Bila 2022 Messi dijuluki GOAT = Greatest Of All Times, maka final piala dunia 1978 dijuluki The Dirtiest World Cup of All Times. Final terkotor sepanjang sejarah.
Kenapa dunia sepakbola hanya mengenang Argentina tahun 1986 dan 2022 sebagai tahun kemenangan sejati sementara mereka seolah melupakan Argentina 1978 dan kenapa Mario Kempes, Daniel Passarella terlupakan sementara dunia mengenang keabadian Maradona dan Messi?
Juga kenapa Belanda sangat membenci Argentina dalam dunia bola, ini digambarkan dengan perkelahian tim Belanda dan Argentina di Piala Dunia 2022?
Ternyata jawabannya karena Diktator Argentina yang berkuasa tahun 1978 Jenderal Videla.
Di tahun 1978, Videla mengatur permainan agar Argentina menang dan celakanya lagi, Videla berada di belakang usaha penculikan Johann Cruijff, sehingga Johan Cruijff merasa trauma dengan sepakbola dan mengundurkan diri dari final piala dunia 1978.
Usaha-usaha licik Videla inilah yang tidak disenangi baik publik Belanda dan dunia, sehingga kemenangan piala dunia 1978 tidak menimbulkan kesan mendalam dan menyangkut di ingatan warga dunia, beda dengan jaman Maradona 1986 dan saat ini ketika Messi mengangkat trophi Piala Dunia tahun 2022 di Qatar.
Videla ini mirip Suharto, rejim militer sayap kanan yang gemar melakukan penculikan dan penindasan pada rakyatnya. Inilah kenapa piala dunia yang berlangsung di Argentina sebenarnaya juga ditolak jutaan rakyat Argentina.
Karena dinilai hanya pencitraan rejim militer sayap kanan untuk memamerkan keberhasilan agenda pembangunan mereka dan berusaha menghilangkan protes-protes dari kaum ibu yang kehilangan anak dan cucu mereka karena diculik dan dibunuh rejim militer.
Bila 2022 Messi dijuluki GOAT = Greatest Of All Times, maka final piala dunia 1978 dijuluki The Dirtiest World Cup of All Times. Final terkotor sepanjang sejarah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews