Jawaban Intelijen Mengapa Wiranto Jadi Target Teroris

Penusukan Menko Polhukam hanyalah sebuah noktah dan detonator yang bisa sewaktu-waktu akan memicu detonator yang lain. Apakah ini bukan disebut sebagai kegagalan dari fungsi intelijen.

Jumat, 11 Oktober 2019 | 08:40 WIB
0
1126
Jawaban Intelijen Mengapa Wiranto Jadi Target Teroris
Wiranto (Foto: IDNtimes.com)

Pada hari Kamis, 10 Oktober 2019 sekitar Pukul 11.50 di depan Gerbang Lapangan Menes Ds. Purwaraja Kec. Menes Kabupaten Pandeglang telah terjadi serangan berupa penusukan terhadap Menko Polhukam, Wiranto yang mengalami luka di bagian perut bawah.

Serangan brutal yang dilakukan sepasang suami isteri itu juga menyebabkan dua orang lainnya mengalami luka-luka. Keduanya adalah Kompol Dariyanto SH, MH ( Kapolsek Menes ), serta Sdr. H. Fuad staf Menko Polhukam.

 Pelaku dan Kronologi Kejadian

 Dari hasil pemeriksaan para pelaku yang berhasil ditangkap, pertama, SA alias ABU RARA, Medan, 24/08 / 1988 (31 th), alamat Jl. Syahrial VI No 104 LK, Ds, Tanjung Mulia Hilir, Kec. Medan Deli, Kota Medan, Sumatra Utara.

Kedua, Fitri Andriana binti Sunarto (21th), Brebes 5/5/1998, alamat Ds, Sitanggai Kec. Karangan Kab. Brebes. (Saat ini yang bersangkutan mengontrak di Kp. Sawah Ds/ Kec .Menes Kab. Pandeglang ).

Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan menyebutkan SA alias Abu Rara, pelaku penusukan merupakan anggota kelompok JAD Bekasi. Abu Rara juga terkait dengan para terduga teroris yang ditangkap Densus 88/Antiteror di Bekasi beberapa waktu lalu. Dari Bekasi SA pindah ke Bogor kemudian di fasilitasi Abu Syamsudin dan kemudian pindah ke Menes.

Senjata tajam ini yang dipergunakan untuk menusuk Menko Polhukam Wiranto, dikenal sebagai Kunai, yaitu senjata yang biasa dipakai Ninja dengan cara dilempar. Ujung dan bagian tepinya sangat tajam sehingga mampu menembus baju Wiranto.


Senjata tajam yang digunakan pelaku (Foto: Warta Kota)

Pelaku melakukan serangan brutal sejenis Kunai (pisau lempar Ninja) ya g sangat tajam, sehingga mengakibatkan luka tusuk selain Wiranto di perut, serta Fuad, staf Menko Polhukam luka di dada. Sementara Kompol Dariyanto mengalami luka di punggung diserang si isteri.

"Untuk perempuan itu (menyerang) menggunakan gunting menyerang Kapolsek dari belakang," kata Kepala Urusan Penerangan Umum Polda Banten M Ridzky di Polsek Menes, Pandeglang

Sebelum ditusuk, Wiranto sempat menghadiri acara di Universitas Mathlaul Anwar. Penusukan terjadi, pada saat Wiranto turun kendaraan dan hendak kembali dengan helikopter ke Jakarta lewat Alun-alun Menes. Saat itu pelaku dari belakang mobil melakukan serangan brutal. Menko Wiranto dibawa ke RS di Pandeglang, kemudian diterbangkan ke Jakarta dengan helikopter ke RSGS. Dilaporkan kondisinya stabil setelah dilakukan operasi.

 Analisis

Seperti yang penulis anslisis pada artikel sebelumnya bahwa menjelang atau pada hari pelantikan Presiden Jokowi serta Wakil Presiden Ma'ruf Amin, tanggal 20 Oktober 2019 ada potensi pendompleng beraksi bila terjadi demo atau kumpulan massa. Pendompleng itu adalah kader atau simpatisan yang tergabung dalam JAD (Jamaah Ansharut Daulah) yang berafiliasi ke ISIS.

JAD didirikan pada tahun 2015 oleh Aman Andurrahman yang kini divonis hukuman mati. JAD pada tahun 2017 ditetapkan oleh Departemen Dalam Negeri  AS sebagai organisasi teroris.

Sel tidur ISIS yg sudah cukup lama tidak beraksi kini mulai menggeliat. Setelah terbukti ada ilmuwan yang membuat bom rakitan dan molotov, dipersiapkan menyerang target tertentu menjelang pelantikan, kini aksi teror dilakulan dengan senjata semacam senjata tajam khusus. Pada serangan teror di beberapa negara Eropa, serangan teror terpilih dengan pisau efektif dalam melukai target.

Sesuai dengan teori, bahwa teror dalam ilmu intelijen adalah sarana conditioning (penggalangan) untuk menciptakan rasa takut. Serangan teror di sini untuk menunjukkan mereka tetap eksis. Korban (target) jumlahnya tidak perlu banyak, tetapi apabila target kedudukan sosialnya tinggi, efek menciptakan rasa takut akan makin besar karena akan terus diberitakan oleh media.

Wiranto adalah studi kasus, satu korban, tetapi terus diberitakan. Karena itulah dia ditetapkan menjadi target, teroris JAD/ISIS eksistesinya diberitakan gratis oleh media, ini yang mereka harapkan.

Melihat keberanian pelaku yang melakukan serangan pada wilayah pengamanan yang steril, nampaknya semua sudah diperhitungkan dan direncanakan dengan matang. Pelaku SA mampu mengelabui petugas yang ada. Dia mampu menerobos celah kelemahan sistem pengamanan Menko Polhukam. Ini menunjukkan SA atau Abu Rara adalah teroris yang terlatih dan sudah termotivasi siap mati (fatwa ; Siap menjemput Surga).

Dari kasus di Menes ini, menjelang sembilan hari pelantikan Presiden dan Wapres, perlu diperdalam, seberapa besar kelompok JAD akan melibatkan diri melakukan serangan teror? Kelebihan teroris dari aparat keamanan karena inisiatif berada ditangan mereka. Nampaknya dukungan dana dari luar negeri, khususnya Timur Tengah semakin mengecil, terlebih setelah tokoh teroris Bachrun Naim sebagai handler diberitakan tewas oleh serangam rudal drone milik AU Amerika (USAF).

 Kesimpulan dan Saran

Disimpulkan, serangan di Menes terencana dengan baik, pelaku termasuk simpatisan yang sudah tercuci otaknya dan siap mati. Serangan pisau menunjukkan JAD tidak memiliki dana khusus untuk membuat bom. Kemungkinan mereka telah mempersiapkan pelaku teror tidak hanya satu ini saja untuk melakukan serangan serupa.

Pengamanan VVIP perlu ditingkatkan. Saran penulis khusus bagi Presiden Jokowi sebaiknya sementara mengurangi kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (selfi dibatasi) hingga tanggal 20 Oktober 2019.

Baca Juga: Mereka yang Menyerang Wiranto

Mengingat Menko Polhukam pernah disebut sebagai target teror bersama KABIN Budi Gunawan, Menko Maritim Luhut Panjaitan dan Stsf Khusus Presiden Goris Mere, nampaknya order ke para pelaksana (eksekutor) masih berjalan. Perlu pendalaman masalah ini melalui Kivlan Zein serta mereka yang sudah ditangkap.

Selain itu perlu pendalaman, apakah JAD yang selama ini fanatis bersolo karir memiliki hubungan tertentu dengan kelompok-kelompok yang anti pemerintah? Atau apakah JAD dimanfaatkan sebagai proxy dari kekuatan asing? Jelas banyak UUK dari end user yang harus dijawab.

Khusus bagi mereka yang ramai-ramai akan mendukung pak Jokowi saat pelantikan, sebaiknya nenggunakan seragam atau tanda pengenal khusus sehingga mudah mengenali bila ada penyusup. Dibentuk simpul yang saling mengenal. Para pemimpin simpul perlu nemahami jalan pendekat dan cara bertindak bila terjadi keadaan emergensi.

Bagi kelompok yang akan demo (bila ada), walaupun sistim demokrasi memberi kebebasan, sebaiknya dikontrol anggota Polri dengan back up TNI. Mohon Polri dan TNI tidak mengambil resiko terhadap pendemo dan pembuat kekacauan. Agar dibuat kompartmentasi bagi yang pro dan kontra untuk menghindari konflik horizontal. Hindari penggunaan Senpi dengan peluru tajam.

Anggota Koopsus serta pasukan anti teror TNI sebaiknya pada hari yang sangat penting itu menyatu dengan Densus 88 untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya aksi teror, dengan SOP yang jelas . Aparat keamanan harus tegas sesuai SOP. Perlu dan penting diingat bahwa konflik di Suriah yang sudah lebih satu dekade tidak juga selesai.

Negara itu porak poranda, hancur, rakyatnya menderita, sebagian mengungsi. Pada awalnya penyebab perang saudara hanya karena ada demo yang kemudian ditembak oleh aparat militer, menyebabkan 13 pendemo tewas. Itulah awal hancurnya Suriah.

Pengamanan pelantikan akan sukses bila dilakukan dengan menggunakan dasar info, analisis, serta operasi Intelijen strategis (Intelstrat). Operasi taktis serta law enforcement tidak akan mampu menangkal ancaman dalam bentuk strategis. Sel-sel subversi telah mereka kolaborasikan dengan sel separatis, kelompok Islam sempalan (fundamentalis, radikal dan teroris) dan kelompok tidak puas dengan kondisi yang berlaku.

Ini menunjukan bahwa negara butuh kekuatan serta kemampuan intelijen strategis yang didukung sumber daaya manusia untuk menjawab pemahaman dan kebutuhan intelijen sebagai sebuah fungsi, organisasi dan produk.

Kasus penusukan Menko Polhukam hanyalah sebuah noktah dan detonator yang bisa sewaktu-waktu akan memicu detonator yang lain. Apakah ini bukan disebut sebagai kegagalan dari fungsi intelijen (Lid, Pam, Gal)?

Semoga Allah melindungi bangsa Indonesia, Aamiin. Semoga bermanfaat. Old Soldier Never Die.

Jakarta, 10 Oktober 2019

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen 

***