Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 1%. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara sekaligus mendukung pemulihan ekonomi nasional yang tertekan akibat pandemi COVID-19. Langkah ini menjadi bagian dari upaya reformasi perpajakan untuk menciptakan struktur pajak yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.
Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang juga merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan pemerintah. Ia menambahkan bahwa kebijakan tersebut bertujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan ini memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat UU HPP dirancang untuk menyelaraskan peraturan perpajakan agar lebih responsif terhadap kebutuhan ekonomi modern. Salah satu poin penting dari undang-undang tersebut adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, yakni memastikan kontribusi pajak tidak hanya datang dari kalangan tertentu tetapi merata sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Dalam konteks kenaikan tarif PPN, pemerintah tetap mempertahankan pengecualian dan fasilitas tarif rendah untuk barang dan jasa yang dianggap vital bagi kebutuhan masyarakat. Langkah ini bertujuan melindungi daya beli kelompok berpenghasilan rendah, sehingga keadilan sosial tetap terjaga.
Dalam konteks anggaran negara, peningkatan tarif PPN diproyeksikan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak. Pemerintah menyebutkan bahwa pajak merupakan salah satu sumber utama pembiayaan belanja negara, termasuk untuk program-program pemulihan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Dengan meningkatnya penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk melanjutkan berbagai program strategis, seperti pembangunan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur transportasi.
Pernyataan Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, bahwa kenaikan tarif PPN dapat menambah penerimaan negara hingga Rp 80 triliun, menyoroti dimensi fiskal dari kebijakan ini. Peningkatan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan langkah yang dinilai strategis untuk memperkuat anggaran negara, terutama dalam mendukung berbagai kebutuhan pembangunan dan pemulihan ekonomi.
Penambahan potensi penerimaan sebesar Rp 80 triliun tentu menjadi angka yang signifikan dalam konteks pembiayaan negara. Dengan anggaran sebesar itu, pemerintah dapat memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk melaksanakan berbagai program prioritas, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, dan penyediaan bantuan sosial. Penerimaan pajak yang lebih besar juga dapat membantu menekan ketergantungan terhadap utang luar negeri, sehingga posisi fiskal negara menjadi lebih stabil.
Kebijakan ini juga dipandang sebagai respons terhadap rendahnya rasio pajak (tax ratio) Indonesia dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dengan menaikkan tarif PPN, pemerintah berupaya memperbaiki kinerja perpajakan agar lebih sejalan dengan standar internasional. Rasio pajak yang lebih tinggi diharapkan mampu memperkuat posisi fiskal Indonesia dan meningkatkan daya saing ekonomi secara global.
Namun, keputusan ini bukan tanpa tantangan. Banyak pihak khawatir bahwa kenaikan tarif PPN akan berdampak pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Sebagai langkah mitigasi, pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini dirancang dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan sosial. Barang dan jasa tertentu, seperti bahan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, tetap mendapatkan fasilitas pengecualian atau tarif PPN yang lebih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah beban pajak yang berlebihan pada masyarakat kecil.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN selama ini dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ia menyebutkan bahwa manfaat langsung yang diberikan pemerintah dari pajak yang dikumpulkan mencakup program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Selain itu, manfaat lainnya juga berupa subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi pupuk.
Dari sisi perekonomian, kenaikan tarif PPN diharapkan mampu mendorong stabilitas fiskal yang menjadi fondasi penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan penerimaan negara yang lebih kuat, pemerintah dapat menjaga keberlanjutan program stimulus ekonomi yang telah berjalan sejak awal pandemi. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada investor bahwa Indonesia serius dalam mengelola anggaran secara bertanggung jawab.
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, pemerintah juga berkomitmen memperbaiki administrasi perpajakan, termasuk memanfaatkan teknologi digital. Dengan sistem perpajakan yang lebih efisien dan transparan, diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat meningkat, sehingga potensi penerimaan negara dapat dioptimalkan.
Secara keseluruhan, kenaikan tarif PPN menjadi langkah strategis yang tidak hanya bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara, tetapi juga mendukung proses pemulihan ekonomi nasional. Meskipun terdapat potensi dampak terhadap konsumsi masyarakat, pemerintah berupaya meminimalkan risiko tersebut melalui kebijakan yang berimbang. Dengan implementasi yang tepat, kebijakan ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembangunan ekonomi yang lebih kokoh dan berkelanjutan di masa depan.
)* Penulis merupakan analisis Akaria Indonesia
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews