Pelajaran dari Tibet, Hidup Terbebas dari Berbagai Masalah

Pelajaran hidup ini sudah berlalu sejak 21 tahun lalu, tapi selalu mengingatkan saya, setiap kali ada masalah hidup yang sedang dihadapi bahwa masalah adalah petanda, kita masih hidup normal.

Senin, 2 Desember 2019 | 07:18 WIB
0
362
Pelajaran dari Tibet, Hidup Terbebas dari Berbagai Masalah
Ilustrasi Tibet (Foto: BBC.com)

Menuntut Ilmu Hingga Ke Atap Dunia

Tuntutlah ilmu setinggi tingginya hingga ke negeri Cina sekalipun. Filosofi ini sudah sejak saya masih kecil, sudah sering terdengar. Dan ketika ada kesempatan untuk mempraktikkan, saya dan istri bertekad untuk menuntut ilmu kehidupan ke negeri atap dunia yang populer dengan sebutan: "The Roof of the World", yakni Tibet.

Dengan  menumpang pesawat China Airline, kami landing di Shanghai dan kemudian setelah menginap selama dua hari melanjutkan perjalanan ke Chen Du. Dari sini kami melanjutkan perjalanan ke Lhasa yang merupakan ibu kota Tibet. Saking antusiasnya ingin mengunjungi negeri yang disebut sebagai negeri Atap Dunia ini, ada hal penting yang lupa kami perhitung, yakni musim dingin. Baru sadar ketika pramugari mengumumkan bahwa sesaat lagi pesawat akan mendarat dan temperature di luar adalah minus 22 hingga 25 derajat Celcius.

Begitu turun dari tangga pesawat, pakaian hangat yang kami pakai serasa sama sekali tidak bermanfaat karena udara dingin serasa merasuk hingga ke sumsum tulang. Kami dijemput oleh Mr. Champa yang menyambut dengan ramah dan sekaligus mengatakan bahwa tamunya kali ini hanya kami berdua karena lagi musim dingin. Kami diantarkan ke hotel untuk beristirahat dan sore akan dijemput untuk jalan jalan.

 Belajar Ilmu Kehidupan

Jam 2.00 sore waktu setempat, Mr. Champa tiba di lobby hotel dimana kami menginap. Kendati temperature merayap 25 derajat Celcius di bawah titik beku, kami tidak ingin kehilangan moment moment yang sangat berharga ini. Karena itu, kami memaksa diri untuk naik ke Potala Palace. Udara yang dingin menyebabkan seluruh sendi sendi tubuh terasa amat nyeri.

Masih ditambah lagi dengan dada yang sesak dan rasa sakit yang amat sangat di kepala karena kekurangan oksigen. Karena ketinggian Lhasa, ibu kota Tibet ini, berada di ketinggian 7.000 hingga 8.000 meter dari permukaan. Sehingga oksigen yang dapat diserap hanyalah sekitar 50 persen. Kekurangan asupan oksigen pada otak, menyebabkan pikiran tidak bisa terkonsentrasi dan jalan kami sempoyongan seperti orang mabuk.

Kami diantarkan oleh Mr. Champa kepada salah seorang Suhu yang pernah tinggal 3 tahun di Amerika. Sehingga sangat fasih berbahasa Inggris.

Hal yang pertama saya tanyakan adalah bagaimana manusia dapat terbebas dari semua masalah hidup yang selalu saja datang silih berganti. Ketika kami hidup morat marit, masalah utama adalah tidak ada uang untuk biaya hidup bahkan untuk biaya berobat anak istri yang terbaring sakit.

Ketika nasib kami sudah berubah total, ternyata masalah lain yang datang, yakni kami ditipu oleh mitra bisnis. Belum usai masalah yang satu sudah datang lagi masalah lainnya, yakni orang yang sudah kami anggap sebagai anak sendiri ternyata tega melarikan uang perusahaan dalam jumlah besar. Pertanyaan: "Apakah ada cara,agar manusia terbebas dari beban masalah hidup yang berkepanjangan?'

Suhu Thien Cung, mendengar dengan penuh perhatian. Terdiam beberapa saat dan kemudian menjawab. Begini Mr. Effendi, di dunia ini ada 3 tipe manusia yang dapat dikatakan terbebas dari masalah. Anda tahu maksudnya? Dengan sejujurnya,saya menjawab bahwa saya tidak tahu.

Kriteria Manusia Yang Terbebas Dari Masalah Hidup

Sambil menarik nafas panjang, Suhu Thien Chung berkata: "Orang yang tidak lagi punya masalah hidup adalah yang termasuk dalam kriteria ini:

orang yang sudah meninggal
orang pikun
orang tidak waras

Saya terpana mendengar hal ini. Tapi Suhu Cung sama sekali tidak tampak sedang bercanda. Wajahnya serius. Sesaat kemudian melanjutkan: "Mr. Effendi, untuk bisa hidup, kita harus bernafas, makan dan minum. Kalau salah satu saja di antaranya tidak dilakukan, maka kita akan mendapatkan masalah. Kemudian, kita perlu pakaian, tempat tinggal dan seterusnya. Life is a problem. No, problem, means life is ended. Nah, anda tinggal memilih hidup seperti apa yang terbaik menurut anda?"

Cuma itu saja? Ya ,benar pelajaran singkat, padat, namun menyadarkan saya bahwa masalah adalah anda bahwa kita masih hidup, tidak pikun dan masih waras. Jadi patut disyukuri.

Pelajaran hidup ini sudah berlalu sejak 21 tahun lalu, tapi selalu mengingatkan saya, setiap kali ada masalah hidup yang sedang dihadapi bahwa masalah adalah petanda, kita masih hidup normal.

Tjiptadinata Effendi

***

Keterangan: tulisan ini sudah dimuat sebelumnya di Kompasiana.