Bagaimanapun, perpustakaan adalah institusi peradaban, jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan nanti.
Dalam diskursus tentang literasi, media maupun masyarakat lebih terbiasa menggunakan terminologi ‘minat baca’ untuk daripada ‘kegemaran membaca’. Padahal, ‘minat’ itu baru berupa potensi atau kecenderungan. Sementara ‘kegemaran’ merupakan sifat yang melekat pada seseorang.
Sehingga, istilah yang benar untuk menggambarkan sikap seseorang atau masyarakat terhadap bahan bacaan adalah ‘kegemaran membaca’ yang hasil akhirnya berupa ‘budaya membaca’.
Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, ketika membaca sudah menjadi budaya dari satu masyarakat, variabel, parameter, dan persepsinya jelas, bisa dikonversi ke dalam angka-angka. Budaya membaca masyarakat Indonesia sebenarnya relatif tinggi, hanya saja jumlah dan penyebaran bahan bacaan yang ada saat ini belum ideal.
Persoalan ini tidak terlepas dari wilayah Indonesia yang berupa kepulauan, serta infrastruktur jalan raya di banyak daerah yang belum memadai.
Mengacu pada standar internasional mengenai jumlah buku yang dibaca seseorang dalam setahun, adalah tiga buku per tahun. Sementara di Indonesia, satu buku ditunggu oleh 1000 orang. Indonesia sangat kekurangan buku-buku umum yang terkait perluasan pemahanan, di luar buku paket sekolah.
Di Amerika Serikat, setiap orang rata-rata membaca 26 buku per tahun. Di Eropa, antara 15 sampai 20 buku, di Asia Timur dan Singapura lebih dari 15 buku.
Atas dasar itu, Presiden Joko Widodo menetapkan, membaca sebagai urusan wajib non dasar. Kebijakan itu menunjukkan, pemerintah menganggap bahwa ‘membaca’ adalah kegiatan wajib bagi masyarakat, dan pemerintah wajib menyediakan sarana serta prasarananya. Implementasinya, setiap kota atau daerah harus memiliki perpustakaan, masyarakatnya didorong untuk menghasilkan karya tulis tentang segala sesuatu yang menjadi identitas budaya dan daerahnya.
Selain jumlah buku dan penyebarannya yang belum ideal, rendahnya budaya membaca masyarakat Indonesia juga disebabkan kesesuaian antara jenis bahan yang dibutuhkan oleh masyarakat di satu daerah, dengan buku-buku atau bahan bacaan yang tersedia. Sehingga, konsep perpustakaan harus seperti markerplace atau Rumah Makan Padang, semua ada.Itu sangat penting.
Bagaimanapun, perpustakaan adalah institusi peradaban, jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan nanti.
***
Tulisan sebelumnya: Perpustakaan Nasional RI [2] Menolak Hasil Riset CCSU
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews