Prabowo Subianto tak pernah menjelaskan tuntas. Jawabannya di masa kini dan 21 tahun silam, berbeda.
Duapuluhsatu tahun lalu, 12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Saat itu mahasiswa melakukan demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto.
Empat mahasiswa tewas dalam penembakan peserta demonstrasi yang melakukan aksi damai, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Dokumentasi Kontras menulis, korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Tragedi Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru. Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa semakin besar, hingga akhirnya Soeharto mundur (21/5/1998).
Sebelumnya, kerusuhan bernuansa rasial terjadi sehari setelah Tragedi Trisakti, yaitu pada 13-15 Mei 1998. Pada 18 Mei 1998 mahasiswa berhasil menguasai kompleks gedung MPR/DPR, dan berujung pada longsornya penguasa Orba itu.
Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti 12 Mei itu, merupakan rangkaian aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sejak awal 1998. Aksi mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak Soeharto diangkat menjadi presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.
Jika sebelum Sidang Umum MPR pada 1-11 Mei 1998 aksi mahasiswa digelar di dalam kampus, saat sidang itu digelar mahasiswa mulai bergerak ke luar kampus. Aksi di kampus Trisakti 12 Mei 1998 tercatat sebagai salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar yang dilakukan di luar kampus.
Paska longsornya Soeharto, berbagai misteri di belakangnya belum terkuak juga. Duapuluhsatu tahun kemudian, perubahan paling tampak adalah berdamainya Amien Rais dan Prabowo Subianto. Mereka tampak sebagai pasangan mesra, dengan memposisikan Amien Rais kayak dukun politik Prabowo, di luar Permadi.
Baca Juga: Angka 1 dan 3, Bersatu untuk Trisakti Si Moncong Putih
Demikian juga dengan bergabungnya Rizal Ramli, Permadi, Rocky Gerung, Ratna Sarumpaet, Kwiek Kian Gie (meski hanya mengaku konsultan ekonomi). Untuk “hanya” melawan Jokowi, yang bukan ideal type mereka, para kelas menengah atas dalam struktur elitisme kita.
Tanda-tanda jaman? Boleh saja nyebut demikian. Tapi di mata awam, hal itu hanya pertanda bahwa mereka berubah. Seperti kehidupan juga berubah, tidak stagnan. Perkara Prabowo dulu gini-gitu, itu dulu.
Diberhentikan dari dinas ketentaraan tentu sesuatu banget, karena beda dengan mengajukan pensiun dini kayak AHY. Jika bukan karena bermasalah, ngapain Prabowo mesti lari ke Yordania, bahkan punya kewarganegaraan Yordania?
Prabowo tak pernah menjelaskan tuntas. Jawaban di masa kini dan 21 tahun silam, berbeda. Para aktivis serta pejuang demokrasi kita, pura-pura nggak ngeh itu semua. Makbedundug muncul gerombolan identitas, yang suka tudang-tuding dan main klaim.
Untunglah, Jokowi memenangi Pilpres 2014, mengalahkan Prabowo waktu itu, dan juga sekarang ini. Sesuatu banget.
Alhamdulillahirrabielallamina!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews