Ini tatapan mata yang tidak fokus seolah-olah menyilakan siapapun untuk melihat kedua orang yang berada di sampingnya, "Lihatlah kelakuan mereka berdua, padahal Pilpres masih jauh!
Dari balapan tamiya raksasa kemarin sore di Jakarta, ada momen kebersamaan antara Pakde Jokowi, Bu Puan Maharani dan Pak Anies Baswedan. Tentu bukan sengaja wefie bertiga, tetapi dari foto ini terlihat Bu Puanlah yang "nyosor" ingin wefie berdua Pak Anies dengan mencuekkan Presiden RI. Sampai di sini saya cuma mau bilang: berbanggalah kalian para tim hore dan fans Anies Baswedan!
Akan tetapi yang menarik bagi saya bukanlah kebersamaan mereka bertiga dalam satu bingkai foto itu, melainkan tatapan mata mereka!
Tatapan dan bahasa tubuh adalah bebas tafsir, jadi saya mau menggunakan hak konstitusional saya berupa kebebasan berpendapat untuk menafsirkan tatapan mata mereka. Tapi saya harus memberi disclaimer dulu, ya: "yang lemah mental dan sumbu pendek jangan baca tulisan ini!"
Kembali ke... ponsel.
Terlihatlah tatapan mata Jokowi yang lelah seolah-olah sedang mengingat seseorang (mungkin juga sedang mengingat saya dan berkata, "tolonglah kamu tulis momen ini sebaik-baiknya, jangan sampai bikin orang misuh-misuh!") nun jauh di sana. Ini tatapan mata yang tidak fokus seolah-olah menyilakan siapapun untuk melihat kedua orang yang berada di sampingnya, "Lihatlah kelakuan mereka berdua, padahal Pilpres masih jauh!"
Tatapan mata Puan, mungkin tertuju pada ponsel yang sedang dipegangnya, yang ibarat cermin bergambar wajah dirinya dan Anies, tetapi mata yang mengambang itu melahirkan pikiran yang melayang-layang begini:
"Jokowi, orang di samping kananku ini emang cuma petugas partai, tapi kok ya dia beruntung banget bisa jadi presiden dua periode dari partai emakku pula. Jujur... aku juga kepengen menggantikan posisinya sebagai presiden, e... tapi elektabilitasku masih baskom (barisan satu koma) yang berarti rakyat ga suka aku, malah suka Mas Ganjar yang ga bisa mengelola pemerintahan, lha wong Jateng saja amburadul di tangannya. Tapi emang aneh ya rakyat ini, meski jabatanku ketua dewan perwakilan rakyat, mereka kok malah lebih suka Ganjar ketimbang aku. Tapi di Pilpres 2024 Jokowi ga mungkin bisa nyalon lagi, tapi aku lagi bujuk dia lewat emakku agar mau menggiring para pengikutnya untuk dukung aku, tapi keliatannya dia ogah, bahkan cenderung mau mengarahkan dukungannya ke Mas Ganjar, 'kan kurang ajar. Itu makanya emakku ogah hadir lagi di acara-acaranya Jokowi akibat kepala batunya itu. Petugas partai tapi kok susah diatur. Oh ya, orang di sebelah kiriku ini sangat berpotensi menjadi Presiden RI dengan catatan bisa meng-copy paste cara-cara dia saat menjadi Gubernur DKI, meski kali ini lebih sulit karena ga ada momennya, perlu dihadirkan 'Ahok' lainnya yang bisa dijadikan musuh bersama. Elektabilitas orang ini hanya kalah sama Mas Ganjar dan Pak Prabowo, mana tahu Pak Anies bisa dibujuk mau 'kawin' sama aku, dia yang jadi capresnya aku cukup cawapresnya, yang penting tangga pertama bisa jadi wapres dululah, setelah itu... terserah aku dan emakku. Bagaimanapun aku dan emakku yang penguasa partai harus terus berbaik-baik dengan Pak Anies sebelum arah dukungan orang yang di sebelah kananku ini jelas. Pokoknya yang tidak mungkin itu aku 'kawin' sama Mas Ganjar yang satu partai, malah aku mikir terus gimana caranya agar elektabilitasnya gembos bos, tapi kok susah banget ya gembosinnya seolah-olah banyak pelindungnya. Ah, tapi 'kan aku cukup bilang sama emakku, jangan majukan Ganjar, sementara di sisi lain aku akan terus berusaha menaikkan elektabilitasku di sisa waktu jelang Pilpres 2024 nanti! Moga seluruh rakyat mendukung dan mendoakanku!"
Bagaimana dengan tatapan mata Anies?
Nyaris memicing seperti orang pegang senapan membidik sasaran, sementara pikiran nakalnya mengatakan; "Kalian semua gue kacangin deh, kalian belum tahu bagaimana aku nanti melancarkan siasat dahsyatku demi menggantikan orang yang berada di sebelah kanan Puan ini, kan!?"
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews