Coba kita bayangkan, bagaimana kalau alat tes covid-19 ini direkayasa sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan hasil positif yang sangat banyak.
Setelah menonton talkshow Deddy Corbuzier tentang kebohongan konspirasi covid-19, saya tergerak untuk menuliskan kecurigaan yang senada dengan perbincangan Deddy Corbuzier.
Istilah "konspirasi" sebetulnya memang kurang tepat dipakai, seolah-olah ada sekelompok orang yang melakukan permufakatan jahat untuk menghancurkan kelompok/bangsa lain. Tapi karena belum ada istilah yang tepat untuk mewakili perbuatan ini, ya untuk mudahnya kita pakai saja istilah "konspirasi".
Ulasan saya ini terus terang tidak runut dan melompat-lompat, karena memang msh banyak "missing links" pada jigsaw puzzle covid-19 ini.
Kita mulai dengan berita di akhir bulan Desember 2019 yang mengabarkan adanya outbreak influenza yang mirip dengan SARS di kota Wuhan. Meskipun cukup terkejut, mayoritas negara-negara di luar China berbekal pengalaman dengan outbreak SARS, MERS, Flu burung, flu babi yakin bahwa letusan wabah ini segera akan diatasi dalam wakty yang tidak terlalu lama.
Pemerintah China lantas memberlakukan tindakan lockdown pada kota Wuhan yan berpenduduk 11 juta, kemudian diperluas pada provinsi Hubei, sesuatu karantina raksasa yang belum pernah dilakukan dalam sejarah umat manusia. Artinya apa? Tak seorang pun di luar wilayah itu boleh masuk ke sana untuk mencari tahu "what's going on".
Yang lebih mengejutkan, dalam waktu yang sangat singkat, SARS baru ini (kemudian diberi nama covid-19) menyebar ke seluruh dunia dan menjadi pandemi. Semua negara tidak siap dan gelagapan dengan pendadakan ini. Apakah mereka harus melakukan lockdown seperti China dengan konsekuensi hancurnya sektor ekonomi dan sosial rakyatnya?
Tapi dari awal kepanikan virus corona melanda seluruh bangsa di dunia, saya mengamati banyak keganjilan. Pertama, virus ini dilaporkan menimbulkan kematian tapi sekaligus ada orang yang bahkan tanpa gejala sekalipun pada tes laboratorium positif.
Kedua, dilaporkan juga ada orang yang dites negatif (malah dua kali tes), ternyata belakangan dinyatakan positif covid-19.
Ketiga, soal case fatality rate (angka kematian) covid-19 ini sangat besar range-nya. Ada negara yang cuma 2 persen, tapi ada yang sampai 15 persen. Ini anomali yang sangat aneh, karena setiap penyakit menular harusnya punya karakteristis angka kematian yang khas.
Keempat, alat test spesifik covid-19 yang bernama PCR (Polimerase Chain Reaction) luar biasa cepatnya dikeluarkan untuk memberi kepastian positif atau negatif tertular virus corona. Padahal pada kejadian flu SARS, MERS dan sebagaina, dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membuat reagens khas virus tersebut.
Jadi, dari beberapa keganjilan tersebut (asih ada beberapa lainnya yang tidak saya sebut di sini), memang cukup beralasan ada semacam konspirasi untuk membuat ketakutan global dan sekaligus terror.
Kalau ada pernyataan begini, memang kita pantas skeptis dengan mengajukan pertanyaan "siapa yang konspirasi, apa tujuannya". Dan memang pertanyaan ini tidak mungkin dijawab dengan logika. Tapi saya mencium bau ikan.
Dalam wawancara Deddy Corbuzier itu juga tercetus bahwa "kita tidak tahu hasil tes positif itu (kredibel atau tdak), kita tidak tahu orang yang meninggal itu benar-benar (murni) karena covid-19, atau karena sudah ada comorbiditas (sakit jantung, diabetes, asma dan sebagainya).
Yang jelas, angka-angka itu menimbulkan ketakutan dan kepanikan. Apakah "kebohongan" ini bisa dikenakan pada begitu banyak orang? Sangat mungkin, di zaman teknologi informasi media sosial yang begitu digdaya untuk mendispersi "kebohongan" seperti ini.
Coba kita bayangkan, bagaimana kalau alat tes covid-19 ini direkayasa sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan hasil positif yang sangat banyak. Sampai-sampai memberikan hasil positif tapi orang yang bersangkutan tidak menunjukkan gejala (tidak sakit) yang saya baca terjadi pada 30 persen pasien.
Saya tidak mengatakan bahwa penyakit covid-19 ini tidak eksis. Pasti memang ada.
Tapi untuk zaman yang sudah sedemikian maju dalam ilmu kedokteran dan epidemiologi, rasanya tidak masuk akal kalau kita jatuh pada pandemi seperti yangg terjadi 102 tahun yang lampau dengan Flu Spanyol. Pasti ada invisible hands yang menggerakkan histeria global ini. Dan sangat canggih, karena tangan-tangan siluman ini sudah menyiapkan plan B, C, D dan sebagaimnya apabila ada orang yang mencurigai sebagai sarana untuk meng-counternya.
Kembali ke pertanyaan awal, siapa yg melakukan konspirasi ini. Saya mengatakan China dan AS sebagai tersangka utama.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews