Saat Bibir Anies Bergetar

Tidak berhasilnya DKI Jakarta dalam menahan penyebaran covid-19, tidak terlepas dari ketidakmampuan pemerintah pusat dalam mensinergikan kerjasama antara pusat dan daerah.

Rabu, 1 April 2020 | 07:13 WIB
0
320
Saat Bibir Anies Bergetar
Foto: Kumparan

Bisa jadi apa yang diungkapkan Anies adalah sebuah kebenaran, bahwa jumlah angka kematian akibat covid-19, melebihi data statistik yang ada, yakni sekitar 283 orang.

Data ini berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, yang merupakan dinas yang mengurusmengurusi pemakaman. Seperti yang dilansir Kumparan,

Anies mendadak terbata-bata saat bicara. Dia sempat berhenti beberapa detik sebelum akhirnya menyampaikan ada 283 warga Jakarta yang meninggal tanpa dites corona.

"Pemprov DKI juga memantau data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, ini adalah dinas yang mengurusi pemakaman. Di bulan Maret ini terjadi pemulasaran dan pemakaman dengan menggunakan protap COVID-19, di antaranya bahwa jenazah harus dibungkus dengan plastik, lalu harus dimakamkan kurang dari 4 jam, lalu petugasnya menggunakan APD," kata Anies saat konferensi pers di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (30/3) sore, yang bisa disaksikan di akun Facebook Pemprov DKI Jakarta.

Berdasarkan data statistik terbaru, pada Senin (30/3) terjadi penambahan 129 kasus positif Corona. Sehingga totalnya mencapai 1.414 orang.

Dari jumlah tersebut, pasien yang meninggal dunia sebanyak 122 orang. Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh dari Corona Covid-19 juga bertambah. Sampai saat ini, sebanyak 75 pasien sudah dinyatakan sembuh dari Corona Covid-19.

Ada perbedaan jumlah kematian yang sangat menyolok jika dibandingkan data jumlah keseluruhan, dengan data yang dimiliki DKI Jakarta. Wajar kalau Anies sampai bergetar menyampaikan data tersebut, karena untuk wilayah DKI Jakarta sendiri 283 yang wafat.

Dalam menyampaikan data ini, Anies tidak lagi memikirkan bahwa, besarnya jumlah kematian di wilayah pemerintahannya, adalah manifestasi ketidak-berdayaannya dalam meminimalisir jumlah korban.

Padahal, jauh-jauh hari sejak kasus covid-19 mewabah, Anies sejak bulan Januari sudah secara intensif melakukan pemantauan, seharusnya pemantauan tersebut memunculkan tindakan antisipasi secara kolektif, untuk membatasi ruang gerak penularan.

Jumlah angka kematian yang sedemikian besar, jelas sangat menampar mukanya sendiri sampai bergetar, saat memaparkan data jumlah korban jiwa yang diakibatkan wabah covid-19.

Memang ketidak-berdayaannya mengatasi pandemi corona diwilayah DKI Jakarta, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat, sehingga kurang leluasanya untuk mengambil sebuah tindakan, akan sangat menghambat penanganannya.

Jauh-jauh hari pemprov DKI Jakarta sudah melakukan kebijakan pembatasan sosial luar biasa, yang baru dicanangkan Presiden Jokowi. Sekolah-sekolah dan perkantoran diliburkan, bahkan beberapa destinasi wisata juga sudah ditutup. Anies meng-klaim kalau kebijakan itu sudah duluan ia lakukan.

Baca Juga: Drama Coronavirus Gubernur

Artinya, pemprov DKI Jakarta sudah mengantisipasi pembatasan penyebaran covid-19, hanya saja apa yang dilakukan ternyata terbilang tidak efektif, karena tidak adanya ketegasan dalam penerapan kebijakan yang diberlakukan, tingkat kematian yang tinggi diwilayah DKI Jakarta sebagai buktinya.

Sampai saat ini tingkat kematian akibat covid-19 di wilayah DKI Jakarta, masih menempati rangking tertinggi dari seluruh wilayah yang ada di Indonesia.

Yang terbaru, kebijakan karantina wilayah yang diajukan Pemprov DKI Jakarta, mendapat penolakan dari Presiden Jokowi, karena pemerintah pusat lebih mengutamakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Ketidak-berdayaannya Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi penyebaran covid-19, memang sangat terkait dengan kebijakan pemerintah pusat. Tidak bisa dipungkiri hal ini juga berimplikasi secara politis pada pemerintah pusat.

Tidak berhasilnya DKI Jakarta dalam menahan penyebaran covid-19, tidak terlepas dari ketidakmampuan pemerintah pusat dalam mensinergikan kerjasama antara pusat dan daerah. Dan hal ini sangat menguntungkan positioning Anies secara politik.

Efek getar Anies dalam menyampaikan data jumlah korban diwilayah DKI Jakarta, secara dramatis pun bisa dirasakan oleh audience yang mendengarkan pidatonya, blow up jumlah angka kematian yang terkesan disembunyikan pemerintah, dengan dramatisasi getaran bibir mengundang tanya yang tidak terjawab.

***