

Ninoy N. Karundeng, penulis

***