Masyarakat bisa dilayani tepat waktu. Tidak perlu berdesak-desakan di centra pelayanan. Datang ke lokasi layanan tanpa perlu menunggu lagi, langsung dilayani.
Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba bisa langsung dilayani, dan yang mendaftar belakangan bisa dipanggil lebih awal.
Peristiwa tidak elok ini bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan perlakuan yang serupa.
Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama. Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya.
Hari ini, kala membawa anak keduaku untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih protokol kesehatan, kerumunan dan kekacauan pun tak terhindarkan.
Acapkali tepergok, sejumlah orang baik perorangan maupun rombongan didahulukan petugas.Tiba di lokasi, tidak lagi ikut antrean, tapi langsung mendapatkan pelayanan. Belakangan kutahu, orang-orang itu adalah karyawan dan pimpinan sejumlah perusahaan, yang telah difasilitasi oknum petugas.
Aku sempat menghampiri petugas yang mengatur antrean itu. Kulihat di mejanya ada tiga tumpukan blangko peserta vaksinasi yang dipisahkan, lalu kutanyakan, "Kenapa berkasnya dipisahkan, Pak?".
Dari jawaban si petugas, kutahu berkas itu sengaja dipisahkan untuk membedakan kelompok peserta internal, eksternal dan masyarakat umum. Sistem antreannya adalah "dua banding dua banding satu". Artinya, urutan panggilan antrean itu, dua kali internal, dua kali eksternal dan satu kali masyarakat. Pantas aja, pikirku, tumpukan blangko masyarakat tampak masih membubung.
Lalu, kutanyakan lagi, bagaimana dengan orang-orang dan rombongan yang langsung masuk tanpa ikut antrean, "Saya tidak tau itu pak, itu kewenangan teman-teman petugas lainnya" jawabnya agak gugup dan kebingungan.
Meski kecewa dengan jawaban si petugas, aku berusaha maklum atas apa yang mereka lakukan. Lalu, Kusarankan kepadanya, jika memang ada orang-orang tertentu yang diistimewakan petugas, silahkan aja jalur dan waktu antreannya didahulukan dan dipisahkan, biar nanti masyarakat umum dijadwalkan ulang di sore hari atau besok pagi. Alasanku, agar masyarakat tidak kelamaan mengantre dan tidak semakin sakit hati melihat permainan para petugas. Kemudian dijawabnya, karena kegiatan vaksinasi sudah berjalan dan harus diselesaikan hari itu juga, maka saranku itupun sulit dilaksananakan. Ia meminta aku bersabar dan memaklumi apa yang terjadi.
Aku tersenyum mendengar permintaan itu, lalu pamit meninggalkannya. Tidak lama kemudian, terjadi keributan kecil, kulihat sejumlah "emak-emak"protes atas cara petugas tersebut mengatur antrean. Bukannya memperbaiki kesalahannya, eehh si petugasnya malah emosi dan teriak-teriak, "Tolong maklumi kami disini. Kami sudah cape-cape kerja, belum istirahat, tolong dihargai...Jangan protes- protes aja, klo tidak terima aturan disini, silahkan pergi!".
Jika bicara harus memaklumi, maka akulah yang paling memakluminya, buktinya lima kali aku ikut antrean di tempat ini, kunikmati aja setiap perlakuan itu tanpa protes. Aku cuma prihatin aja, kecurangan yang dipertontonkan itu sangat melukai hati masyarakat. Mbok ya, jangan mencolok gitu! itu aja mauku kepada mereka.
Tapi apa boleh buat, itulah realita sebagian besar aparatur pemerintah kita, meminta masyarakat tertib dan disiplin, sebaliknya mereka sendiri jadi contoh ketidaktertiban dan ketidakdisiplinan. Mereka hanya bangga menjadi penegak aturan tapi berat menjalankan aturan itu.
Antrean bukanlah hal yang aneh di negeri ini, saban hari aktivitas kita selalu dibarengi yang namanya antrean, mulai antre di ATM, SPBU, pasar, stasiun, terminal, bandara, minimarket, hingga antre di gerbang tol dan lain sebagainya. Saking seringnya, sampai -sampai antrean pun disebut "budaya" bahkan "cermin sosial masyarakat kita". Seperti kata orang kebanyakan, " Antrean itu cermin budaya tertib dan disiplin masyarakat".
Padahal, antrean itu sendiri adalah masalah yang membebani dan menyusahkan masyarakat selama ini. Ia merupakan efek atau akibat yang ditimbulkan oleh buruknya budaya disiplin dan perilaku tertib petugas atau penyedia layanan. Yang kemudian menyebabkan keterlambatan dan ketidakseimbangan mekanisme pelayanan.
Jadi, aktor sesungguh dari antrean bukanlah masyarakat, melainkan petugas pelayanan atau bisa jadi pejabat dan aparat yang tidak mampu menciptakan mekanisme pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Makanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa antrean itu budaya dan cermin masyarakat kita, seolah menegaskan bahwa "Masyarakat" lah yang menjadi pemicu permasalahan antrean. Padahal sebenarnya, masyarakat itu bisa disebut "Penyintas", mereka merupakan korban dari masalah antrean yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan dan ketidaktertiban petugas dalam mengelola mekanisme pelayanan.
Korupsi, kolusi dan nepotisme adalah contoh dari buruknya disiplin petugas dan tidak tertibnya mekanisme pelayanan publik. Jika hari ini, anda masih melihat kemacetan, pengendara yang tidak tertib, ugal-ugalan dan menerebos tanda larang di jalan raya, katakan saja bahwa itu adalah "cermin budaya aparat kepolisian kita", yang kurang disiplin dan kurang tertib dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakkan aturan.
Teknologi dan Pandemi
Pandemi Covid-19 membuat kita tidak punya pilihan selain memanfaatkan potensi sepenuhnya untuk melakukan adaptasi. Untungnya, ketika pandemi ini terjadi, teknologi digital sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga dengan cepat mampu menopang proses adaptasi kehidupan baru "new normal".
Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan robot setidaknya mendukung inovasi kita dalam melahirkan platform yang bisa mengurangi resiko kerumunan dan membatasi kontak atau interaksi fisik masyarakat. Pemerintah seharusnya segera melakukan inovasi teknologi yang berkaitan dengan kemudahan pelayanan publik, salah satunya yang urgen adalah aplikasi manajemen antrean vaksinasi.
Dengan platform antrean digital itu, masyarakat tidak perlu lagi mendaftar vaksinasi secara offline di lokasi. Mereka cukup reservasi dan registrasi jadwal vaksinasi secara online melalui SMS atau Mobile Apps. Peserta vaksinasi bisa menunggu dari mana saja, di rumah atau di kantor sembari melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka pun bakal menerima notifikasi mengenai estimasi waktu tunggu ketika akan tiba giliran untuk dilayani, misalnya 15 menit sebelumnya, dan secara realtime menerima update terkini kondisi antrean.
Dengan demikian, masyarakat bisa dilayani tepat waktu. Tidak perlu berdesak-desakan di centra pelayanan. Datang ke lokasi layanan tanpa perlu menunggu lagi, langsung dilayani. Memberikan ketenangan dan tidak khawatir antreannya diserobot orang lain. Tidak perlu kuatir lagi tekanan darah naik karena kelamaan ngantre.
Masyarakat dengan mudah memberikan feedback, masukan dan kritik, tanpa harus bertemu langsung petugasnya. Dan yang paling penting, tidak ada lagi kerumunan, kekacauan, pelanggaran protokol kesehatan serta tontonan kecurangan oleh petugas di lapangan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews