Matinya Ilmu Pengetahuan

Dalam konteks negara hukum, Indonesia sudah mengatur persoalan hoax yang tertuang dalam Undang-Undang ITE tentang hukuman bagi penyebar hoax diancam maksimal 6 tahun penjara

Rabu, 14 Agustus 2019 | 15:37 WIB
0
345
Matinya Ilmu Pengetahuan
Ilustrasi UU ITE (Foto: techinasia.com)

"Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya” - (Soekarno).

Situasi yang terjadi saat ini adalah revolusi Industri 4.0 yang merupakan perubahan mendasar pada corak sosial masyrakat secara singkat dalam kegiatan ekonomi industri terkait segala sektor ekonomi industri. Prof Schawab menjelaskan, revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri 4.0 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas.

Maraknya penyebaran berita bohong (hoax atau fake news) telah secara nyata mengancam ketertiban sosial, tetapi yang paling berbahaya adalah yang bermotif ideologis yaitu radikalisme agama. Bahwa dalam konteks demokrasi dalam berbangsa dan keberagama. Dalam hal ini, wawasan kebangsaan menjadi pengetahuan yang fundamental untuk terus dipupuk dalam diri pemuda yang nantinya akan meredam potensi konflik yang muncul di masyarakat kita.

"Ideologi kita, Pancasila sudah merangkum demokrasi dan menjamin kebebasan bagi warga negara dalam bentuk yang harmoni dan tetap berada dalam naungan musyawarah dan nilai-nilai Pancasila yang diharapkan para pendahulu kita.

Mengutip pidato pembuka jelang pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Soekarno menyatakan bahwa ”Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya”.

Hal itu menunjukkan bahwa Soekarno yakin bangsa Indonesia sudah siap menempuh hidup baru, keyakinan itu tentu saja tak lepas dari persiapan yang sudah dibangun Soekarno dan seluruh pendukung kemerdekaan Indonesia. Salah satunya ialah rumusan konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Perubahan ini menimbulkan beberapa pandangan, beberapa orang melihat ini sebagai peluang bagi Indonesia untuk menumbuhkan ekonomi lebih jauh, tetapi yang lain melihat ini sebagai ancaman dimana Indonesia dapat kehilangan daya saingnya di pasar regional.

Hal ini tentu saja akan menambah beban masalah lokal maupun nasional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pemicu revolusi industri juga diikuti dengan implikasi seperti kompetisi manusia vs mesin, dan tuntutan kompetensi yang semakin tinggi.

Persaingan ini semakin ketat di tengah derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era Revolusi Industri 4.0. Semua negara berlomba-lomba untuk melahirkan invensi dan inovasi dengan memperkuat riset dan mutu dalam berbagai aspek. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan daya saing tinggi menjadi kunci untuk memenangkan kompetisi di era Revolusi Industri 4.0 ini.

Hoax bukanlah barang baru, namun peredarannya hari ini sangat masif karena perkembangan smartphone. Hoax adalah kepalsuan yang sengaja dibuat dan menyamar sebagai kebenaran bisa juga menghasut dan kebohongan. MUI sendiri mengeluarkan fatwa dalam bermuamalah dalam media social yang diatur dalam Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Dilarang Menyebarkan Berita Bohong.

Dalam konteks negara hukum, Indonesia sendiri sudah mengatur persoalan hoax yang tertuang dalam Undang-Undang ITE tentang hukuman bagi penyebar hoax diancam maksimal 6 tahun penjara dan denda 1 Milyar."

Kita semua menyadari dalam pembangunan Indonesia 5 tahun ke depan dihadapkan pada tantangan signifikan di bidang isu industri teknologi, ini menandakan bahwa perlu adanya intervensi prilaku yang dapat merubah tatanan sosial budaya masyarakat kearah revolusi kesadaran serta pembenahan mentalitas pada sektor pemuda sebagai penerus estapeta kepemimpinan ke depan.

Ini merupakan kunci dalam peningkatan kapasitas SDM yang harus membuahkan ide serta gagasan dalam segmen lingkungan, sosial, budaya, agama, pendidikan dan pengawalan ideologi politik ekonomi bangsa Indonesia ke depan.

Alhasil masyarakat pun akan mampu membedakan pola informasi yang disajikan di media sosial khususnya agar tidak berdampak stigma ambigu yang dihadirkan pada perkembangan informasi media ke depan dapat dengan tersendirinya mampu mengontrol secara aktif dalam memfilter isu yang menghampirinya serta dapat mengkonfirmasi terlebih dahulu sejak dalam fikirannya.

***