Beberapa jam kemudian keadaan berbalik, dan Truman mengalahkan Dewey dengan 114 electoral vote. Namun, surat kabar itu sudah telanjur dicetak dan diedarkan ke masyarakat.
Pemilihan presiden di Amerika Serikat memang unik. Kita benar-benar harus menunggu sampai saat-saat terakhir untuk tahu siapa yang menjadi pemenangnya. Oleh karena yang dihitung bukan hanya jumlah suara saja (popular vote), tetapi juga electoral vote di mana setiap negara bagian mempunyai bobot (electoral vote) yang berbeda-beda.
Dengan demikian, walaupun menang dalam jumlah perolehan suara, tetapi jika ia tidak menang di negara-negara bagian yang memiliki electoral vote yang besar, maka bisa saja ia kalah dalam perhitungan suara.
Nah, dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat yang berlangsung pada tanggal 3 November 2020 pada perhitungan-perhitungan awal memperlihatkan bahwa Donald Trump akan menang di negara-negara bagian di mana ia menang pada pemilihan presiden empat tahun lalu. Itu sebabnya, banyak orang yang meramalkan bahwa Donald Trump akan kembali unggul dan menenggelamkan Joe Biden.
Baca Juga: Selalu Ada yang Pertama
Saya tidak mempersoalkan apakah itu benar ditulis oleh Peter F. Gonta atau bukan, tetapi saya hanya ingin mengingatkan bahwa wajar saja orang meramalkan hasil seperti itu, yakni Trump akan mengalahkan Biden. Mengingat pada saat itu, hitungan-hitungan sementara memperlihatkan bahwa Trump unggul di negara-negara bagian yang memiliki electoral vote yang lumayan besar untuk mengantar Trump menjadi presiden untuk kedua kalinya.
Pada jam itu, Joe Biden telah memperoleh electoral vote 238 dan Trump baru memperoleh 213. Jika Trump unggul di negara-negara bagian itu seperti pada jam itu, maka ia akan mendapatkan electoral vote 273 melampau batas 270 untuk menjadikannya pemenang, sedangkan Biden kemungkinan hanya mendapatkan 254. Akan tetapi, sejalan dengan perjalanan waktu, perolehan Biden meningkat menjadi 253 dan Trump terhenti di 213.Dan, ketika perhitungan di negara-negara bagian yang memiliki electoral vote besar itu mencapai 85-90 persen, di semua negara bagian yang tadinya Trump unggul, satu persatu mulai diambil alih oleh Biden. Dan, yang paling seru adalah ketika dalam perhitungan sementara di Pennsylvania, yang memiliki electoral vote 20, Biden unggul.
Mengingat jika Biden tetap unggul hingga perhitungan di Pennsylvania berakhir atau ditutup, maka ia langsung menjadi presiden yang baru. Ia tidak perlu menunggu electoral vote dari negara-negara bagian lain. Ia telah memiliki 253 electoral vote, begitu ditambah 20, ia akan menembus batas 270 yang diperlukan.
Dan, itulah yang terjadi. Setelah seluruh perhitungan suara selesai, Joe Biden mendapatkan 290 electoral vote dan Donald Trump 214.
Tidak perlu malu
Bagi analis atau perorangan yang meramalkan bahwa Donald Trump akan menang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 3 November 2020, tidak perlu malu atau kecil hati. Itu sangat bisa terjadi, terutama jika dilakukan pada tahap awal, di mana suara yang dihitung belum di atas 85-90 persen.
Hal yang sama juga terjadi pada surat kabar Chicago Daily Tribune pada pemilihan umum Amerika Serikat 3 November 1948, ketika Thomas Dewey berhadapan dengan petahana Harry S Truman. Pada saat itu, sebagian surat kabar besar Amerika Serikat memperkirakan Dewey akan menang besar sehingga pendapat umum pun menggiring orang untuk berpendapat bahwa Dewey akan memang.Oleh karena sudah hampir deadline (batas akhir memasuki percetakan), Chicago Daily Tribune turun ke percetakan dengan judul Dewey Defeats Truman (Dewey Mengalahkan Truman) sesuai dengan keadaan pada saat surat kabar itu memasuki ke percetakan. Muncullah surat kabar itu dengan judul Dewey Defeats Truman.
Ternyata, beberapa jam kemudian keadaan berbalik, dan Truman mengalahkan Dewey dengan 114 electoral vote. Namun, surat kabar itu sudah telanjur dicetak dan diedarkan ke masyarakat.
James Luhulima.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews