Menurut beberapa catatan sejarah yang saya dengar, Soekarno ngaji pada beberapa ulama termasuk pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Ahmad Dahlan saat itu sering pulang pergi ke Surabaya untuk mengunjungi tempat kos Cokroaminoto. Di situlah, di ruangan kos itu Ahmad Dahlan memberikan wejangan dan petuah-petuah kepada Soekarno, Agus Salim dan Semaun.
Dari cerita ini saja sudah tak heran jika sosok Soekarno sangat dekat bukan hanya dengan Muhammadiyah, namun juga sosok Agus Salim yang dikenal sebagai tokoh bangsa yang mahir dan menguasai beberapa bahasa asing.
Ya, meskipun faktanya bahwa Semaun adalah salah satu tokoh PKI, namun tidak bisa dimungkiri bahwa Soekarno, Agus Salim, dan Semaun adalah murid KH Ahmad Dahlan.
Sayangnya banyak yang memenggal sejarah setengah-setengah. Itupun hanya dikutip bagian tertentu yang menurutnya dapat mendukung kepentingannya.
Contohnya seperti mengait-ngatikan Soekarno dengan PKI. Padahal Soekarno adalah warga Muhammadiyah dan kader Muhammadiyah. Fakta ini tidak bisa dibantah lagi karena diceritakan oleh ketua umum Muhammadiyah, Haedah Nashir dalam wawancara Tempo bertajuk "Muhammadiyah dan pertaliannya dengan Soekarno".
Fakta ini ibarat penerang dan penjelas siap sesungguhnya Soekarno di mata Haedar Nashir terutama bagi warga Muhammadiyah yang masih saja menuduh bahwa Soekarno menudukung PKI.
Kedekatan Soekarno dengan PKI pada waktu itu seharusnya disadari bahwa kedekatan biasa saja. Seperti kedekatan bersama kawan lama, Semaun. Soekarno kerap berseberangan dengan banyak orang termasuk Syahrir. Tapi, dalam pergaulan dalam persahabatan, sekat-sekat dan persilangan itu mereka lupakan.
Dalam konteks saat ini mungkin kita bisa melihat di sekitar kita sendiri. Politisi yang debatnya maha heboh di layar kaca ILC, tapi mereka masih tetap bisa ngerokok bareng, canda tawa bareng sampai ngopi bareng sebelum acara dimulai.
Ini menunjukkan bahwa tokoh-tokoh bangsa itu memang bersahabat kental sejak lama meskipun ideologi mereka berbeda.
Maka, tak elok juga jika warga Muhammadiyah kerap kali mengait-ngaitkan Soekarno, PDIP atau bahkan kini Jokowi sangat identik dengan PKI. Itu artinya sama saja menghina KH Ahmad Dahlan yang menjadi guru mereka.
Pada akhirnya Soekarno memang menjadi tokoh besar, proklamator bangsa yang dipandang oleh banyak negara. Namanya bahkan abadi di Rusia sebagai salah satu sosok pemimpin muslim yang terpandang kala itu.
Cerita unik itu bahkan terkenal sampai saat ini. Kisah tentang Soekarno yang meminta pemimpin Uni Soviet kala itu Nikita Khrushchev dibuat pusing tujuh keliling.
Permintaan Soekarno sebetulnya sangat sederhana. Soekarno hanya minta dicarikan makam ulama besar, perawi hadis Nabi, yaitu Imam Bukhari. Lewat permintaan Soekarno inilah Uni Soviet akhirnya mengenal ulama besar Islam tersebut.
Berkat jasa Soekarno pula makam Imam Bukhari itu dipugar menjadi lebih baik. Agar Uni Soviet tak malu ketika Soekarno berziarah ke makam ulama besar yang menuliskan lebih dari sembilan ribu hadis dalam karyanya yang dikenal dengan Sahih Bukhari.
Inilah beberapa kisah betapa Soekarno sangat dekat dengan ulama dan menjunjung tinggi agama Islam. Namun, dalam konteksnya sebagai proklamator bangsa, Soekarno sadar bahwa negara ini harus disatukan dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin partai yang didirikan oleh Soekarno 46 tahun silam, kini digambarkan sebagai partai yang anti Islam. Padahal founding father-nya sendiri adalah sosok kader Muhammadiyah dan terbukti dikenal sebagai tokoh muslim terkemuka di dunia sejak lama.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews