Perpustakaan Nasional RI [2] Menolak Hasil Riset CCSU

Ketersediaan bahan bacaan baru di perpustakaan harus selalu terjaga, agar semangat membaca tidak terputus.

Jumat, 2 Agustus 2019 | 07:20 WIB
0
459
Perpustakaan Nasional RI  [2] Menolak Hasil Riset CCSU
Saya mewawancarai kepala Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando (Foto: Riki Kurniadi)

Selama ini di Indonesia narasi-narasi mengenai literasi lebih populer yang bernada minor, misalnya, ‘minat baca’ masyarakat Indonesia menempati posisi ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Hasil riset Central Connecticut State University, Amerika Serikat tahun 2015 itu selalu diungkap ketika membahas literasi.

Kemudian banyak yang menyebutkan bahwa hasil riset tersebut diadopsi oleh UNESCO, maka di Indonesia, data itu menjadi bench mark yang sering digunakan. Padahal, beberapa negara, termasuk Indonesia dan Hong Kong, menolak data itu karena tidak jelas variabel dan parameter yang digunakan dalam survei. 

Mengenai publikasi tersebut, Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando mengatakan, data tersebut pantas dipertanyakan. Sama seperti sebuah puisi berjudul ‘Tradegi Nol Buku’ yang dibacakan seorang sastrawan senior dalam Rapat Kerja Perpustakaan tahun 2003.

Untuk sampai pada kesimpulan itu, baik variabel, parameter, maupun persepsi yang digunakan dalam survei sangat tidak jelas. Perpustakaan Nasional RI tidak mengakui data tersebut. Data itu tidak menggambarkan budaya membaca masyarakat Indonesia yang sebenarnya.

Siapapun tidak bisa menyimpulkan, budaya membaca di satu tempat rendah atau tinggi, kalau ia belum datang ke tempat itu dan menanyakan kepada masyarakat di sana, bahan bacaan apa yang mereka butuhkan?

Faktanya, hari ini perpustakaan keliling yang menggunakan berbagai jenis kendaraan di berbagai pelosok Indonesia, sangat diminati masyarakat, khususnya anak-anak. Kegemaran mereka membaca buku atau bahan bacaan lainnya sangat tinggi.  

Saat ini, hanya perlu waktu antara 6 sampai 12 bulan di mana buku-buku yang menjadi koleksi baru perpustakaan-perpustakaan di Indonesia, habis dibaca anak-anak dan remaja. Sehingga, ketersediaan bahan bacaan baru di perpustakaan harus selalu terjaga, agar semangat membaca tidak terputus.

***

Tulisan sebelumnya: Perpustakaan Nasional RI [1]: Perpustakaan "Open Access" Terbaik di Dunia