Keberadaan Tuhan [5] Di Mana Tuhan Berada?

Logika saja tidak akan bisa membuat manusia berhenti bertuhan. Mirip dengan manusia modern yang masih terus makan banyak karbohidrat, padahal mereka sudah jarang bergerak.

Minggu, 30 Juni 2019 | 19:18 WIB
0
468
Keberadaan Tuhan [5]  Di Mana Tuhan Berada?
Ilustrasi (Foto: Kesaksian.ord)

Sebuah kebetulan yang baik memudahkan saya menulis bagian penutup seri tulisan tentang keberadaan Tuhan ini. Admin grup dialog Katholik-Islam, entah siapa namanya dan apa agamanya, membuat tulisan panjang untuk meluruskan 2 tulisan saya yang pertama. Ia mengatakan saya keliru, dan seterusnya.

Kekeliruan saya, menurut dia, karena saya mengabaikan hal-hal yang abstrak, yang tidak bisa diukur dengan sains apapun. Maksud dia memang ada hal-hal abstrak yang memang tidak akan pernah bisa dideteksi dengan metode sains. Ia kemudian membahas agak detil soal cinta, yang sempat saya singgung di tulisan pertama.

Pada titik ini, dia dan saya sepakat, bahwa Tuhan memang tidak wujud dalam realitas fisik. Itu sebuah kesepakatan penting.

Lalu kita bisa bahas soal subjek non fisik. Misalnya cinta. Adakah cinta? Apa itu cinta? Kalau kita tanya pada manusia soal apa itu cinta, kita mungkin akan menemukan lebih dari 5.000 definisi cinta. Persis sama dengan adanya lebih dari 5.000 Tuhan yang disembah manusia.

Ringkas kata, manusia tidak akan pernah bisa sepakat soal apa itu cinta. Ini sama dengan hal-hal lain, seperti tanggung jawab, keadilan, dan sebagainya.

Di mana semua itu berasal?

Dalam kesadaran manusia. Ilmuwan masih belum bersepakat bulat soal kesadaran manusia. Sebagian besar ilmuwan menyimpulkan bahwa kesadaran manusia hanya dari dalam tubuhnya saja, khususnya di otak. Tapi ada sebagian kecil yang membuka peluang adanya keterkaitan antara kesadaran manusia dengan alam semesta, meski bukti-bukti ilmiahnya masih sangat minim.

Tuhan wujud, hadir, exist dalam kesadaran manusia (baca: homo sapiens) sejak manusia mengalami revolusi kognitif. Kesadaran itu terus berkembang seiring berkembangnya pengetahuan manusia. Tuhan mula-mula adalah sosok-sosok penunggu pohon besar, batu besar, gunung, dan sungai.

Baca Juga: Keberadaan Tuhan [1] Definisi Keberadaan

Ketika manusia mulai mengamati langit, Tuhan adalah dewa-dewa yang bersemayam di langit. Lalu Tuhan menjadi semakin besar dan abstrak. Ketika manusia mulai menyadari luasnya bumi, mereka menggambarkan Tuhan sebagai sesuatu yang maha besar, maha hebat, yang sanggup menciptakan segala yang hebat-hebat.

Sains secara perlahan menjelaskan hal-hal yang dulu dianggap sebagai tanda Tuhan. Batu besar yang dulu diyakini ditunggui oleh Tuhan, ternyata kini bisa dipecahkan dengan mudah. Penyakit yang dulu dianggap sebagai wujud murka Tuhan kini bisa disembuhkan. Gunung meletus atau gempa yang dulu diduga sebagai wujud murka Tuhan, kini sudah diketahui mekanismenya.

Banyak orang lalu menganggap Tuhan itu hanya dongeng saja. Tapi tidak semua. Sangat sulit menghilangkan Tuhan dari kesadaran manusia. Kesadaran manusia tentang Tuhan terbentuk di bagian yang sangat fundamental, boleh jadi sifatnya genetik. Selama tidak ada perubahan gen, mungkin manusia tidak akan berhenti bertuhan.

Logika saja tidak akan bisa membuat manusia berhenti bertuhan. Mirip dengan manusia modern yang masih terus makan banyak karbohidrat, padahal mereka sudah jarang bergerak. Itu dorongan yang terinstal dalam otak manusia.

***

Tulisan sebelumnya: Keberadaan Tuhan [4] Keterbatasan Akal