Saat ini, pemerintah berperilaku seperti pemilik pabrik. Meski ada ancaman bahaya dari wabah Corona, mereka tetap mewajibkan karyawan masuk agar roda produksi tetap jalan.
Gonjang-ganjing soal status negara kita dalam menghadapi wabah Covid-19 dan kebijakan yang menyertainya terasa melelahkan dan membuat frustasi rakyat kebanyakan. Banyak waktu terbuang dan virus terus menggerogoti kita di dalam!
Terasa sekali elit saat ini tidak satu suara. Di tubuh pemerintahan terasa ada conflict of interest. Hasilnya adalah kebijakan yang saling bertabrakan. Baik di internal pemerintah Pusat maupun dengan pemerintah daerah.
Di satu sisi, ada pihak yang memikirkan keselamatan rakyat dari wabah. Di sisi lain, ada yang lebih memikirkan soal investasi yang sudah berjalan atau direncanakan. Keselamatan rakyat berhadapan dengan keselamatan investasi.
Pilihan antara masalah kesehatan dan ekonomi memang dilematis. Problemnya adalah pada pilihan prioritas. Mana yang hendak dikedepankan? Mana yang hendak lebih dulu dikorbankan? Rakyat? Atau investasi?
Idealnya, sebuah pemerintahan dibentuk untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan warganya dari beragam ancaman bahaya. Dalam prakteknya, hal itu masih dijadikan perdebatan sehingga tidak wujud di lapangan.
Lihat saja dalam soal Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China. Bank Indonesia (BI) mengingatkan, pandemik Corona beresiko menurun kinerja investasi. Salah satu sebabnya, TKA China ditahan masuk ke Indonesia.
BI mencatat, Penanaman Modal Asing (PMA) asal China meningkat pesat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan perusahaan PMA itu, disertai dengan melonjaknya TKA asal China. Dilemanya jelas. Jika TKA China ditahan, kinerja perusahaan PMA China melorot dan itu mengganggu realisasi investasi korporasi asal China ke Indonesia.
Problem TKA asal China ini sudah mencuat sebelum wabah virus Corona merebak. Yang dipersoalkan adalah kesempatan tenaga kerja lokal tergerus. Kini, persoalan bertambah dengan kekhawatiran bahwa para TKA China itu membawa virus dari negeri asalnya.
Pemerintah, melalui Kemenlu dan Kemenkumham, sebenarnya sudah mengantisipasi kecemasan publik itu dengan mengeluarkan larangan penerbangan dari dan ke China serta larangan transit bagi warga China di Indonesia sejak 2 Maret lalu.
Baca Juga: Saat Bibir Anies Bergetar
Nyatanya, muncul "skandal" masuknya 49 TKA di Kendari, Sultra. Kasus ini memicu perdebatan di pemerintah sendiri antara Polri, Imigrasi, Kemenlu dan Kemenakertrans. Sampai kini kasus ini tidak jelas. Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, tidak terjadi pelanggaran.
Sampai kemarin, masih ada puluhan TKA China yang masuk ke Bintan, Kepularan Riau. Sebelumnya, pada Minggu (29/3) TKA China juga masih masuk ke Kalimantan Barat. Padahal, saat ini kita masih sedang berdebat"panas" soal apakah Indonesia perlu karantina wilayah atau tidak?
Dilihat dari kebijakan pemerintah soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan bukan karantina wilayah, dan fakta bahwa masih ada TKA China yang masuk ke sini, kesimpulannya tampak jelas. Menyuruh kita tinggal di rumah, tapi membiarkan bandara kita tetap terbuka.
Saat ini, pemerintah berperilaku seperti pemilik pabrik. Meski ada ancaman bahaya dari wabah Corona, mereka tetap mewajibkan karyawan masuk agar roda produksi tetap jalan. Sembari itu, ada langkah preventif seadanya. Scanning panas sebelum masuk pabrik. Itu saja.
Pemerintah tampaknya lebih mengedepankan kepentingan imvestasi daripada kepentingan perlindungan kesehatan masyarakat. Tampaknya, kita lebih suka bermain dengan maut. Melakukan bussines as usual sembari berharap suatu suatu saat, "wabah pasti berlalu". Shame.
- AD -
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews