Berita bohong atau hoax laksana jamur di tahun 2018 kemarin. Selain bertumbuh secara masif juga menggerogoti akal sehat untuk menganalisis suatu informasi yang datang. Hoax yang terus menyebar di awal tahun ini mengindikasi kemandekan pola pikir masyarakat bangsa ini dalam mencerna informasi.
Kecanggihan teknologi informasi tidak diiringi dengan kemajuan cara berpikir penggunanya menciptakan berita-berita yang tidak kredibel tercerna, parahnya lagi budaya membicarakan tetangga kini bermetaformosis menjadi kebiasaan menshare atau membagikan informasi hoax. Gampangnya sih smartphone nggak diikuti kecerdasaan penggunanya.
Ketika smartphone kini memiliki kecepatan mengolah data hingga 4 GB, seharus begitu juga dengan otak para penggunanya. Sehingga dah selayaknya #2019 upgrade akal, guna meningkatkan kemampuan mencerna informasi dari kecepatan informasi sosial media.
Jika sebelumnya, informasi yang menstimulus syaraf otak terbatas oleh waktu – kecepatan surat kabar terbatas, program berita televisi terbatas, dan ruang – hanya orang-orang kantoran yang bisa mengikuti update berita online, Intelektualitas – hanya orang terpelajar yang mendapatkan update dan mencari informasi melalui berbagai platform.
Tapi kini informasi yang menstimulus syaraf otak bak banjir bandang yang menerjang apa saja. Setiap detik informasi bisa diakses melalui situs-situs media online yang ada di smartphone. Bahkan kecenderungan baru masyarakat mendapatkan informasi malah dari medsos yang tidak ada prosedur untuk mengklarifikasi informasi yang masuk.
Parahnya lagi saat ini media mainstream seperti tidak berdaya melawan media sosial. Kemampuan analisis para jurnalis pun kini terpecah. Jika sebelumnya dipergunakan untuk membedah isu-isu dan menganalisis informasi, prediksi untuk masa yang akan datang kini lebih banyak sibuk mengklarifikasi informasi yang viral di media sosial.
Salah nggak sih? Yah nggak salah juga sih, karena memang tugas jurnalis untuk mengkonfirmasi apakah sebuah informasi benar atau hoax (boro-boro bicarakan akurat – Ada peristiwa tapi kurang tepat, tapi memastikan ada peristiwanya apa tidak).
Nyok kita mulai #2019 Upgrade Akal
Melihat perkembangan hoax yang tersebar di tahun 2018 kemarin, sebenarnya masyarakat sudah paham dan gamblang terkait berita bohong. Apalagi beberapa orang yang menyebarkan dan memproduksi hoax tersebut telah ditangkap dan kini berurusan diranah hukum. Tak sedikit yang menangis dan menyesali perbuatan fitnahnya, bahkan memohon ampunan agar tidak dituntut hukum.
Artinya masyarakat sudah tahu tentang hoax atau berita bohong. Permasalahannya mau atau tidak masyarakat menggunakan akal sehatnya untuk mengolah informasi yang masuk. Caranya bagaimana sih untuk masyarakat yang terbatas dengan akses.
Upgrade akal sehat untuk menganalisis sebuah informasi ternyata gampang kok, dan itu dapat dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai golongan masyarakat, diantaranya:
Pertama, Informasi yang masuk sebaiknya diamkan saja terlebih dahulu muncul di beranda-beranda facebook, atau broadcast Whatsapp, cuitan di Twiter, maupun di Instagram yang umum menjadi platform media sosial yang digunakan masyarakat di Indonesia. Klik stop atau lanjutkan!
Kedua, setelah menahan jempol untuk menshare atau menyebarkan ulang content informasi yang masuk, sebaiknya masyarakat awam mulai menganalisis sumber informasi tersebut. Ketika sumber tersebut dari bukan dari media nasional yang memiliki struktur editing sebuah berita, maka mulai abaikan. Contoh : berasal dari domain blogspot, atau domain gratisan lainnya.
Informasi yang berasal dari domain gratisan atau berbagi bagi banyak orang tentunya tidak memiliki legalitas penerbitan, ditambah dengan tidak adanya struktur redaksi dari orang-orang yang bertanggung jawab dari suatu penyebaran informasi. Klik stop atau lanjutkan!
Ketiga, langkah selanjutnya dalam mencerna informasi adalah isi dari content tersebut. Pada fase ini mulai menggunakan akal yang lebih kompleks. Namun bagi masyarakat awam dapat menganalisis melalui judul tulisannya. Jika penulisan judul memiliki unsur bombatis apalagi provokasi maka sudah sepatutnya tidak dilanjutkan. Klik stop!
Keempat, merupakan langkah yang memiliki kemampuan analisis diatas rata-rata masyarakat umum. Pada tahapan ini biasanya dimiliki oleh orang yang terbiasa menganalisa informasi secara menyeluruh. Seluruh tulisan dibaca kemudian dianalisis sesuai dengan ilmu pengatahuan yang dimilikinya.
Ketika informasi atau tulisan tidak memiliki kaidah-kaidah intelektual atau berseberangan dengan pengetahuan yang kredibel tentunya orang tersebut langsung memahami bahwa tulisan atau informasi tersebut hoax. Disini bisa stop atau lanjutkan!
Kelima, langkah terakhir ini memenuhi sebagian kecil dari masyarakat Indonesia. Karena pada tahapan ini telah berisi orang-orang yang memiliki kemampuan atau kredibilitas pengetahuan dan akses kepada sumber yang kompeten, sehingga setara bahkan diatas orang-orang pembuat hoax.
Pada tahapan ini mereka mencerna setiap tulisan atau informasi secara mendalam, hal tersebut bertujuan untuk memberikan bantahan atau sekedar mengklarifikasi kebohongan yang disebarkan, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap isu yang diangkat dari hoax tersebut.
Kongkritnya dong!
Oke, kita ambil isu yang viral di tahun 2018 dan awal 2019. Isu yang viral adalah terkait dengan membanjirnya puluhan juta TKA asal China yang masuk ke Indonesia. Ketika kita menggunakan langkah-langkah diatas untuk menganalisisnya.
Ketika tahap satu dan tiga terlewati maka akan masuk pada fase keempat yang menganalisa isu puluhan juta orang asing masuk ke Indonesia. Analisis yang bakal muncul adalah pertanyaan apakah pemerintah tidak tahu? Sementara seluruh orang asing yang masuk harus memiliki paspor dan visa yang didata pemerintah.
Oke ketika menganggap ada permainan pemerintah atau anggap illegal, mungkinkah bisa meloloskan hingga puluhan juta. Transportasi apa yang bisa mengangkut hingga puluhan juta TKA, ketika pesawat memiliki kapasitas 200-300 maka dibutuhkan waktu 137 tahun lebih untuk menghadirkan TKA sebanyak 10 juta. Itulah yang dimaksud menggunakan akal untuk menganalisis karena tidak mungkin maka terbantahkan dan masuk dalam informasi hoax.
Serunya lagi, diawal tahun 2019, hoax teranyar adalah informasi 7 kontainer surat suara yang telah dicoblos oleh pasangan Jokowi. Parahnya lagi informasi ini dicuitkan oleh elit politik Sekjen Partai Demokrat, Andi Arif yang minta KPU mengecek, nggak ada masalah jika KPU harus mengecek kebenaran informasi tersebut.
Analisisnya, tentunya dengan informasi yang disampaikan oleh siapa? Ketika hoax dimunculkan dari orang yang memiliki kompetensi, maka akal sehatnya kedudukan sebagai elit politik tentu memiliki akses kepada orang-orang yang duduk di jajaran KPU.
Tinggal telepon tanyakan kebenaran informasi tersebut, dan kapan kertas suara telah dicetak? - Yah layaknya wartawan yang berusaha mencerdaskan masyarakat. Sayangnya daya analisis seperti itu tidak dilakukan elit dan cenderung memprovokasi masyarakat.
Parahnya lagi, dalam cuitan Ustad Tengku Zulkarnaen informasi ditulis dengan provokatif dengan menambahkan surat suara telah dicoblos oleh pasangan nomor urut 01. Come on, stop membodohi masyarakat, gunakan pengetahuan akal dan jaringan yang dimiliki untuk mengklarifikasi kebenaran informasi bukan memprovokasi untuk membodohi masyarakat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews