Selalu Ada yang Pertama

Kini, kita tinggal menunggu, apakah perempuan bisa menang dalam pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat.

Minggu, 8 November 2020 | 08:37 WIB
0
410
Selalu Ada yang Pertama
Kamala Harris (Foto: beritahukum.com)

Kata-kata ”E Pluribus Unum” (Bahasa latin) yang terdapat pada lambang burung Elang Amerika Serikat artinya berbeda-beda tetapi bersatu, yang kira-kira sama artinya dengan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, demokrasi memiliki sejarah yang panjang di Amerika Serikat. Bila dihitung dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776, maka demokrasi Amerika sudah berlangsung lebih dari 200 tahun, tepatnya 244 tahun.

Itu sebabnya kata-kata E Pluribus Unum bukan lagi kata-kata yang sekadar menjadi hiasan, tetapi sudah benar-benar dipahami artinya. Itu sebabnya, di Amerika Serikat calon presiden dari kelompok minoritas Katolik di Amerika Serikat dapat dipilih menjadi presiden. Presiden John F Kennedy yang menang dalam pemilihan presiden pada tahun 1960 tercatat sebagai satu-satunya presiden AS yang beragama Katolik.

Bahkan, presiden dari kalangan kulit hitam, yang pada tahun 1960-an masih dibedakan statusnya, pada tahun 2008, menang dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat. Presiden Barack Obama menjadi presiden kulit hitam pertama dalam sejarah Amerika Serikat. Ia memerintah selama dua periode tahun 2008-2012 dan tahun 2013-2017. Sebelum Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, presiden Amerika Serikat berkulit hitam hanya ada di dalam film-film Hollywood.

Semula ada yang mengira Hillary Clinton akan menjadi perempuan pertama yang menjadi presiden Amerika Serikat. Namun, perkiraan itu salah karena ternyata ia dikalahkan oleh Donald Trump dalam pemilihan presiden pada tahun 2016.

Baca Juga: Joe Biden di Ambang Kemenangan , tapi Trump_ ism Tetap Berjaya

Kini, Joseph Robinette Biden (77), yang akrab disapa Joe Biden, muncul sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2020 ini. Ia memupus harapan Donald Trump untuk memerintah selama dua periode. Joe Biden bukanlah orang baru dalam politik Amerika Serikat, ia adalah anggota Partai Demokrat dan Senator senior dari Delaware. Ia mendampingi Presiden Barack Obama sebagai Wakil Presiden (2009-2017). Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden ke-46, ia menjadi presiden Katolik kedua setelah John F Kennedy.

Namun, yang menarik bukan itu. Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat, maka untuk pertama kali Amerika Serikat akan memiliki perempuan pertama sebagai Wakil Presiden. Di Amerika Serikat, selalu ada yang pertama. Dan, jika Joe Biden berhalangan maka  ia akan menjadi Penjabat Presiden.

Di Indonesia, presiden dari kelompok minoritas mungkin tidak pernah akan terjadi. Tetapi dalam hal memiliki perempuan sebagai presiden, Amerika Serikat kalah dari Indonesia. Indonesia pernah memiliki perempuan sebagai presiden, yakni Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004).

Meskipun, seperti kita ketahui, prosesnya sungguh tidak mudah. Sebagai Ketua Umum PDIP, yang menempati urutan teratas dalam Pemilihan Umum 1999, seharusnya Megawati Soekarnoputri berhak terpilih menjadi presiden. Namun, di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ia digerilya oleh Amin Rais melalui gerakan yang disebut Poros Tengah. Akhirnya, Abdurrahman Wahid, yang populer dengan nama Gus Dur, yang dipilih sebagai presiden, dan Megawati menjadi wakil presiden (1999-2001).

Namun, sejarah berkata lain, pada tahun 2001, Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR, dan Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden. Pada masa memerintah sebagai presiden, Megawati tidak menghalangi keputusan untuk mengadakan pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat.

Latar belakang pemikirannya, dengan dipilih langsung oleh rakyat, manuver-manuver politik di MPR dapat dihindari. Dengan demikian, presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, pasti akan menjadi presiden.

Akan tetapi, ternyata dalam pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, perempuan belum mendapatkan tempat. Dalam pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat pada tahun 2004, Megawati  Soekarnoputri yang ikut maju sebagai petahana, perolehan suaranya terpaut jauh dari suara yang diperoleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Kini, kita tinggal menunggu, apakah perempuan bisa menang dalam pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat.

Jika kita mengikuti pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 ini ada yang unik, bila dibandingkan dengan pemilihan presiden di Indonesia. Di Indonesia, yang memprotes tentang adanya kecurangan dalam perhitungan suara adalah dari pihak oposisi, yang melawan petahana. Di Amerika Serikat, yang memprotes tentang adanya kecurangan adalah petahana. 

***