Alasan Tidak Sesuai Islam, Erdogan Melawan Arus Hukum Inflasi

Hukum ekonomi dunia yang sudah jadi pakem global itu diobrak-abrik Erdogan dengan alasan menaikan suku bunga tidak sesuai dengan Islam.

Jumat, 7 Januari 2022 | 15:50 WIB
0
282
Alasan Tidak Sesuai Islam, Erdogan Melawan Arus Hukum Inflasi
Recep Tayyip Erdogan (Foto: Okezone.com)

"Maaf Erdogan Gak Sehebat Itu, Inflasi Turki Mau Meledak", demikian terbaca berita di CNBC Indonesia. Berita Tempo.co berbunyi, "Inflasi Turki Tinggi Erdogan Tolak Naikkan Suku Bunga: Bertentangan dengan Islam".

Jelas di sini, Erdogan hendak cari aman atas nama agama yang dipeluk mayoritas rakyat Turki, juga mencari simpati komunitas Islam dunia yang selama ini membesar-besarkan kehebatan Erdogan meski setengah berhalusinasi bahwa pemimpin Turki itu cerminan kejayaan kekhalifahan Ottoman pada masa lalu.

Hukum ekonomi di belahan dunia manapun, ketika inflasi sedang tinggi, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga simpanan atu deposito. Tujuannya yaitu untuk menarik dana masyarakat supaya menempatkan atau menyimpan dananya dalam bentuk deposito atau menabung ke bank.

Selain itu, juga untuk menstabilkan nilai mata uang dalam negeri terhadap dollar Amerika.

Tapi hukum ekonomi dunia yang sudah jadi pakem global itu diobrak-abrik Erdogan dengan alasan menaikan suku bunga tidak sesuai dengan Islam. 

Mau ketawa tapi takut dosa...

Nah, terkait inflasi yang tinggi, Turki mengalami inflasi yang sangat tinggi pada Desember 2021 yaitu 36,1 persen. Dan inflasi ini tertinggi dalam kurun waktu 19 tahun masa pemerintahan presiden Tayyib Erdogan yang sangat dibanggakan oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Bahkan harga-harga kebutuhan pokok melonjak dua digit artinya di atas 10 persen lebih. Nilai tukar mata uang Turki yaitu Lira juga terpangkas atau tergerus jauh terhadap dollar Amerika.

Tetapi presiden Tayyib Erdogan justru melawan arus hukum ekonomi ketika inflasi sedang tinggi yaitu justru meminta bank sentral Turki menurunkan suku bunga.

Normalnya, kalau inflasi sedang tinggi bank sentral akan menaikkan suku bunga simpanan. Supaya uang yang beredar di masyarakat terserap oleh bank atau disimpan di bank.

Bahkan Erdogan menekan atau memaksa bank sentral Turki untuk menurunkan suku bunga simpanan. Karena menurutnya cara ini bisa menurunkan atau menekan harga-harga yang melambung tinggi.

Dan menurut Erdogan menurunkan suku bunga simpanan juga sesuai prinsip Islam atau perintah agama.

Namun faktanya inflasi semakin tidak terkendali atau tetap tinggi dan mata uang Lira semakin terpangkas atau tergerus. Bahkan Erdogan juga menekan Badan Statistik Turki untuk tidak mengumumkan atau melaporkan inflasi yang tinggi, tetapi untuk merubah menjadi yang lebih rendah dari yang seharusnya.

Seperti kita ketahui, anak menantu presiden Erdogan yaitu Berat Albayrak mengundurkan diri sebagai menteri keuangan pada bulan November 2020. Sehari setelah Erdogan memecat atau mengganti gubernur bank sentral.

Seharusnya bank sentral itu independen. Artinya tidak bisa ditekan oleh presiden sekalipun dan murni profesional dengan prinsip pruden atau kehati-hatian dalam mengeluarkan kebijakan moneter.

Inflasi yang melanda banyak negara sebenarnya hal wajar atau lumrah.Inflasi yang wajar tentu kenaikannya tidak tinggi atau terkendali.Kalau kenaikan inflasi sangat tinggi tentu juga membahayakan perekonomian suatu negara yang bisa merembet ke masalah politik.

Yang biasanya diikuti demontrasi dan sejumlah tuntutan penurunan harga-harga atau penurunan presiden atau pergantian rezim. Dan ini juga terjadi di Turki.

Inflasi terkadang seperti buah simalakama, maksudnya yaitu-kalau inflasi terlalu rendah maka diartikan daya beli masyarakat rendah atau terjadi deflasi. Atau ekonomi sedang lesu. Sebaliknya, kalau inflasi sangat tinggi artinya memicu kenaikan harga-harga yang diluar kewajaran atau kondisi tidak normal.

Idealnya inflasi tetap terkendali atau terjaga, tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.Yang sedang-sedang saja.

Kini Erdogan tinggal menunggu pembelaan dari para pemujanya di Indonesia, tentu saja dengan membandingkan jeleknya perekonomian di bawah rezim Jokowi.

Takut dosa tapi sudah telanjur ngakak....

***