Cak Imin [6] PKB dan 21 Tahun Bangun Adab Demokrasi

Cak Imin, PKB dan NU dengan peran kesejarahannya memiliki tanggungjawab moril membawa negeri ini menjadi sejahtera dan maju yang kemudian diwariskan kepada anak cunya kelak.

Selasa, 20 Agustus 2019 | 07:27 WIB
0
474
Cak Imin [6] PKB dan 21 Tahun Bangun Adab Demokrasi
Muhaimin Iskandar (Foto: Kompasiana.com)

Riang gembira, kalimat itu menjadi slogan perangai politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setidaknya dalam lima tahun terakhir seiring usianya yang memasuki angka 21 tahun. Wajar bila kini PKB dikenal sebagai partainya anak milenial.

Dalam istilah ilmu psikologi, usia 21 termasuk fase awal menjadi dewasa, bagaimana ia mencari teman dan cinta, membangun hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, lebih dari itu menguatkan persahabatan.

Cara membangun hubungan (silaturahim) dengan institusi manapun, PKB memang memiliki karakternya sendiri. Ia haqul yakin terhadap kaidah syariat bahwa silaturahim merupakan amalan sekaligus perekat setiap rongga dalam bingkai hablum minannas selain memperpanjang umur serta melapangkan rezeki.

Dalam setiap kesempatan, PKB nyaris tidak pernah menampakkan superioritas terhadap yang lain, apalagi mengisolasi diri bahkan bersikap ekslusif (merasa diri paling benar). Sangat wajar bila H. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) Ketum PKB tak jarang mengingatkan para kader atau bawahannya yang berprilaku kontra terhadap nilai tadi.

Petuah "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan" merupakan akhlak warisan Gus Dur yang senantiasa dirawat segenap stakeholder PKB dalam berpikir dan bertindak hingga kini. Menjadi rahasia umum bila PKB nyaris tidak memiliki kesulitan membangun relasi dengan lintas agama, ras, etnis, suku, bangsa  dalam setiap ikhtiarnya.

Prinsip kemanusiaan dengan nilai-nilai Islam sebagai arasnya diyakini PKB akan mewujud terhadap sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang diselimuti rasa adil. Menjungjung  tinggi universalitas Islam sebagaimana terkandung dalam maqashid al-syar'i (tujuan atau rahasia syariat Allah) selalu menjadi aras pijak pengambilan keputusan politiknya.

Sebagai anak kandung NU, tentu PKB wajib merawat tradisi leluhurnya. Dimana NU sangat dekat dengan tradisi maqashid al-syar'i, meliputi: memelihara jiwa raga (hifdzu al-Nafs), memelihara agama (hifdzu al-din), memelihara akal (hifdzu al-Aql), memelihara keturunan (hifdzu al-nasl) dan memelihara harta benda (hifdzu al-mal).

Lima nilai tadi sekaligus menjadi spiritualitas politik PKB sehingga ia mampu ejawantahkan ajaran syariat yang sejatinya melahirkan manfaat dan maslahat bagi kehidupan manusia tanpa terkecuali. Tentunya dengan pendekatan tradisi NU dan pesantren.

Adaptif terhadap semua perbedaan menjadi citra diri PKB yang lain, ia senantiasa menghargai setiap bentuk perbedaan dalam dimensi apapun. Kepandaian PKB dalam bergaul dengan berbagai kalangan sekaligus menggambarkan fase usia dewasanya.

Bila dinisbatkan terhadap manusia, usia 21 tahun merupakan tolak ukur kedewasaan. Secara psikologis pada usia ini momentum tepat untuk mengembangkan diri, belajar independen, serta bertanggungjawab pada setiap tindakan dan bagaimana kamu menjalani hidup. PKB sedang jalani fase ini, bila istiqomah tak mustahil akan menjadi partai nomor wahid di negeri ini.

Adab Demokrasi

Sejak berdiri 21 tahun lalu, ikhtiar PKB membangun adab demokrasi di negeri ini paska rezim politik otoriter "Orde Baru" tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Gus Dur yang telah mengikhlaskan dirinya menjadi "tumbal" bangunan demokrasi melalui PKB adalah etos perjuangan yang wajib menjadi inspirasi para pejuang demokrasi kini, wabilkhusus kader, fungsionaris, simpatisan PKB dan Nahdliyin.

Gus Dur mewarisi ajaran kepada kita bahwa tujuan politik tidak seharusnya dirah dengan cara-cara instan dan tidak selalu berorientasi kepada hasil, apalagi melulu mengandalkan pragmatisme. Layaknya konstruk politik Soekarno, Moh. Hatta dan funding father lainya bahwa Gus Dur mampu membangun "kekuasaan" berbasis pengetahuan, karenanya demokrasi akan kokoh.

Melalui manuver politik Gus Dur di PKB kita diberikan keluasn ilmu terkait sintesa khazanah tradisi pesantren (NU) dengan ilmu-ilmu sosial. Sehingga ia mampu berperan menjadi peretas jalan masyarakat dan negara dalam relasinya. Lebih dari itu, mampu mendamaikan relasi agama dan negara melalui etika sosial Islam.

Selama 21 tahun ini, PKB telah melakukan ikhtiarnya dengan menkonsolidasikan "kekuasaan" demokrasi yang diberlakukan sebagai aturan main baik dari aspek perilaku, sikap bahkan dari aspek peraturan (konstitusi).

Penulis kira, ikhtiar ini membuahkan hasil. Salah satu indikatornya adalah terkonsolidasinya kekuatan-kekuatan pemerintah dan non-pemerintah yang sama-sama tunduk pada konstitusi. Sehingga potensi-potensi konflik bangsa bisa diredam dalam bingkai undang-undang sebagai hasil proses demoktatis.

Sikap trust (percaya) para elit politik, organisasi masa, NGO terhadap sistem politik yang dibangun Indonesia saat ini adalah buah dari ikhtiar PKB yang lain sehingga ia layak dipatuhi dan dipertahankan baik dalam level norma maupun level prilaku.

Andil politik PKB seiring berdirinya sejak era reformasi terhadap pembangunan tatanan demokrasi di negeri ini patut diapresiasi. Selain melakukan penguatan di internal, pada saat yang sama ia terus melakukan sinergi dengan para pihak yang memiliki cita-cita sama untuk pembaharuan demokrasi.

Tumbuhnya tradisi politik baru yang lebih demokratis, tata kelola lembaga politik membaik merupakan keyakinan PKB yang terus diperjuangkan demi mewujudkan substansi demokrasi yang berujung kepada maslahatul ammah (kesejahteraan publik).

Sebagai partai yang berbasis pemilih masyarakat pesantren, nelayan, petani, buruh, masyarakat adat, kelompok pinggiran PKB hingga kini terus melakukan kreatifitas dan inovasi ditengah keterbatasannya sehingga menggiring konstituennya menuju masyarakat menengah sekaligus memberi kontrubusi terhadap berkurangnya angka kemiskinan dan kemakmuran.

Kesejahteraan adalah setali tiga uang dari demokrasi. Karenanya PKB melalui Cak Imin senantiasa menekankan kepada anggota legislatif terpilih untuk senantiasa memperjuangkan aspirasi para pemilihnya. Rakyat yang memilihnya menggantungkan harapan bahwa calon yang dipilihnya mampu memberikan kesejahteraannya. Budaya politik yang dikembangkan PKB model ini adalah adab demokrasi kita.

Mengulang Sejarah

Dalam usia 21 tahun ini, PKB kembali mengulang sejarah menghantarkan kiai panutannya KH. Ma'ruf Amin bertempat tinggal di istana negara sebagai Wakil Presiden. Sebelumnya PKB telah menghantarkan Gus Dur ke istana sebagai Presiden RI paska BJ. Habibie lengser keprabon.

Proses kemenangan Gus Dur sebagai Presiden RI kala itu tidak terlepas dari peran para politisi muda PKB saat itu, Cak Imin salah satunya. Dengan figur kunci Gus Dur, PKB yang saat itu meraih 51 kursi di DPR mampu memainkan perannya dengan signifikan sehingga Gus Dur mendapat dukungan mayoritas, khususnya poros tengah.

Penulis kira, sejarah ini tidak bisa dilupakan warga NU. Bagaimana kemudian santri mampu menduduki jabatan Presiden, dimana sebelumnya santri dan pesantren tak lebih hanya identik dengan kelas bawah dan terpinggirkan.

Sejak PKB didirikan pada tanggal 23 Juli 1998, banyak kalangan wabilkhusus Nahdliyin berharap Gus Dur menjadi Presiden. Bagi NU, pesantren dan santri saat itu adalah momentum bagi NU untuk menentukan nasibnya sendiri setelah 32 tahun mereka dikooptasi oleh rezim orde baru.

Pada hari ulang tahun ke-21 kali ini PKB mendapatkan kado terindah, yakni: raihan suara PKB yang kian meningkat dan terpilihnya KH. Ma'ruf Amin sebagai Wapresnya Jokowi untuk periode lima tahun kedepan.

Sejarah selalu berulang, begitulah kata para ilmuwan meskipun tidak tahu kapan sejarah itu berulang, itulah teori yang dikenal dengan teori pengulangan sejarah. Inilah yang dialami PKB hari ini, indah bukan!

Capain ini tentu tidak diraih dengan instan, tetapi dilalui melalui proses panjang dan membutuhkan kesabaran ekstra karena menyangkut hajat hidup warga pemilih PKB baik dari kalangan pesantren, petani, nelayan, buruh dan lainnya.

Penulis kira, prestasi ini tidak lepas dari peran strategis Cak Imin bersama punggawa politisi PKB yang relatif cerdik memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki ditengah keterbatasannya sebagai partai yang tidak bergelimang uang.

Istiqomah merawat tradisi kiai NU merupakan salah satu faktor Cak Imin bersama PKB mampu merajut benang-benang kehidupan Nahdliyin ditambah sosial kapital lainnya sehingga hari ini PKB mampu menduduki posisi empat besar di negeri ini.

Bila flashback, siapa yang bisa menyangka Gus Dur mampu menduduki jabatan Presiden RI keempat dimana secara modal financial beliau tidak memilikinya. Tetapi, modal sosial Gus Dur melebihi modal financial sehingga beliau mempu meraih kepercayaan dari semua pihak yang pernah diajak komunikasi  dan kemudian bersahabat.

Begitupun dengan hari ini, siapa yang menyangka KH. Ma'ruf Amin mampu menduduki jabatan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 mendampingi Presiden Jokowi. Cak Imin, PKB dan NU dengan peran kesejarahannya memiliki tanggungjawab moril membawa negeri ini menjadi sejahtera dan maju yang kemudian diwariskan kepada anak cunya kelak dalam bingkai NKRI. Wallahu'alam bi ash-showab.

(Bersambung)

Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

***

Tulisan sebel;umnya: Cak Imin [5] PKB dan Periode Jokowi-Ma'ruf