Berkaca dari pengalaman saat pertama membangun dan mengembangkan Kompasiana, dua kelengkapan lainnya, yaitu "gamification" dan "notification", tidak boleh diabaikan.
Beberapa waktu lalu saya memenuhi undangan FGD yang diselenggarakan Direktorat Sistem Perbendaharaan Kemenkeu tentang forum intranet yang mereka namakan Forum Kajian Perbendaharaan. Dua hari sebelumnya permintaan disampaikan oleh Pak Dody yang bekerja sebagai Litbang.
Seperti biasa saya menyiapkan beberapa halaman presentasi menggunakan Power Point versi jadul berupa gambar/foto yang saya labeli teks di tubuh gambar itu. Teks sebagai kata kunci yang berfungsi sebagai pengingat (reminder) saja, selebihnya saya menarasikannya.
"Kekola Konten Forum", demikian judul presentasi saya. Hanya ada dua pemateri dalam FGD selama 3 jam itu, yakni saya dan Pak Silih yang membahas "branding" sebuah produk. Mungkin tepatnya dia membahas "contect", saya membahas" content" sesuai keahlian saya.
Lagi, keberadaan saya di Kemenkeu ini, kalau biasanya sharing ilmu menulis dan karenanya atribusi yang melekat dalam diri saya "jurnalis", sekarang saya hadir karena atribusi "Pendiri Kompasiana" dan pernah bertanggung jawab terhadap Forum Kompas.com saat masih bertugas di kawasan Palmeran beberapa tahun lalu.
Direktorat rupanya ingin menimba pengalaman saya mendirikan, mengelola dan membesarkan Kompasiana. Saya tidak menolak atribusi ini, kadang nama saya yang melekat ke Kompasiana ini membawa berkah tersendiri. Thanks, God, Allah SWT.
Karena bicara mengelola konten forum, dua slide saya gunakan untuk menampilkan dua buku yang pernah saya tulis, yaitu "Citizen Journalism" (PBK) dan "Kompasiana Etalase Warga Biasa" (GPU). Saya bercerita ringkasan atau hal-hal penting yang ada di dua buku tersebut kaitannya dalam mengelola konten.
Tetapi, saya memulai paparan dengan slide pertama berupa foto mahkota raja di bawah ini yang saya tulisi "Content Is King, Conversation Is Queen". Saya analogikan pernyataan ini dalam permainan catur. "King" adalah Raja, dan "Queen" Menteri, buah catur paling kuat. "Tanpa Raja atau rajanya mati, permainan selesai," kata saya saat membuka paparan.
"Facebook, Instagram, Twitter atau bahkan Kompasiana itu hanyalah media. Mereka tidak akan berarti apa-apa tanpa konten yang dibuat oleh para penggunanya (users generated content). Tugas Anda sebagai penyedia forum adalah mengisi media yang kosong itu dengan konten berupa thread yang dibuat penggunanya," kata saya.
Baru kemudian saya masuk ke pembicaraan konten seperti apa yang cocok untuk keberadaan sebuah forum diskusi, yang sebenarnya tidak jauh-jauh dari buku yang pernah saya tulis, yaitu mengelola "conversation" dengan memperhatikan tujuh hal sebagai berikut:
1. Content
2. Comment
3. Response
4. Discuss
5. Share
6. Gamification
7. Notification
Apa maksudnya? Ya, para admin dan superadmin forum inilah yang akan mengelola percakapan para penggunanya.
Content, misalnya, yaitu berupa thread dalam bentuk artikel/opini. Ketika satu thread ini dikomentari (comment) banyak orang dan satu komen ditanggapi (response) orang lain, terjadilah proses dialektika virtual (discuss). Semua proses percakapan harus dimungkinkan untuk dibagikan (share) ke media sosial maupun ke WA.
"Tugas admin mengawasi lalu-lintas seluruh percakapan itu," kata saya.
Ketujuh hal yang saya sebutkan di atas nantinya berkaitan dengan mesin forum yang akan dibuat, misalnya ketersediaan fitur-fitur yang memungkinkan para pengguna dengan aman dan mudah berdiskusi meski hanya menggunakan ponsel.Berkaca dari pengalaman saat pertama membangun dan mengembangkan Kompasiana, dua kelengkapan lainnya, yaitu "gamification" dan "notification", tidak boleh diabaikan.
"Gamification" bisa berupa peringkat, kepangkatan atau pencapaian para penggunanya. Siapa yang paling rajin berinteraksi, maka dia berhak menyandang pangkat "Lurah", misalnya. Di bawah "Lurah" ada "RW", "RT" dan seterusnya.
Sedangkan "notifivation" adalah pemberitahuan melalui ponsel (pada masa lalu Kompasiana menggunakan SMS) mengenai thread yang pernah kita buat atau karena kita mengomentari/menanggapi thread lain.
"Ketika ada seorang pengguna mengomentari thread kita, maka notifikasi itu kita dapatkan melalui ponsel dan bisa langsung dibuka dengan merujuk ke thread yang dimaksud. Ini selain penulis merasa dihargai, ia juga senang karena thread-nya ramai dikomentari banyak orang. Begitu nature-nya," kata saya.
Karena terbatasnya waktu, tidak banyak pertanyaan yang diajukan, sehingga saya gunakan untuk membedah tampilan Forum Kajian Perbendaharaan yang memang masih sangat sederhana dan masih jauh dari "friendly users".
Bahwa ada keinginan pihak Direktorat Sistem Perbendaharaan untuk me-rebranding dan memperbaiki tampilan forum dengan konten yang bermanfaat, itu yang saya acungi jempol sehingga lahirlah tulisan ini.
So long....
#PepihNugraha
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [53] "Alena", Sebuah Eksperimen Penulisan "Cerpen Bersambung"
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews