pemberitaan media soal kesalahan dan hukuman SJ lebih dari cukup menjadi sumber literasi dan edukasi masyarakat, tanpa perlu menghadirkan dirinya sebagai edukator.
Atas desakan dan tekanan publik, KPI terpaksa mengeluarkan surat yang melarang stasiun televisi mengundang pedangdut Saipul Jamil (SJ) tampil di semua acara televisi.
"KPI Pusat meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi (membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan) terhadap peristiwa yang bersangkutan," demikian surat KPI soal Saipul Jamil, Senin (6/9/2021).
SJ nampaknya belum bisa menerima surat KPI itu, termasuk penolakan publik atas kembalinya ia sebagai pesohor hiburan tanah air. SJ terlihat wara wiri dan curhat sana-sini berusaha mencari dukungan untuk menafik alasan resistensi itu.
Lagi pula, di mata SJ, surat KPI itu tidak secara tegas melarang ia tampil di televisi. Ia dibuat serba salah. Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea yang dimintai pendapat oleh SJ pun sepertinya menegaskan anggapan itu.
"Saya sudah baca surat ini, tidak secara tegas, atau tidak ada kata-kata yang menyatakan Saipul Jamil tidak bisa lagi tampil di TV," kata Hotman Paris soal Surat KPI nomor 602/K/KPI/31.2/09/2021, seperti dikutip dari video yang di akun @hotmanparisofficial, (9/9/2021).
Dari isi surat itu, bisa dikatakan, sedari awal KPI agaknya sentengah hati menyikapi desakan publik atas glorifikasi yang dilakukan media televisi usai bebasnya SJ dari jeruji besi. Pemanggungan pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang difasilitasi media televisi, oleh publik dianggap sebagai kesembronoan KPI.
Coba tengok lagi, bagaimana respon KPI sejak SJ bebas, saat ia disambut meriah bak pahlawan, diarak dan dikalungi bunga, saban hari diundang di acara variety show televisi.
Kala masyarakat resah atas glorifikasi tersebut, KPI sebagai pengawas moral siaran tv nasional, malah dengan santuy membiarkannya, sebagaimana mereka mendiamkan peristiwa perundungan yang terjadi pada salah seorang karyawannya .
Komisionernya, Nuning Rodiyah mengatakan di sejumlah media, Saipul Jamil boleh saja tampil di TV asal tidak "menginspirasi" orang lain untuk melakukan tindak asusila.
Pernyataan itu sebenarnya bisa diperdebatkan. Mungkin Nuning harus membaca lagi tentang teori-teori komunikasi massa, terutama yang berkaitan dengan dampak media.
Soal Saipul Jamil tidak menginspirasi orang lain melakukan tidak asusila, secara langsung, mungkin iya. Tapi secara tidak langsung, ia akan menginspirasi persepsi banyak anak di Indonesia bahwa sah-sah saja melakukan kejahatan fedofilia selama mereka bisa membuat kontroversi dan mampu menarik perhatian publik, maka mereka akan tetap dipuja dan dieluh-eluhkan.
"Sah-sah saja pria yang kerap disapa Bang Ipul itu tampil lagi di TV usai dipenjara , asal muatan kontennya mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SS)." kata Nuning seperti dikutip dari beberapa media (04/09/21)
Setelah empat hari usai SJ bebas, entah karena tekanan publik dan petisi online netizen di change.org, atau memang Komioner KPI-nya baru sadar, barulah surat yang katanya larangan itu dikeluarkan.
Awalnya, sempat mendapat apresiasi publik, tetapi kemudian penjelasan Ketua KPI bikin khalayak kembali bingung, seolah balik arah " u-turn" ke persoalan semula. Surat itu sebenarnya tidak memberikan konsekuensi yang berarti untuk melindungi psikologis korban. Ini semakin menegaskan KPI memang tidak ingin bersikap atas persoalan SJ di panggung televisi nasional.
Dalam podcast yang ditayangkan di kanal YouTube Deddy Corbuzier, Kamis (9/9/2021) Ketua KPI Agung Suprio malah mengatakan bahwa Saipul Jamil bisa tampil di televisi, tetapi hanya untuk konteks edukasi, misalnya dalam konteks "wawancara atau edukasi mengenai pelecehan seksual'.
Pernyataan Agung itu seolah mempertontonkan kegamangan berfikir para komisioner KPI dalam melihat persoalan moral di masyarakat. Segitu kritisnyakah tokoh masyarakat dan pendidik di negeri ini, sampai-sampai mantan pelaku pedofilia harus diundang sebagai narasumber untuk edukasi moral anak-anak kita.
Sudah habiskah orang bersih dan tanpa cela di Indonesia? sampai-sampai harus mengundang seorang SJ, pelaku kekekerasan seksual yang pernah ingin memanipulasi hukumannya dengan menyuap panitera pengadilan.
Ini sama saja dengan pertanyaan, haruskah mantan koruptor dijadikan penyuluh anti korupsi agar korupsi di negeri ini berkurang?
Padahal masih banyak orang-orang baik di luar sana, yang hingga hari ini terus menyelaraskan wujud tingkah laku dan ucapannya sesuai norma hukum, moral dan etika.
Toh, pemberitaan media soal kesalahan dan hukuman SJ lebih dari cukup menjadi sumber literasi dan edukasi masyarakat, tanpa perlu menghadirkan dirinya sebagai edukator.
Jikapun SJ memiliki itikad untuk memperbaiki diri dan mengambil hikmah dari kesalahaan masa lalunya, itu hak personal dirinya, dan rasanya wajib untuk dilakukannya. Tapi mempertimbangkan trauma dan derita korban SJ maupun korban-korban fedofilia lainnya, adalah keadaban publik yang harus dilindungi dan dijaga termasuk oleh masyarakat, terutama KPI dan televisi nasional.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews