Cruise Stress

Orang yang stres termasuk mudah ditulari. Kali ini bukan soal penularan virus. Tapi penularan stress di kalangan ibu-ibu --terutama akibat kenaikan harga bawang putih dan cabe.

Selasa, 11 Februari 2020 | 07:27 WIB
0
391
Cruise Stress
Kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina (Foto: Diswas.id)

Berubah drastis. Dari riang-gembira ke duka. Dari bahagia ke gundah-gulana. Berhari-hari pula. Terutama setiap kali penumpang kapal pesiar ini mendengar suara sirine ambulans.

Itulah pertanda ada penumpang kapal yang harus dilarikan ke rumah sakit. Akibat terkena virus corona. Yang ternyata sudah memasuki kapal pesiar juga.

Maka sejak 4 Februari lalu kapal Diamond Princess ini harus dikarantina. Dia tidak boleh meninggalkan Daikoku Pier, pelabuhan khusus kapal pesiar di Yokohama, Jepang. Sang Princess harus tetap di situ setidaknya sampai tanggal 19 Februari yang akan datang.

Di dalam kapal itu terdapat 3.600 orang. Termasuk 1.045 awak kapal --78 di antaranya asal Indonesia.

Di antara penumpangnyi ada yang lagi bulan madu. Ada pula yang karena mendapat potongan harga. Lalu ada seorang novelis Amerika --yang salah satu judul novelnya 'pembunuhan misterius di kapal pesiar'.

Kapal milik perusahaan Inggris itu baru saja muter dari Jepang ke arah selatan, lalu balik lagi ke Jepang. Rutenya: Yokohama-Hongkong-Vietnam-Taiwan-Okinawa-Yokohama.

Total perjalanan: 14 hari.

Tinggi kapal ini 62,4 meter, 17 tingkat --jauh lebih tinggi dari monumen Tugu Pahlawan Surabaya.

Di setiap kota itu Sang Princess berhenti. Penumpang boleh turun untuk jalan-jalan ke darat. Kadang 6 jam di sebuah kota. Kadang satu malam penuh. Atau satu hari penuh. Tergantung kota yang disinggahi.

Waktu di Okinawa bulan lalu saya melihat ada kapal seperti itu singgah di situ. Penumpangnya turun. Ada yang jalan-jalan di kota untuk balik lagi bermalam di kapal. Tapi ada pula yang tidur di hotel --satu hotel dengan saya. Jam 6 pagi mereka balik ke kapal untuk berangkat lagi.

Kapal Diamond Cruise itu mulai meninggalkan Yokohama tanggal 20 Januari. Lima hari kemudian singgah di Hongkong. Para penumpang turun. Termasuk seorang kakek berumur 80 tahun. Bersama keluarganya.

Mereka itu memang hanya ikut Diamond Cruise satu etape Yokohama-Hongkong. Tiba di Hongkong tepat pada malam tahun baru Imlek.

Beberapa hari kemudian orang tua itu sakit panas. Sesak nafas. Langsung dibawa ke rumah sakit. Ia memang orang Hongkong.

Setelah bertahan baru di Hongkong Diamond Princess meneruskan perjalanan ke Vietnam, Taiwan dan Okinawa. Tidak ada yang mengkhawatirkan apa-apa.

Tapi begitu kapal dalam pelayaran etape terakhir dari Okinawa kembali ke Yokohama petir itu menyambar: orang tua dulu itu terkena virus corona.

Dari penelusuran di Hongkong diketahui penumpang tersebut ternyata pernah ke Wuhan. Sebelum Yokohama.

Maka begitu tiba di dekat pelabuhan Yokohama, Diamond Princess tidak boleh merapat. Harus tetap di tengah laut. Selama satu malam penuh.

Pelabuhan Yokohama harus disiapkan dulu. Untuk bisa menerima kapal yang kemungkinan besar membawa virus corona warisan sang kakek.

Keesokan harinya barulah kapal boleh mendekat ke pelabuhan. Tapi tetap tidak boleh standar. Penumpang tidak boleh turun. Lewat intercom diumumkanlah bahwa kapal akan tetap di pelabuhan itu. Selama 14 hari. Sampai 19 Februari yang akan datang.

Banyak penumpang yang stress. Banyak juga yang pasrah. "Stress hanya akan menurunkan kondisi badan," ujar seorang penumpang seperti dikutip media di Jepang.

Dokter Jepang pun masuk ke kapal. Pemeriksaan dilakukan. Terutama terhadap orang tertentu. Diprioritaskan memeriksa 10 orang. Yakni yang pernah berhubungan dengan penumpang 80 tahun yang turun di Hongkong itu.

Besoknya hasilnya diketahui: 10 orang itu terkena corona.

Ditelusuri lagi siapa yang pernah berhubungan dengan 10 orang itu.

Besoknya lagi, tanggal 7 Februari, diketahui 61 penumpang sudah terkena virus pula.

Tanggal 8 tambah lagi tiga orang.

Tanggal 9 ditemukan lagi 9 orang.

Tanggal 10 ditemukan lebih banyak lagi: 66 orang --termasuk 11 penumpang asal Amerika.

Setiap hari ada pemberitahuan baru lewat intercom. Tentang adanya penderita baru virus corona pada hari itu.

Tanpa pengumuman pun penumpang tahu. Dari dalam kamar mereka bisa mengintip lewat jendela: ada berapa ambulan yang datang ke dermaga itu.

Setiap ada suara sirine berarti ada penderita baru yang diturunkan dari kapal.

Mereka pun menebak-nembak: bagaimana proses penularannya.

Pun ada yang menduga virusnya menyebar lewat angin di lubang AC. Atau lewat intercom.

Para penumpang dari Amerika --416 orang-- mengira pemerintahnya akan mengirim misi khusus. Untuk membawa mereka langsung pulang ke Amerika.

Salah satu penumpang dari Amerika itu gadis berumur 25 tahun. Namanyi: Sawyer. Dia satu kamar dengan saudaranyi dan kakek-neneknyi.

Dia rajin olahraga. Setiap hari ke gym di kapal itu. Sawyer juga ikut lomba kaki indah. Yang pesertanya adalah hanya wanita yang menjadi penumpang kapal.

Sawyer terpilih sebagai pemilik kaki paling sexy nomor dua di kapal itu.

Dan dia --maksud saya tidak hanya kakinya-- dalam keadaan sehat --meski masih harus dibuktikan 12 hari lagi.

Pemerintah Amerika tentu tidak mengirim Rambo untuk menyelamatkan mereka. Yang datang dari Amerika adalah penjelasan ilmiah: virus itu tidak bisa menular lewat intercom atau angin AC.

Hanya saja seakan dan semewah kapal pesiar, penumpang bosan juga hanya di kamar.

Pada hari ketiga, mereka boleh keluar kamar. Misalnya untuk ke balkon. Tapi mereka diminta tetap waspada. Juga harus menjaga jarak dari penumpang lain: enam kaki.

Anehnya keluarga kakek 80 tahun yang menyertainya itu tidak tertular sama sekali. Hasil pemeriksaan terhadap mereka negatif.

Ini menunjukkan bahwa kondisi badan seseorang sangat menentukan untuk tertular atau tidak.

Orang yang stres termasuk mudah ditulari. Kali ini bukan soal penularan virus. Tapi penularan stress di kalangan ibu-ibu --terutama akibat kenaikan harga bawang putih dan cabe.

Dahlan Iskan

***