TVRI Jadul [2] Letnan "Kopral Djono" Memelototi Kamera

Bagi TVRI sendiri, tidak mungkin memaksa mereka untuk mengisi acara di studionya, mengingat imbalan atau honorarium yang disediakannya memang mi­nim sekali.

Selasa, 25 Juni 2019 | 16:09 WIB
0
770
TVRI Jadul [2] Letnan "Kopral Djono" Memelototi Kamera
Henny Purwonegoro saat diiringi Band The Gibs (Foto: Sejarah Jakarta)

Letnan Iim Taslim yang berkumis lebat itu diminta mendampingi Henny Purwonegoro ketika menyanyikan Kopral Djono. Semula ia berdiri kikuk sambil memilin kumisnya melihat Henny menyanyi.

Frans Hasibuan selaku pembawa acara minta, agar dia tidak begitu kikuk dan jangan takut dengan kamera. Akibatnya, dalam acara itu sang Letnan yang menjadi Kopral berkali-kali melototi kamera, sehingga rekaman harus diulangi sampai empat kali. Ini merupakan salah satu risiko , menggunakan artis ,,comotan". Adegan itu akan Anda saksikan dalam acara Kamera Ria, yang akan disiarkan Rabu malam ini.

Dalam acara itu Anda pun akan melihat Bob Tutupoly terjun dari pesawat, melayang layang di udara, kemudian mendarat di lapangan terus menyanyikan lagu Aku Bermimpi. Anda juga akan menyaksikan Bob bersama Rafika Duri menyanyikan Sepasang Mata Bola dalam helikopter jenis Bell yang melayang - layang di udara, Tina Roy yang menyanyi di tangga pesawat Jetstar dan Nidya Sisters dalam heli jenis Pu­ma.

Kesemuanya ini direkam di sekitar hanggar Skwadron 17 Linud Khusus lapangan terbang Halim Perdanakusumah hari Kamis 3 Agustus lalu. Anda akan menyaksikan acara itu sekitar 49 menit, tetapi perekaman acara itu sendiri dilakukan sehari suntuk.

Untuk merekam acara ini, TVRI mengirimkan sebuah mobil unit berikut pembangkit tenaga listriknya. Jadwal acara semula jam 10.00, tetapi baru sekitar jam 13.30 dapat dimulai. Halangannya macam-macam: mobil unit mogok di jalan, accu yang lemah serta massa penonton yang begitu berjubel, sehingga sulit diatur (walaupun ini sudah dilaku­kan di kompleks ABRI). Beratus anak dan orang tua melihat opname perekaman acara ini. Mereka ini selain selalu membuntuti artis, juga mengganggu jalannya perekaman.

Frans Hasibuan berteriak-teriak mengusir .mereka sepanjang hari itu. Soalnya, ia tidak mau ‘kebocoran'. Misalnya, dalam pengambilan gambar Bob terjun dari pesawat, ternyata di belakang pesawat yang diandaikan terbang itu ternyata ikut terekam gambar penonton. Kan nggak lucu kalau di samping pesawat yang sedang terbang terdapat gambar anak-anak yang se­dang menonton atau sepeda motor sedang diparkir ?!

Un­tuk menghindarinya, ia harus peringatkan juru kamera, ju­ga para penonton. Ini membutuhkan kesabaran tersendiri. Perekaman acara Kamera Ria ini menggunakan beberapa trick untuk menyempurnakannya.

Dalam televisi Anda nanti akan melihat Bob Tulupoly terjun darl pesawat menggunakan payung. Dalam pembuatan, bukan berarti Bob benar-benar terjun menggunakan payung. Bob hanya terjun dari pesawat DC-S yang sedang parkir dl Skwadron IT Linud Khusus setinggi satu setengan meter.

Dalam editing nanti, rekaman ini digabungkan dengan film yang menggambarkan penerjun se­dang berada di udara. Selanjutnya, dengan payung yang sudah terbuka, Bob direkam seolah baru mendarat dan kemudian menyanyikan Aku bermimpi.

Demikian juga Bob dan Rafika Duri yang dalam penyajian nanti malam digambarkan naik  heli jenis Bell sambil bernyanyi. Pertama, juru kamera mengambil gambar Raflka yang sedang naik heli dan kemudian terbang (dalam hal ini penerbang tidak dlambil gambarnya). Gambar diambil sampai Rafika berada di udara, hilang dari penglihatan dan sewaktu akan mendarat lagi. Setelah heli mendarat kembali, maka Bob dengan pakaian penerbang duduk menggantikan penerbang, di situ Rafika dan Bob menyanyi mengikuti suara dari tape recorder atau play back.

Ekor pesawat digoyang-goyang, sementara kamera mengambil gambar kedua orang itu. Dengan demikian hasil nampak seperti kedua penyanyi itu menyanyi di udara. Begitu nyanyian selesai, maka heli tersebut diambil keseluruhan, sehingga seolah baru saja mendarat.

Pekerjaan ini nampaknya gampang, tetapi pengarah acara maupun juru kamera harus benar-benar  awas, jangan sampai kamera "bocor".

**

Untuk mempersiapkan perekaman garnbar ini saja, pihak Hankam mempersiapkan medan sekitar dua minggu, Soalnya, selain tempat harus dibersihkan, juga harus mendatangkan dan mengatur beberapa pesawat. Sebagai misal, helikopter itu harus didatangkan dari pangkalannya di daerah Bogor, sementara Itu beberapa pesawat harus dipakir berdekatan untuk mengambil dekor atau back ground.

Dalam perekaman acara itu, hanggar Skwadorn 17 diisi dua pesawal Jetstar, dua heli dan dua Cessna. Di luar nampak dua DC-3 dan sebuah Hercules yaag diparkir berdekatan, sementara di kejauhan masih nampak banyak pesawat yang lain. Kesemuanya ini harus diatur dengan baik. Tapi sebaiknya Anda jangan meng hitung berapa banyak biaya opname ini, yang seluruhnya untuk memuaskan penonton televisi.

Acara Kamera Ria merupakan kerjasama antara TVRI dengan pihak Hankam. Dalam hal ini Hankam memilih para artis yang mengisinya serta menyediakan sarana perekaman gambar disesuaikan dengan thema yang diambilnya. Jika Rabu malam nanti Anda melihat lelucon Bagyo Cs yang begitu mengocok perut, sebenarnya itu merupakan rekaman yang kedua kali. Rekaman pertama di hanggar Skwadron 17 sama sekali ti­dak lucu sehingga harus diulang di Studio II pada hari berikutnya. Itulah sebabnya dalam acara itu tidak nam­pak penonton.

“Konsentrasi saya ba­nyak diganggu penonton Mas," kata Sol Saleh.

“Apakah ketika Itu ada orang yang membuat Anda tidak bebas untuk melawak ?" tanya Soewanto Soewandi ketika keduanya bertemu di TVRI.

“Nggak, nggak ada. Habis kemana saja diikuti, jadinya banyak membuyarkan konsentrasl," kata Sol Saleh lagi.

“Benar ?  Soalnya kalau ada orang-orang yang mem­buat Anda tidak bebas, kita harus mengubah acara!" kata Soewanto mendesak,

“Nggak, benar nggak ada!" jawabnya tegas.

Lawakan yang tidak lucu atau penyanyi yang dinilai ..”payah" oleh penonton televisi merupakan risiko dari TVRI selaku penyelenggara siaran. Bagi TVRI, untuk selalu menampilkan pelawak ataupun penyanyi yang ”top" memang agak sulit. Soalnya, para pe­rnain top ini memang mempunyai banyak kesibukan dl luar.

Rekaman kaset, main film atau mengikuti tour, sehingga waktu untuk TVRI hanya sedikit. Bagi TVRI sendiri, tidak mungkin memaksa mereka untuk mengisi acara di studionya, mengingat imbalan atau honorarium yang disediakannya memang mi­nim sekali.  Apalagi jika dibandingkan dengan honor di luar TVRI. Itulah sebabnya, kalau di TVRI yang muncul hanya itu-itu” juga maka penyebabnya ialah karena hanya ,,itu-itu"lah yang sempat dan bersedia mengisi acara TVRI.

Hal yang blsa dilakukan TVRI dalam kondisi sekarang ini ialah, mencari bibit-bibit baru yang kemudian ditampilkan dalam acara "Kenalan Baru". Jika dianggap baik, dapat ditingkatkan untuk mengisi acara Hiburan Senja, kemudian "Lagu untuk Anda" dan "Aneka Ria".

TVRI memperoleh bibit-bibit baru ini dari surat-surat permohonan yang masuk. Sampai kini jumlah yang masuk ratusan, sehingga sampai bulan Desember mendatang, pemohon yang akan ditest sudah penuh. Padahal testing diadakan tiap hari Sabtu, jumlahnya rata-rata 25 sampai 30 peserta, baik penyanyi solo, group maupun bandnya.

Ini berarti sudah tersedia sekitar 700 pemohon yang siap ditest. Tetapi celakanya, berdasarkan pengalaman, dari begitu ba­nyak pemohon hanya sedikit yang memenuhi syarat. Rata-rata setiap Sabtu hanya dua atau tiga orang saja yang lulus.

“Mereka ini kebanyakan hanya menjadi korban tetangga saja!”  komentar Johny Herman dari Badan Perencanaan Siaran bidang musik. Menurut pengamatannya, para pemohon itu mengajukan lamaran hanya karena desakan kawan atau tetangganya. Padahal umumnya tidak mampunyai pengetahuan dasar musik sama sekali.

“Payah, kebanyakan hanya coba-coba," kata Soewanto Soewandi, salah seorang anggota juri testing. Dewan Juri ini terdiri atas Soewanto, Johny Herman, Iskandar, Isbandi, Piew dan Syafel Embut.

“Banyak di antara mereka berusaha mempengaruhi saya dengan berbagai cara. Menyogok dengan uang, merayu atau merajuk sampai menitikan air mata, tetapi saya toh tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab pernilaian ini didasarkan vo­ting para juri," kata Johny Herman yang mengetuai tim juri tersebut. ***

(Bersambung)

Tulisan sebelumnya: TVRI Jadul [1] Merekam Acara Telerama di Studio II

***

Keterangan: Laporan ditulis oleh penulis dan Jimmy S.Harianto, dimuat di Harian Kompas, 8 Agustus 1978.