Belo sendiri kini tak pernah lagi muncul di tengah khalayak. Kabarnya, ia bermukim di Portugal. Tidak lagi sebagai uskup, mungkin berhenti sebagai imam.
Lama tak terdengar, nama Uskup Belo kembali wara-wiri dalam pemberitaan dan lalu-lalang pembicaraan media sosial.
Saya, dan banyak orang Indonesia sepantaran, tentu takkan pernah melupakan nama Carlos Filipe Ximenes Belo, tokoh agama Timor Leste yang begitu tenar di masa negeri itu masih bernama Timor Timur dan menjadi bagian dari Indonesia.
Saya kira, dialah tokoh kunci lepasnya Timtim dari Indonesia, selain nama-nama lain seperti Xanana Gusmao yang bergerilya di hutan-hutan, dan Jose Ramos Horta yang memimpin perlawanan Timor Leste dari jalur diplomasi internasional. Uskup Belo, dengan jubah uskupnya, dengan cara yang dingin mendorong lepasnya provinsi ke-27 Indonesia itu melalui dukungannya terhadap referendum.
Pada Februari 1989 dia menulis kepada Presiden Portugal, Paus di Vatikan, dan Sekjen PBB, meminta perhatian dunia untuk Timor Timur dan menyerukan referendum PBB untuk menentukan masa depan Timor Timur.
Ia menyebut Timor Timur sebagai kawasan yang "sekarat sebagai manusia dan negara". Suratnya itu disambut luas para simpatisan kemerdekaan Timtim, dan Presiden BJ Habibie pun takluk. Akhirnya, kita sama-sama tahu: Timtim lepas dari Indonesia, dan kini berdiri sebagai sebuah negara kecil Timor Lesta, dengan bahasa nasional Tetun dan Portugis.
Untuk kerja-kerja dan usahanya mendorong kemerdekaan Timtim itu, Uskup Belo mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian bersama Jose Ramos Horta di tahun 1996 -- tiga tahun sebelum referendum.
Seusai kemerdekaan Timtim, menjadi Timor Leste, Uskup Belo bak hilang ditelan bumi. Ia menjauh dari hingar bingar perayaan kemerdekaan Timor Leste.
Saya sendiri kerap penasaran, di mana gerangan sang uskup? Tapi saya percaya, sebagai seorang agamawan, ia tentu tak mengejar ketenaran.
Rupanya, Uskup Belo malah mengundurkan diri sebagai uskup beberapa saat setelah pelaksanaan referendum, kemudian pindah ke Portugal. Nama Carlos Filipe Ximenes Belo, sang imam, pun hilang dari pemberitaan dan disapih dari pergunjingan publik.
Hari-hari ini, Uskup Belo kembali muncul. Namanya kembali dengan menyandang aib besar sebagai pria yang diduga terlibat pelecehan seksual terhadap beberapa remaja laki-laki.
Kejadiannya jauh sebelum Belo menjadi uskup, mungkin di sekitar tahun 80-an.
Pekan ini, majalah terbitan Belanda, De Groene Amsterdammer, menurunkan laporan bahwa sang imam telah melecehkan anak laki-laki pada tahun 1980-an. Dua korban yang ditemui majalah ini disamarkan dengan nama Paulo dan Roberto.
Paulo, sekarang 42 tahun, mengaku dilecehkan oleh Belo di kediaman uskup di ibu kota Timor Timur, Dili. Sementara Roberto, mengaku sering dilecehkan semenjak ia berusia 14 tahun.
Majalah Belanda itu menelusuri dan mendapatkan informasi bahwa pelecehan Uskup Belo belakangan diketahui oleh pemerintah Timor Leste, pekerja kemanusiaan, dan gereja.
Kepala Biro Pers Vatikan Matteo Bruni mengakui, kantor Paus di Vatikan yang menangani kasus pelecehan seksual baru menerima tuduhan "tentang perilaku uskup" pada 2019. Setahun kemudian, Vatikan langsung memberlakukan pembatasan untuk melakukan pelayanan dan residensi kepada Uskup Belo.Belo sendiri kini tak pernah lagi muncul di tengah khalayak. Kabarnya, ia bermukim di Portugal. Tidak lagi sebagai uskup. Mungkin bahkan berhenti sebagai imam.
Dan jika tuduhan itu benar, bisa jadi Hadiah Nobel Perdamaian -- salah satu penghargaan paling prestisius di muka bumi ini -- yang ia terima akan dicabut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews