Buruh Tani Kebun Menggugat Menteri Pertanian

Bagi petani dan buruh tani yang terpenting berapapun hasil panennya ada yang beli sesuai grade dan diatas biaya produksinya alangkah lebih baik di subsidi harga belinya.

Sabtu, 13 Februari 2021 | 07:22 WIB
0
290
Buruh Tani Kebun Menggugat Menteri Pertanian
Nenas Subang (Foto: kumparan.com)

Bersama ini perkenalkan saya buruh tani di kebun aneka buah-buahan di desa Cimayasari Subang Jabar, entah harus ikut bangga, senang dan tersanjung setelah membaca berita di media online Kementan meluncurkan berbagai proyek program seperti food estate, seribu kampung hortikultura dan Gedor Horti dan aduhainya jargon-jargon dan retorikonya akan-akan dan akan mensejahterakan petani dan buruh tani, namun kenapa programnya hanya ditebar di daerah-daerah tertentu di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Jawa ?

Sedang di pelosok-pelosok negeri kita yang subur jibar jibur betebaran jutaan petani dan buruh tani kehidupannya semakin terpuruk dan di setiap jengkal pekarangannya bisa dikatakan memiliki tanaman hortikultura dan sebagian besar bibit / benihnya didapat pembagian gratis sedari jaman Orba hingga tahun 2020 terutama dari Dinas Pertanian tingkat Kabupaten hingga Pusat, Instansi pemerintah lainnya, BUMN, Parpol dan lainnya. Pula betebaran perkebunan horti milik pribadi. Tentu petani dan buruh tani, apalagi pemilik perkebunannya bermimpi memetik hasil dibudidayanya berupa keuntungan.

Bapak Mentan dan jajaranya, saya ingin bertanya?

1. Sudah kah memiliki data-data ragam bibit dan benih bermutu dan unggul yang telah dibagikan ke bergai kelompok tani dan kelompok-kelompok lainnya dari dinas Pertanian pusat hingga Kabupaten per tahun / anggaran ?

2. Sudah kah memiliki data-data berupa populasi ragam tanaman buah-buahan yang produktif di setiap jengkal pekarangan milik warga dan perkebunan pribadi, berupa ragam varietasnya, asal bibit / benih dan umurnya. Demikian pula data-data budidaya palawijanya, seperti jenis palawija apa saja yang sedang dan akan dibudidayakannya dalam cakupan satu Desa / Kecamata ?

Baik bila sudah memiliki, saya tanya lagi berapa populasi pohon dan ragam jenis rambutan di sekitar di kampung Ciistal-Cigancang desa Cimasayari Kec. Cipeundeuy Subang yang terkenal sentra produksi rambutan ?

Kini (2021) sedang panen raya namun nasibnya seperti produk horti lainnya, harga jual ditingkat petani sangat murah bahkan tidak laku yang berujung ratusan pohon rambutan produktif ditebang dijadikan kayu bakar.

Permasalahanya bukan karena asal bibit tidak unggul, tidak bisa meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, tidak ada pendampingan namun sudah masa bodoh tersebab produknya tidak ada nilainya sama sekali.

Puluhan tahun saya berkecipung di dunia hortikultura hingga kini (2021) sedang dipercaya mengelola lahan buah-buahan seluas 6 HA dan memiliki 256 pohon rambutan jenis Lebak, Binjai dan Rafiah berumur 18 tahun kini sedang petik pula terkena imbas harga begitu murahnya untuk ongkos petik tekor, Bapak mau beli dengan harga Rp.15.000/Kg bila > 1 Ton saya siap antar gratis ke Kementan.

Puluhan tahun pula saya bermimpi bahkan mungkin mimpi para petani dan buruh tani horti seantara negeri, bila ingin benar-benar mensejahterkannya tiada jalan lain negara harus hadir menyiapkan tempat penyimpanan berpendingin (Cold Strorage) tenaga surya / PLN dan 1 unit genset cadangan pula SDMnya beserta aplikasinya.

Sedang besaran kapasitasnya sesuai data-data tanaman hortinya dan ditempatkan disetiap Kelurahan / Kecamatan, perannya: menerima, membeli dan menyimpan sementara berapapun hasil produk horti baik dari kelompok maupun perorangan, menentukan harga beli sesuai jenis dan gradenya serta memasarkan produk grade 2 dan 3 di pasar lokal, melayani bakul-bakul keliling. Sedang grade 1 dan 2 di pasok ke pasar-pasar induk antar kota, provinsi bahkan antar pulau, semua aktivitas dan transaksi berbasis aplikasi.

Baca Juga: Indonesia Minim Petani Muda

Demikian, sekali lagi ketersediaan tempat penyimpanan berpendingin solusi paling tepat menjawab kelemahan produk hortikultura yakni pada daya simpan rendah, volume petik buah dalam satu pohon / panen sayur di satu hamparan tidak serempak, populasi tanaman beragam, cepat rusak / busuk dan sekaligus pengendali harga dan pengatur pasokan ke berbagai tempat dan wilayah.

Bagi petani dan buruh tani yang terpenting berapapun hasil panennya ada yang beli sesuai grade dan diatas biaya produksinya alangkah lebih baik di subsidi harga belinya, dampaknya dahsyat meningkatkan semangat meningkatkan produksifitas, kualitas dan kuantitasnya tanpa perlu Kementan bersuyah payah membuat perbagai program proyek selagi disusui anggaran melimpah ruah kelihatan berhasil, setelah itu? Sontoloyo!

***