Afghanistan yang dikuasai oleh Taliban bukan tempat yang serta-merta menghargai kemanusiaan, cenderung melanggar hak azasi kaum perempuan dan orang yang berbeda paham dengan Taliban dan IS-K.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi tidak terpengaruh maneuver Hidayat Nur Wahid, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Jusuf Kalla yang mendorong Indonesia mengakui Taliban. Hanya orang-orang keblinger yang tidak menunggu perkembangan terkait dengan berkuasanya Taliban di Afghanistan.
Justru Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyuarakan peringatan akan adanya penggalangan oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan isu Afghanistan untuk kepentingan meningkatkan suhu politik di Indonesia.
Ada hal yang menarik. Aneh. Ngawur. Kita bisa baca. Meskipun berbeda akidah madzhab antara PKS, Hidayat Nur Wahid, dan Jusuf Kalla, namun mereka mendukung Taliban, yang bermadzhab Hanafi.
Mereka bersorak kegirangan menyambut kemenangan Taliban. Bahkan serta-merta mereka menjadi bagian yang mendukung Taliban. Karena mereka suka menunggangi isu apapun, untuk tujuan politik mereka. Yang penting berseberangan dengan Pemerintahan Jokowi.
Politik PKS, HNW dan JK adalah politik oportunis. Fakta bahwa Taliban berakidah madzhab Hanafi, yang dikafirkan oleh kalangan teroris, kaum radikal, intoleran di Indonesia mereka abaikan. Mereka menyambut euphoria di permukaan untuk menyesatkan publik.
Mereka memanfaatkan sentimen kemenangan Taliban seolah sebagai kemenangan perang agama: antara yang hak dan batil. Jihad. Mereka menggiring kemenangan Taliban sebagai bagian perjuangan Islam di dunia. Penyesatan kepada publik.
Yang senyatanya terjadi di Afghanistan adalah perebutan kekuasaan yang disebabkan oleh intervensi asing. Kekuasaan silih berganti di bawah Rusia (Uni Soviet) pada 1979-1989, Amerika Serikat (1996-2001), Amerika (2001-2021), kini kembali dalam pengaruh Rusia dan China. Sama sekali bukan urusan agama.
Justru yang terjadi saat ini di bagian Provinsi Nangarhar dan Kabul menjadi markas Islamic State of Khorasan (IS-K) yang beroperasi di Asia Tengah, Pakistan, Iran, India, dan Afghanistan. IS-K membunuh 819 warga sipil di 15 provinsi dengan tingkat kekerasan tertinggi di Kabul dan Nangarhar. Di Pakistan selama ini membunuh 338 orang.
Ideologi IS-K sama dengan ISIS, yakni akan membunuh orang kafir yang memasuki wilayah Khorasan, dan kepentingan Barat. Ideologi mereka nyaris sama dengan Taliban yang konservatif. Mereka sama-sama melarang perempuan Afghanistan belajar dan bersekolah.
Mereka mengharamkan modernisasi dan buta huruf di kalangan militant sangat umum.
Ini menyebabkan kekerasan di lapangan karena doktrin jihad keblinger dengan janji bualan 72 bidadari masih menjadi jualan untuk pelaku pemboman. Mirip yang dilakukan oleh ISIS, kaum radikal, dan teroris Front Pembela Islam (FPI) di Indonesia.
Artinya, Afghanistan yang dikuasai oleh Taliban bukan tempat yang serta-merta menghargai kemanusiaan, cenderung melanggar hak azasi kaum perempuan dan orang yang berbeda paham dengan Taliban dan IS-K.
Untuk itu Jokowi dan Menlu Retno Marsudi sudah betul. Indonesia tidak perlu terburu-buru mengikuti keinginan JK, HNW, PKS, dan kadrun yang menginginkan Indonesia mendukung Taliban. Orang-orang keblinger dan oportunis tak layak diikuti kemauannya.
Ninoy Karundeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews