Di negara dengan hukum yang tegak, tidak akan pernah lahir gerombolan yang tidak bermutu. Hanya di Indonesia saja, dengan dalih agama, kita mudah ditakut-takuti.
Pernyataan politik Ijtima (yang ngaku) Ulama IV kemarin (5/8/2019), sudah sangat jelas. Tidak mengakui keterpilihan Jokowi sebagai Presiden hasil Pilpres 2019.
Ini makar? Sebagai pernyataan, walau pun di depan publik, tidak apa. Ini negara demokrasi. Tetapi jika mengajak orang lain untuk tidak percaya, mendelegitimasi, dan bahkan mengajak untuk merongrong kewibawaan pemerintah, di situ baru bermasalah secara hukum. Karena keputusan MK sebagai pertimbangan hukum tertinggi di negara ini dikesampingkan.
Meski pun pernyataan kelompok GNPF, PA-212, FPI dan juga beberapa person bekas HTI itu, secara moral politik menjadi aneh, sama aneh dengan pernyataan Rocky Gerung dan Amien Rais. Mereka mengatakan Pilpres berlangsung curang, banyak pelanggaran, tapi tanpa bisa membuktikan. Kecuali dua bukti, (1) tudingan mereka hanya asumsi dan (2) berangkat dari kebencian.
Mau minggat dari negeri ini, takutnya nanti kayak Rizieq Shihab, ngaku cuma mau umrah malah kini kena denda over-stay.
Jika mereka tak mempercayainya, maka segala macam produk turunannya, mestinya tidak halal. Tapi bagaimana Pemilu Serentak itu hanya Pilpresnya yang haram, tidak Pilegnya?
Tidak penting sebetulnya membahas masalah ini. Toh jumlah mereka sebenarnya minoritas. Karena meski menyebut ulama dan tokoh nasional, nama-nama mereka tidak recommended untuk pemikiran yang sahih.
Pertemuan mereka, adalah awal tabungan untuk 2024. Mau ikut nyapres? Tidak. Biasanya hanya nebeng dagangan saja. Kita lihat saja nanti, apakah Anies Baswedan bisa jadi tunggangan yang tepat, meski terlalu dini menduganya, kecuali Gatot Noermantyo lagi-lagi mau mengalah (lebih milih sistem ijon, misalnya).
Lagi-lagi, sebagai rakyat jelata, kita nggak ngerti permainan politik itu. Kita cuma bisa menagih pada Jokowi, untuk berani mengambil tindakan para pelanggar hukum, tanpa kompromi, tidak ada toleransi, dan tidak pula diskriminatif.
Di negara dengan hukum yang tegak, tidak akan pernah lahir gerombolan yang tidak bermutu. Hanya di Indonesia saja, dengan dalih agama, kita mudah ditakut-takuti.
Dikiranya kita tidak bisa membedakan chatting sex dengan dzikir. Belum pula konsepsi NKRI Bersyariah, apa pula maksudnya? Mau nipu kok ecek-ecek banget. Imam besar tapi iminnya kecil.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews