Cak Imin [7] Melebahkan PKB Ala Gus Muhaimin

Bekerja penuh tanggung jawab, kompak, rapi dan terencana adalah proses inti lebah memproduksi madu untuk kemaslahatan.

Kamis, 22 Agustus 2019 | 07:23 WIB
0
477
Cak Imin [7] Melebahkan PKB Ala Gus Muhaimin
Muhaimin Iskandar (Foto: Kompasiana.com)

Tentang lebah, penulis memiliki pengalaman pahit terkena sengatannya dibagian kepala dan bibir saat usia SMP di kampung. Walhasil, bibir menjadi jontor dan kepala dibagian ubun-ubun pun bengkak, lebih dari itu terasa nyut-nyutan ditambah suhu badan yang mendadak kena demam tinggi, sepanjang malam itu pun tak bisa tidur lelap.

Kala itu, sedang musim-musimnya permainan ketapel, penulis pun tak mau ketinggalan membuatnya dengan sederhana dari cabang pohon jambu klutuk, potongan karet ban dalam bekas sepeda dan sedikit potongan kulit bekas untuk menyimpan pelurunya.

Suatu hari, penulis dan tiga orang sahabat menyambangi kawasan perkebunan teh di Pangalengan Kab. Bandung yang tak jauh dari rumah, rencananya sih hendak berburu ayam hutan. Sepanjang perjalanan kami pun menghimpun batu kerikil kecil untuk peluru ketapel.

Di tengah perjalanan kami mendapati sebuah pohon yang cukup besar dimana dalam dua dahannya terdapat sarang lebah madu nampak jelas terlihat. Karena daya tariknya tinggi, penulis memutuskan mengarahkan peluru ketapel pada sarang lebah madu itu. Padahal sebelumnya rencana kami berburu ayam hutan.

Tiga orang sahabat penulis berperan menangkap jatuhnya sarang madu dengan menggunakan hamparan karung bekas. Sementara penulis sebagai pemilik ketapel bertugas "menembak" batu ke arah sarang lebah madu tadi.

Usai tembakan ketiga, tanpa sadar kepala dan wajah penulis telah dikerubuti kawanan lebah dan menghujamkan sengatnya pada bagian kepala dan bibir. Anehnya, tiga sahabat penulis malah aman-aman saja, nyaris tidak diserang kawanan lebah itu.

Atas insiden itu, akhirnya rencana kami berburu ayam hutan batal dengan sendirinya dan madu yang kami incar urung didapat. Kepanikan kami saat itu membuat semua rencana gagal dan ketapel pun entah dimana rimbanya.

Dalam kondisi bibir jontor dan kepala bengkak disertai senat senut penulis tak habis pikir, mengapa tiga sahabat yang turut serta malah tidak terkena sengatan sama sekali. Malah mereka tertawa terbahak-bahak atas apa yang penulis alami.

Sejak saat itu, penulis "tobat" tidak lagi mau mengganggu sarang lebah madu sampai saat ini, bahkan merasa trauma bila mendapati sarang lebah dimana pun. Meskipun demikian, terhadap madunya malah tak jarang menjadi resep pengobatan di rumah.

Hingga kini, serangan kawanan lebah itu tidak bisa penulis lupakan. Bagaimana mereka dengan perannya satu sama lain "melumpuhkan" penulis yang dianggap sebagai pengganggu bahkan musuhnya yang telah mengusik ketenangan kehidupannya. 

Penulis hanya bisa membayangkan seandainya kala itu ratusan bahkan ribuan lebah yang hadir menghujamkan sengatnya keseluruh tubuh. Dengan jumlah puluhan saja akibatnya sangat fatal, bahkan nyaris tidak mampu melakukan aktifitas.

Penulis memperoleh hikmah atas pengalaman tadi, bahwa memuliakan makhluk Tuhan tanpa terkecuali adalah kunci kedamaian dan ketenteraman hidup. Jangan pernah memiliki niat buruk terhadap makhluk kecil yang hidup berkoloni, bisa fatal akibatnya.

Kias (Analogi) Lebah

Menjelang Hari Ulang Tahun (Harlah) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-21 yang lalu beredar gambar logo PKB yang menyematkan ilustrasi lebah diatasnya. Saking cepatnya beredar di media sosial (medsos), sontak gambar itu menimbulkan pertanyaan, apa maksudnya?

Banyaknya pertanyaan itu kemudian direspon Gus Muhaimin (H. A. Muhaimin Iskandar) melalui pidatonya pada pelaksanan Harlah PKB ke-21 di Kantor DPP PKB tanggal 23 Juli 2019, beliau kemudian menjelaskan makna filosofi gambar yang menjadi bahan perbincangan netizen di medsos.

Rupanya bukan tanpa alasan, sebagai hewan yang diabadikan dalam Al-Qur'an tentu menjadi pertimbangan Gus Muhaimin beserta punggawanya untuk kemudian menjadikan lebah sebagai inspiransi sekaligus simbol perayaan Harlah ke-21 PKB ini.

Sebagai partai yang beranggotakan mayoritas kaum muslim, bahkan santri, bagi Gus Muhaimin dan PKB hewan lebah yang diabadikan dalam surat An-Nahl tentu bukan perkara asing. Al-Qur'an tidak sekedar dijadikan ritual ibadah membacanya, namun segala hikmat yang terkandung didalamnya termasuk terkait hewan lebah wajib dijadikan filosofi kehidupan.

Begitupun halnya dalam kehidupan berpartai ditengah citranya yang selalu dikesankan negatif. Penuh intrik lah, hanya beroreintasi jabatan lah, hanya mengabadikan kepentingan lah, haus kekuasan lah dan seabreg kalimat buruk terhadapnya. Melalui inspirasi lebah, penulis kira Gus Muhaimin ingin keluar dari citra buruk yang terus menempel dibenak masyarakat itu.

Betapa tidak, lebah yang digambarkan dalam Al-Qur'an nyaris tanpa cela. Segala ikhtiar dalam kehidupannya mengandung nilai manfaat dan maslahat yang tidak enteng bagi makhluk lainnya, manusia tanpa terkecuali.

Proses kehidupan lebah yang berkoloni mulai dari membuat sarang hingga madu yang kemudian dijadikan obat bagi penyembuhan berbagai penyakit tentu mengandung inspirasi yang tidak sederhana bagi kehidupan berpolitik di PKB. Meskipun ada saja yang masih tertawa sinis atas ispirasi gambar lebah itu.

Bila menukil surat An-Nahl ayat 68-69: "Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan, bagi orang-orang yang memikirkan. Sungguh sangat jelas limpahan faedah hewan lebah di dunia ini.

Dari nukilan ayat tadi tersirat bahwa mulai dari cara lebah berkomunikasi, pembagian perannya, tempat hinggapnya, sumber makanannya, hingga yang ia keluarkan (madu) nyaris tidak tercampuri hal-hal yang kotor, semuanya indah.

Penulis kira, kias lebah sangat pas dengan momentum PKB yang telah meninjak usia 21 tahun ini. Mengiaskan sesuatu yang mengandung limpahan faedah bukan perkara asing bagi warga PKB yang mayoritas kaum santri dan pesantren.

Mengiaskan lebah sekaligus menjadikan inspirasi perjuangan politikmenggambarkan niat mulia Gus Muhaimin dan PKB dalam ikhtiarnya mengembalikan politik kepada marwahnya yang mulia dan luhur sebagai media "melayani". Karena sejatinya politik beroriantasi melayani terhadap kemaslahatan publik. 

Me-Lebah-kan PKB

PKB merupakan partai politik berbasis masa Islam yang hingga kini istikomah dan konsisten memegang teguh nilai juang Islam Ahlusunnah Waljama'ah ala NU sebagai induk ideologisnya setiap kali melahirkan gagasan pemikiran dan langkah politiknya.

Kebangsaan, kemanusiaan, keadilan dan demokrasi sebagai aras ideologis PKB senantiasa terus dihujamkam kedasar bumi hingga ia tetap berdiri kokoh. Karena nilai inilah yang diwariskan para Muassis (pendiri) NU yang berkontribusi langsung atas kemerdekaan bangsa ini.

Nilai kebangsaan, kemanusiaan, keadilan dan demokrasi PKB tak ubahnya seperti sel-sel yang membentuk sarang lebah berbentuk segi enam yang konon mengandung zat lilin sebagai perekatnya dan berfungsi menyimpan "madu" kemaslahatan.

Tekad kuat Gus Muhaimin "Melebahkan" PKB tentu tidak berorientasi pada dirinya sendiri, sebagai trah pendiri NU beliau sadar betul bahwa warga PKB yang mayoritas Nahdiyin perlu merapatkan barisan dan menguatkan kawan seiring sehingga kemaslahatan publik bisa tersebar lebih luas.

Muktamar di Bali mulai tanggal 20 Agustus 2019 besok tentu menjadi momentum penting "melebahkan PKB'. Para "lebah" berkumpul, membangun sistem kerja 'gotong-royong' sehingga membentuk sarang heksagonal yang kelak menghasilkan "madu" terbaik yang ditebar menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

NU yang melahirkan PKB memiliki pengalaman sejarah dan merasakan pahit getir merawat, membina, ngemong para jama'ahnya sehingga hari ini menjadi Jam'iyyah terbesar di dunia. Itulah warisan bagi PKB, tinggal bagaimana membangun sinergi yang baik antara kultural dan struktural, antara pengurus dengan konstituennya.

Muktamar PKB besok merupakan forum permusyawaratan tertinggi sekaligus forum strategis mengencangkan tali istikomah dan komitmen yang sudah terpelihara selama 21 tahun dalam membangun demokrasi negeri ini. Segala gagasan, program kerja, agenda politik dan rekomendasinya akan dijadikan aras berpijak untuk lima tahun kedepan.

Prestasi PKB bersama Gus Muhaimin hari ini adalah wujud dedikasi bahwa secara institusi PKB tidak lagi hanya sekedar tempat "bergerombol" lima tahunan atau hanya setiap kali menghadapi hajatan politik. Sinergi antara struktural dan kultural telah mewujud dalam bangunan soliditas yang lebih kokoh.

Memiliki 58 anggota DPR RI, ratusan anggota DPRD provinsi, ribuan anggota DPRD Kab/Kota merupakan modal besar PKB "membumikan" fungsi: Legislasi (penyusunan UU, Perda), Budgeting (persetujuan anggaran APBN atau APBD), Kontrol (pengawasan) terhadap pelaksanaan UU, Perda, APBN, APBD dan kebijakan pemerintah sehingga melahirkan maslahat publik.

Kebijakan anggaran 20 persen APBN adalah buah perjuangan PKB di parlemen yang kemudian berefek terhadap kondisi pendidikan kita yang kian membaik. Kemudian melahirkan UU Desa yang efeknya sangat signifikan terhadap kemajuan di desa-desa. Ditambah yang terbaru sebagai inisiator RUU pesantren dan Madrasah.

Sinergi antara legislator di semua level (pusat, provinsi, kab/kota) dengan wakil presiden, kepala daerah kader PKB didasari atas kepatuhan terhadap kebijakan pimpinan yang integral hukumnya tidak lagi sunah. Bekerja penuh tanggung jawab, kompak, rapi dan terencana adalah proses inti lebah memproduksi madu untuk kemaslahatan. Wallahu'alam bi ash-sowab.

(Bersambung)

Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

***

Tulisan sebelumnya: Cak Imin [6] PKB dan 21 Tahun Bangun Adab Demokrasi