Politisasi Surga, Politisasi Neraka

Kita juga tak gampang ditipu oleh para pemuka agama untuk kepentingan ekonomi mereka. Kita jadi manusia yang mampu berpikir kritis dan mandiri.

Rabu, 5 Juni 2019 | 13:24 WIB
0
314
Politisasi Surga, Politisasi Neraka
Ilustrasi bidadari (Foto: Rumahfilsafat.com)

Katanya, surga itu indah. Semua yang kita inginkan akan kita dapatkan. Tak ada derita dan sakit di sana. Katanya juga, surga dapat diraih, setelah orang meninggal, dan ia telah mengisi hidupnya dengan kebaikan.

Katanya, neraka itu mengerikan. Isinya penderitaan. Orang dibakar selamanya, karena ia telah berbuat banyak kejahatan dalam hidup. Neraka, sama seperti surga, dialami, setelah orang meninggal.

Itu semua “katanya”. Sampai detik ini, tidak ada satupun bukti nyata tentang keberadaan surga ataupun neraka.

Namun, di Indonesia, karena mutu pendidikan yang amat rendah, banyak orang percaya buta terhadap hal-hal yang tak pasti. Mereka pun percaya, jika mereka mengikuti perintah orang-orang tertentu, maka mereka akan masuk surga, dan terhindar dari neraka.

Politisasi

Mental gampang percaya semacam ini dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya kepentingan busuk. Sejak 2016 lalu, politik Indonesia dipenuhi dengan kepentingan sempit yang menggunakan agama.

Surga dan neraka dimainkan untuk menciptakan massa yang hendak membuat kerusuhan. Membuat rusuh, bersikap diskriminatif dan kejam terhadap orang yang berbeda dianggap sebagai perbuatan baik yang akan mengantarkan orang ke surga.

Mental percaya buta juga mudah ditipu untuk kepentingan ekonomi. Surga dijadikan bisnis jualan oleh para pemuka agama busuk, sehingga mereka menjadi amat kaya, walaupun banyak umatnya tetap hidup dalam kemiskinan.

Neraka dijadikan alat untuk menakuti orang, sehingga mereka jadi takut untuk berpikir kritis dan mandiri.

Agama, surga dan neraka lalu menjadi barang dagangan yang menguntungkan di masyarakat yang miskin akal sehat dan naif.

Terlebih, orang yang tergila-gila pada surga dan neraka akan lupa, bahwa dunia ini juga penting untuk dirawat. Dunia memang bukan surga, dan tak seburuk neraka. Namun, ia tetap perlu dikembangkan untuk kebaikan semua mahluk hidup.  

Menafsir Ulang

Surga dan neraka setelah kematian itu tak pasti. Yang pasti adalah kita hidup di dunia ini. Maka, pemahaman tentang surga dan neraka pun harus ditafsir ulang. Surga adalah keadaan, di mana kedamaian dan kebahagiaan menjadi milik bersama. Ia tak terjadi setelah kematian, melainkan di sini dan saat ini dalam hubungan dengan orang lain, dan semua mahluk hidup.

Baca Juga: Ulama di Antara Hawa Surga dan Neraka di Indonesia

Neraka pun juga sama. Ia adalah keadaan yang penuh konflik dan penderitaan. Ia tak terjadi setelah kematian, melainkan disini dan saat ini dalam hubungan dengan orang lain, dan semua mahluk. Ketika orang dipenuhi kemarahan, iri hati, kebencian dan dendam, maka ia sudah berada di neraka, walaupun ia masih hidup.

Ini adalah tafsiran yang lebih sesuai dengan akal sehat. Kita tak perlu percaya pada hal-hal yang tak pasti. Kita hanya perlu melihat keadaan hidup kita sekarang ini.

Dengan berbuat baik untuk diri sendiri dan orang lain, hati kita dipenuhi kedamaian dan kebahagiaan. Kita pun sudah berada di surga. Sebaliknya, ketika kita membuat orang lain ataupun mahluk hidup lain menderita, hati kita dipenuhi kecemasan, ketakutan dan penyesalan. Kita sudah berada di neraka.

Dengan pemahaman ini, kita tak gampang ditipu oleh orang-orang dengan kepentingan busuk. Kita tak bisa dijadikan alat politik untuk melakukan diskriminasi ataupun kerusuhan. Kita juga tak gampang ditipu oleh para pemuka agama untuk kepentingan ekonomi mereka. Kita jadi manusia yang mampu berpikir kritis dan mandiri.

Tunggu apa lagi?  

***