Saya yakin, Kompasiana banyak melahirkan penulis jempolan. Konon, jumlah penulis di Kompasiana saat ini mencapai 400.000.
Sebelum melahirkan Kompasiana 11 tahun lalu di mana peluncuran perdananya terjadi pada 22 Oktober 2008, saya belum berhasil menulis satu buku pun. Setelah Kompasiana.com lahir, sampai saat ini setidaknya saya menulis 5 buah buku, dan puluhan buku yang saya edit. Ratusan artikel pun sudah saya tulis. Kompasiana menjadi perangsang tersendiri.
Menjadi editor buku sudah tak terbilang, tetapi yang berkesan tetaplah "pentalogi" SBY dan Istananya, tulisan Wisnu Nugroho di Kompasiana yang saya bukukan, diterbitkan Penerbit Buku Kompas dan sempat menjadi best seller.
Inu, panggilan Wisnu Nugroho yang kini Pemred Kompascom, semula tidak yakin kalau tulisannya yang terserak di Kompasiana itu bisa dijadikan buku. Sering ditolak cewek pada masa lalu menjadi bekal saya untuk meyakinkan bahwa tulisan Inu bisa dibukukan. Pasang wajah ndableg dan yakinkan seperti saya meyakinkan mantan terindah bahwa saya bisa melakukannya!
Inu pun luluh. Dalam hati, saya teringat ucapan pemain Persib Robby Darwis kala meminta bola kepada kawannya untuk dia eksekusi, "Halik ku aing!" (sini sama gua aja!) saat Inu mengungkapkan keraguannya. Saya cuma bilang, "Yang penting sudah ada izin, biar saya saja yang melakukannya!"
Singkat cerita, buku "pentalogi"(5 bagian) SBY itupun jadilah, di mana satu buku terakhir lebih menyorot Jusuf Kalla dan relasinya dengan SBY. Inu tentu saja senang, apalagi bukunya masuk jajaran best seller khusus untuk "Pak Beye dan Istananya", saya sebagai editornya ikut seneng karena kecipratan royalti 3 persen (Inu sebagai penulisnya 7 persen) yang lumayan, rezeki nomplok namanya hahaha....
Setelah itu saya menjadi editor puluhan buku yang ditulis para Kompasianer, sehingga pantas tercatat MURI sebagai rekor editor buku terbanyak dalam rentang waktu setahun itu. Semua karena Kompasiana.
Saya yakin, Kompasiana banyak melahirkan penulis jempolan. Konon, jumlah penulis di Kompasiana saat ini mencapai 400.000. Tentu tidak semuanya menulis. Tetapi jumlah sebanyak itu sudah sangat amazing grass of home (itu the green green grass of home benernya).
Saya harus berterima kasih kepada Kompasiana, sebab nama saya selalu melekat padanya. Mencari katakunci nama saya di Google pastilah ketemunya Kompasiana lagi. Tetapi sejujurnya, setelah pensiun dari Kompas pun saya dikenal bukan sebagai mantan jurnalis Kompas, melainkan sebagai pendiri Kompasiana. Apa boleh buat!
Nomenklatur ini membawa berkah luar biasa bagi saya khususnya dari sisi rezeki. Sementara orang mengundang saya sebagai pembicara, penulis, atau narasumber karena nama Kompasiana itu. Dari sisi saya, sulit juga melepas personal branding saya sebagai pendiri Kompasiana, meski saya sudah punya media serupa (tapi tak sama) dan juga sedikit saham di aplikasi mobile learning. Ga ngaruh juga rupanya.
Saya akhirnya berpikir, tidak harus dihapus nomenklatur ini, salah-salah dianggap menolak rezeki, 'kan menjadi tidak baik kenanya. Biarkanlah begitu apa adanya, seperti rambutmu yang terurai kena tiupan angin senja, tak perlu ditutup dulu...
Selain mengucapkan "Dirgahayu" (minjem istilah Nurul Uyuy, COO Kompasiana sekarang), pada hari ultahnya yang ke-11, saya cuma mau bilang pendek saja, "Terima kasih, Kompasiana!"
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [15] Eksplorasi Kata Itu Batasnya Langit
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews