Tidak ada kitab yang perlu dipuja secara buta. Tidak ada aturan yang perlu ditakuti sampai mati. Cukup kenali rigpa di dalam diri, dan pertahankan pengenalan itu selama mungkin, sealami mungkin.
Kita hidup di dunia yang sedang dicekam ketakutan. Keluarga dan kerabat terancam hidupnya oleh pandemik COVID 19. Berita kematian menggempur setiap harinya, juga dari saudara dan kerabat dekat. Setiap detik, hidup kita terasa seperti di ujung tanduk.
Di samping hidup sehat, kita juga perlu untuk tetap waras. Keduanya, sebenarnya, tak bisa dipisahkan. Waras berarti kita tetap bisa bernalar sehat, walaupun keadaan terus berubah. Kita bisa tetap tenang dan jernih di hadapan krisis yang terus menghantui.
Di titik inilah spiritualitas menjadi penting. Spiritualitas tidak dipenuhi dengan aturan yang tak masuk akal. Ia juga tak dipenuhi dengan ancaman neraka ataupun harapan akan surga yang tak berdasar. Sebaliknya, spiritualitas menawarkan kedamaian dan kejernihan yang diperlukan untuk melampaui beragam tantangan hidup.
Sejauh pengalaman saya, ajaran Buddha membahas dengan detil soal spiritualitas ini. Yang dekat dengan hati saya adalah ajaran Zen. Ia bertujuan untuk membantu orang mengalami dirinya yang sejati, sebelum pikiran konseptual dan emosi muncul. Saya juga dekat dengan tradisi Yoga dan Advaita Vedanta dari India.
Belakangan ini, saya berjumpa dengan satu aliran meditasi dari ajaran Buddhisme Tibet. Namanya adalah Dzogchen. Arti dari kata ini adalah “Kesempurnaan yang Agung”. Aliran ini tersebar luas di seluruh dunia, melampaui batas-batas agama, suku maupun ras.
Dzogchen adalah aliran meditasi yang menyentuh unsur terdalam dan terhalus dari batin manusia. Ia dianggap sebagai aliran meditasi tertinggi di dalam agama Buddha Tibet. Ia secara langsung membawa orang menyentuh kesadaran murni (rigpa) di dalam dirinya. Dalam waktu sekejap mata, orang menyadari Buddha di dalam dirinya.
Buddha adalah kesadaran murni (rigpa). Ini adalah dasar dari semua pengalaman batin manusia. Semua manusia memilikinya. Namun, karena terkubur lama oleh pikiran dan emosi, serta tak pernah dilatih untuk dikenali, maka ia seolah tak ada.
Dengan menyentuh rigpa, hal-hal baik akan secara alami mengalir, termasuk di dalamnya kebijaksanaan, kebahagiaan dan rasa welas asih. Di berbagai aliran Buddha Tibet, Dzogchen kerap diajarkan sebagai tingkat tertinggi meditasi. Ia begitu sederhana, sekaligus amat sulit dan halus pada saat yang sama.
Ada tiga ciri dari Rigpa. Yang pertama adalah kosong. Rigpa tidak memiliki obyek. Ia bersifat hening dan kosong dari segala konsep.
Konsep selalu bersifat dualistik. Artinya, ada subyek dan obyek. Rigpa bisa dikenali, ketika kesadaran manusia menyadari dirinya sendiri. Disini, pengetahuan dualistik dilampaui, dan kita sampai pada pengalaman kesatuan, tanpa obyek.
Yang kedua adalah sadar. Walaupun kosong, rigpa selalu sadar. Ia bisa mengetahui apa yang terjadi disini dan saat ini (cognizant). Ia hidup dan tak akan pernah redup.
Yang ketiga adalah tak terbatas. Rigpa tak memiliki ruang yang tetap. Ia memenuhi segala yang ada. Ia ada di dalam diri manusia, sekaligus di berbagai tempat lainnya.
Dzogchen adalah proses yang bersifat langsung dan alami untuk mengenali rigpa tersebut secara berkelanjutan. Kita hanya perlu menjadi sepenuhnya hening, dan sepenuhnya alami. Kita lalu terbuka pada kesadaran murni di dalam diri kita sendiri, sekaligus di sekitar kita. Mengenali kesadaran murni berarti mengenali kehidupan itu sendiri.
Rigpa tak pernah pergi. Ia adalah energi abadi yang ada di dalam segala sesuatu. Kita hanya perlu untuk belajar melihat dan mengenalinya. Lalu, kita perlu untuk terus sadar bersamanya, sesering mungkin.
Baca Juga: Pelajaran dari Tibet, Hidup Terbebas dari Berbagai Masalah
Dzogchen tidak mengajarkan metode meditasi tertentu. Tidak ada teknik yang perlu dipelajari. Dzogchen juga tidak mengajarkan hidup berkesadaran. Semua itu adalah usaha manusia yang justru menjauhkannya dari rigpa.
Apapun yang butuh usaha berarti tidak alami. Apapun yang tidak alami justru menjauhkan manusia dari kesadaran murninya, dari rigpa. Inilah bahaya dari praktek meditasi maupun Yoga yang justru menjadi penjara baru bagi manusia. Ia justru semakin jauh dari pembebasan batin yang sejati.
Menjadi seorang praktisi Dzogchen berarti hidup di dalam rigpa setiap saatnya. Kita mengenali kesadaran murni di dalam diri, tanpa henti. Semua aktivitas, baik aktivitas mental maupun fisik, dilakukan dalam pengenalan akan rigpa. Kita hanya perlu sehening dan sealami mungkin, lalu rasakan kehidupan yang berdenyut di setiap nadi kita.
Di jaman yang diterkam krisis yang terus berganti, hidup dalam kejernihan semacam ini amatlah penting untuk dilakukan. Dzogchen sangatlah sederhana, langsung dan alami. Ia adalah pencapaian tertinggi di dalam proses manusia menemukan kebebasan yang sejati. Di dalam rigpa, semua permasalahan batin manusia tampak jauh, dan tak lagi bermakna.
Tidak ada kitab yang perlu dipuja secara buta. Tidak ada aturan yang perlu ditakuti sampai mati. Cukup kenali rigpa di dalam diri, dan pertahankan pengenalan itu selama mungkin, sealami mungkin. Temukan kebijaksanaan, kebahagiaan dan rasa welas asih di dalam batinmu. Jangan ditunda lagi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews