Meskipun SEN atau PLTN generasi IV sudah jauh lebh aman, tetap harus menempatkan aspek keselamatan para pekerja dan masyarakat di sekitar pada prioritas tertinggi.
Riset yang sudah diselesaikan oleh Batan, meliputi uji tapak dan uji akseptabilitas. Uji tapak adalah serangkaian pengujian dari berbagai aspek mengenai tingkat keamanan untuk dibangunnya PLTN di satu tempat.
Menurut mantan Kepala Bidang Produksi Bahan Bakar Nuklir Reaktor Riset Batan, Fathurrahman yang terlibat dalam riset PLTN, uji tapak di Semenanjung Muria, Jawa Tengah selesai tahun 2006 dan uji tapak di Bangka Barat dan Bangka Selatan, Bangka-Belitung, selesai pada tahun 2013. Dalam uji tapak yang melibatkan Surveyor Indonesia tersebut, ada 28 aspek yang dianalisis.
Sedangkan uji aksetabilitas masyarakat, kata Menristek Dikti, per tahun 2016 tingkat penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN sudah mencapai 75%. Masih perlu sosialisasi yang intensif untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat sehingga pembangunan PLTN bisa dieksekusi.
Dua variabel, yaitu akseptabilitas masyarakat terhadap pembangunan PLTN yang baru 75% dan masih mungkin mengalami volatilitas (turun naik), dan perbedaan tingkat keekonomisan antara biaya investasi dan harga jual listrik PLTN dengan harga jual listrik konvensional, bagi pemerintah menjadi persoalan politis.
Pertama, karena kurangnya referensi masyarakat mengenai PLTN sehingga persepsi tentang PLTN kurang up dated, menjadikan isu pembangunan PLTN menjadi isu sensitif. Pada akhirnya, jika tidak dikelola dengan tepat, isu sensitif itu akan bertransformasi menjadi persoalan akseptabilitas terhadap pemerintah yang sedang in charge. Sekali lagi, kata nuklir dalam PLTN bagi sebagian masyarakat Indonesia, adalah kata ‘nuklir’ masih berkonotasi ‘seram dan mematikan’.
Kedua, disparitas biaya investasi dan harga jual listrik, di mana PLTN jauh lebih ekonomis, juga berpotensi menjadi persoalan politis. Bagaimanapun, ada banyak pihak yang telah menanamkan modal, menghabiskan waktu dan tenaga dalam membangun pembangkit-pembangkit berbahan bakar konvensional.
Pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan tambahan pasokan listrik, tentunya harus menjamin keamanan investasi mereka. Ada banyak orang yang menggantungkan harapan ekonominya terhadap pembangunan pembangkit listrik konvensional.
Teknologi PLTN
Dalam perkembangannya, sejak pertama kali PLTN dibangun tahun 1950an sampai tahun 2040 mendatang, dibagi dalam empat generasi. Generasi pertama dibangun antara tahun 1950an sampai 1960an. Pembangunan PLTN generasi I untuk membuktikan bahwa energi nuklir bisa digunakan untuk tujuan damai.
PLTN generasi pertama antara lain tipe Shippingport (tipe PWR), Dresden (tipe BWR), Fermi I (tipe FBR) dan Magnox (tipe GCR). Hampir seluruh PLTN generasi pertama ini sudah ditutup pada tahun 1980an dan 1990an.
PLTN generasi II dibangun pada tahun 1970an dan mulai mengedepankan aspek komersial. Beberapa PLTN generasi ini masih beroperasi. PLTN generasi III, dibangun pada akhir dekade 1990, dengan pengembangan signifikan pada aspek keamanan, dampak terhadap lingkungan, dan keekonomisan. PLTN yang risetnya sudah dilakukan oleh Batan, termasuk PLTN generasi III. Menurut Fathurrahman Fagi, PLTN yang diproyeksikan akan dibangun di Muria Jawa Tengah dan di Bangka, menggunakan bahan bakar Uranium 235.
PLTN rancangan Batan ini akan menggunakan teknologi HTGR (High Temperature Gas-cooled Reactor) yang memakai gas Helium sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, mampu menghasilkan panas hingga 950 derajat Celcius. PLTN generasi III dan III+ akan terus dikembangkan hingga tahun 2030.
Teknologi HTGR sudah masuk PLTN generasi III+ hasil riset yang dilakukan oleh Perancis dan Jerman, kemudian dikembangkan oleh China. PLTN yang dikembangkan sudah dilengkapi dengan sistem pengamanan otomatis yang canggih. Jika sensor menangkap adanya guncangan pada tingkat tertentu, maka sistem pengaman akan bekerja otomatis mematikan semua peralatan, dan menutup bagian-bagian yang sensitif hingga empat lapis. Sehingga, teknologi ini sangat cocok diterapkan di negara-negara yang sering dilanda gempa seperti Indonesia.
PLTN berteknologi HTGR ini juga terbukti ekonomis. Di Jepang, biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kwh listrik dengan PLTN HTGR sekitar 4,1 Yen. Sementara biaya untuk 1 kwh listri dengan reaktor air ringan, sekitar 5,3 Yen. Ada selisih sekitar 1,2 Yen.
PLTN genersi IV, bukan hanya sebagai pembangkit listrik, tapi juga penghasil panas untuk industri pemrosesan. PLTN generasi IV tidak lagi disebut sebagai PLTN, tapi Sisten Energi Nuklir (SEN). Enam tipe reaktor daya generasi IV yaitu Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-cooled Fast Reactor (SFR), Gas-cooled Fast Reactor (GFR), Liquid metal cooled Fast Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR), dan Super Critical Water-cooled Reactor (SCWR). PLTN generasi IV akan dikembangkan mulai tahun 2030 sampai 2040.
PLTN generasi IV sudah menggunakan bahan bakar cair, antara lain Thorium cair. Hal yang menggembirakan, Indonesia memiliki deposit Thorium yang melimpah, sekitar 117 ribu ton. Thorium jumlah itu bisa mengerakkan 117 Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) berkapasitas 1 GWe selama 1000 tahun.
Di Bangka Belitung terdapat tambang monasit dengan deposit 1,5 miliar ton yang mengandung Thorium 0,26% sampai 14,9%. Sebagian terdapat di permukaan tanah yang merupakan produk sampingan atau slag tambang timah. Batan bersama PT Timah Tbk. sudah melakukan kerja sama untuk memanfaatkan monasit di sana.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) untuk Pokja Energi, Zulnahar Usman pernah mengemukakan, kemungkinan Indonesia akan memilih membangun PLTN atau SEN generasi IV yang lebih aman, dan tidak menggunakan Uranium, tapi Thorium yang sumber bahan bakunya terdapat di Indonesia. Meskipun SEN atau PLTN generasi IV sudah jauh lebh aman, tetap harus menempatkan aspek keselamatan para pekerja dan masyarakat di sekitar pada prioritas tertinggi.
***
Tulisan sebelumnya: Nuklir Energi Masa Depan [1] Pembangkit Listrik yang Efisien dan Aman
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews