Jadi posisi Novel sekarang jauh lebih kuat. Karena framing yang disebarkan tidak menyangkut isu intoleransi yang laris manis di media sosial.
Setelah gagal mendongkel Novel Baswedan dari KPK dengan isu Taliban yang kemudian berubah menjadi kadrun, framing baru mulai dibuat.
Gegara ciutan Novel, banyak Jokower garis senggol bacok (dan bacot) yang kelojotan gak keruan. Para influencret dan buzzer mulai melemparkan kasus sarang walet. Tujuannya sama. Melecehkan Novel dan mendongkel dia dari KPK.
Dipastikan framing ini gagal.
Sama seperti isu Taliban dan kadrun di KPK.
Kenapa?
Yang menghentikan kasus burung walet itu kejaksaan.
Lho kok gitu?
Tanya sama kejaksaan Bengkulu karena berkas sudah lengkap tinggal disidangkan. Dorong mereka untuk menyidangkan kasus Novel. Itu baru bener...
Eh.. sekaramg Novel Baswedan disuruh ngaku saja. Kan bego...
Lebih bego lagi ada yang bilang Novel gak tahu apa kalau Presiden tidak bisa intervensi hukum?
Emang Novel minta intervensi? Coba simak baik-baik ciutan Novel. Ada gak dia minta intervensi?
Kenapa dia twit ke Presiden?
Lha wong yang membebaskan Novel Baswedan ketika ditangkap polisi itu dalam soal burung walet itu, pak Jokowi kok.
Pak Jokowi di tahun 2015 yang minta kepolisian membebaskan Novel ketika ditahan polisi dalam soal sarang burung walet.
Lupa ya? Atau fakta ini sengaja ditutupi oleh para influencret dan buzzer sarang walet?
Jadi wajar dong jika Novel sekarang mengadu pada Presiden soal proses penegakan hukum atas dirinya.
Kalaupun dia ngaku, buktinya yang menguatkan mana? Wong, kejaksaan sendiri bilang kasusnya sudah kadaluwarsa kok.
Artinya framing sarang burung walet tidak bakal seampuh isu Taliban dan kadrun-kadrunan.
Apalagi jaksa yang menuntut setahun itu dibongkar gaya hidupnya yang bernewah-mewahan yang menghancurkan kredibilitasnya. Dan kepalanya, Jaksa Agung tidak bisa berbuat banyak. Masyarakat pasti bertanya berapa sih gaji jaksa kok bisa beli tas putong-putongan yang harganya puluhan juta?
Karena itu, justru framing sarang walet jika terus didengungkan oleh influencret dan buzzernya bak uppercut bertubi-tubi untuk kejaksaan. Makin gencar framing itu disebarkan makin tercoreng citra mereka dengan framing itu ditambah dengan gunjingan kelakuan jaksa penuntut.
Jadi posisi Novel sekarang jauh lebih kuat. Karena framing yang disebarkan tidak menyangkut isu intoleransi yang laris manis di media sosial. Yang bisa di gorang goreng dengan bumbu masak ocehan ustad dobol. Jadi bisa melebar kemana-mana.
Framing sarang walet tidak demikian.
Dia menyentuh persoalan hukum yang karut marut. Yang faktanyya dengan sangat rapi tersimpan dan bisa dilihat jejak digitalnya. Yang bisa memukul balik banyak pihak. Dan hanya punya ruang sempit untuk di goreng isunya.
Selain itu, dukungan dalam negeri juga begitu besar kepada Novel atas apa yang dialaminya sekarang. Karena tuntutan jaksa sedemikian vulgarnya hingga menyentuh rasa keadilan. Tidak seperti posisi dia ketika para influencret dan buzzer menebarkan fitnahan Taliban dan. kadrun atas dirinya.
Di luar negeri jangan ditanya lagi.
Mereka mencatat sedetil-detilnya setelah terkejut dengan tuntutan yang mirip dagelan itu.
Baca Juga: Novel Baswedan dan Tekanan Dunia Internasional
Termasuk ekses cyber attack yang menimpa komedian Emon dan manajemennya.
Detil-detil aneka keanehan seputar Novel bakal dibuka sedikit demi sedikit pada nantinya. Manakala para pihak mencubit Indonesia agar mau menuruti kemauan mereka sementara negara ini sangat butuh duit dan dukungan mereka.
Yang pada akhirnya, mereka nota bene menjajah kita lewat kekuatan ekonomi dan politiknya dengan memanfaatkan isu Novel Baswedan.
Entah lewat Papua. Atau lewat investasi..
Wah kejauhan analisanya..
Apa hubungannya dengan tuntutan jaksa dan sarang walet terus ke Papua?
Ya anda bisa bilang begitu
Karena piknik nalar anda masih seputaran gang becek..
Jadi mudah kemakan framing sarang walet.
Yang terbuat adalah sekumpulan iler burung.
Framing Iler kok di telen..
Ih jijik..
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews