Bahkan secara kualitas pun tidak mampu mensetarakan dengan generasi Soekarno-Hatta, yang mampu merebut perhatian dunia.
Politisi dan Partai Politik mempunyai tanggung jawab moral terhadap pendidikan Politik bagi masyarakat, harus mampu menciptakan situasi Politik yang kondussif. Perbedaan pilihan politik bukanlah dijadikan alasan untuk menciptakan perselisihan, seharusnya mencerminkan dinamika sebuah demokrasi.
Pertarungan Politik antara Jokowi dan Prabowo sejak Pilpres 2014, sudah menciptakan jurang pemisah antara kedua kubu pendukung. Pilpres 2019, sebagai tanding ulang Jokowi vs Prabowo, sekarang pun kondisi seperti itu terus berlanjut. Politisi yang bertarung, khususnya kandidat dan Partai pendukungnya, tidak mampu mengartikulasikan narasi yang damai, malah cenderung mengedepankan kebencian.
Entah moralitas Politik seperti apa yang sedang dipertontonkan politisi Kita. Anggota parlemen oposisi di senayan pun hanya menjadi corong politik kebencian, sosial media dijadikan wadah untuk memuntahkan segala kebencian dan permusuhan.
Asyiknya mereka dengan hal-hal seperti itu, sampai lupa terhadap kewajiban utamanya melaksanakan fungsi legislasi, sehingga setiap Periode tidak pernah mencapai target.
Pesta Demokrasi yang berbiaya mahal kalau cuma diisi dengan narasi kebencian setiap hari, maka situasi politik yang diwariskan hanyalah kebencian dan perpecahan.
Situasi Politik dewasa ini sudah sangat mengkuatirkan, lihatlah beberapa politisi senior seperti Amien Rais, sama sekali tidak memberikan teladan moral dalam berpolitik. Bahkan beberapa Jenderal Purnawirawan pun juga demikian.
Baca Juga: Kader Muhammadiyah itu Bernama Soekarno
Padahal pada sosok Amien Rais, seharusnya banyak memberikan teladan yang baik, tapi kenyataannya jauh panggang dari api. Dia lebih senang memuntahkan narasi permusuhan terhadap lawan politiknya, mengumbar kebencian terhadap orang yang tidak disukainya.
Cukuplah selama Periode Orde Baru Kita dipertontonkan iklim politik yang tidak Sehat, dimana Demokrasi dikebiri, Kekuasaan sentralistik membelenggu kebebasan dan Kemerdekaan sosial.
Pembodohan Politik selama 32 tahun, hanya melahirkan para politisi miskin adab, yang tidak lagi mengedepankan etika dan moral dalam berpolitik. Padahal sejatinya berpolitik itu membangun peradaban, menciptakan pemimpin yang beradab bukanlah menciptakan politisi yang biadab.
Politisi hadir untuk mengisi ruang-ruang Kepemimpinan, memperbaiki keadaan, juga menciptakan sistem bernegara yang baik, sesuai dengan amanat konstitusi, bukanlah malah merusak tatanan bernegara yang sudah diciptakan para pendiri bangsa.
Lihatlah, berapa banyak para pemimpin dan anggota Legislatif, yang hanya mengisi ruang-ruang di sel penjara, dengan kasus yang sangat memalukan.
Itulah indikator, Partai Politik gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah kaderisasi kepemimpinan. Sebagian Partai Politik, hanya mampu melahirkan politisi kelas kambing, yang tidak mampu menjawab tantangan jaman.
Alhasil, Partai Politik tidak mampu berkontribusi melahirkan generasi pemimpin yang mumpuni. Memang tidak semua Partai Politik seperti itu, tapi kebanyakan Partai Politik hanya hadir untuk memenuhi hajat Lima tahunan, bukanlah hadir untuk memberikan kontribusi yang positif bagi negara dan bangsa.
Tidak salah kalau dikatakan, generasi pemimpin Masa kini, lebih buruk dari generasi pemimpin dijaman Soekarno-Hatta, bahkan secara kualitas pun tidak mampu mensetarakan dengan generasi Soekarno-Hatta, yang mampu merebut perhatian dunia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews