Doktor dan dokter adalah gelar yang maknanya sangat dalam. Maka penting bagi orang yang sudah meraih gelar doktor dan dokter untuk mengamalkan maknanya: mendidik di masyarakat.
Ada dua gelar dalam bahasa Indonesia yang hampir mirip, namun diberikan dalam bidang dan jenjang yang berbeda. Gelar tersebut adalah gelar dokter (dr.) dan gelar doktor (Dr.).
Dokter adalah gelar profesi, yang diberikan pada seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter. Untuk dapat mengikuti pendidikan profesi dokter, seseorang harus mengikuti pendidikan sarjana kedokteran (S1 Kedokteran) terlebih dahulu.
Pendidikan sarjana kedokteran bertujuan untuk mempelajari teori-teori kedokteran, sedangkan pendidikan profesi dokter bertujuan untuk melatih seorang sarjana kedokteran mempraktikkan teori tersebut agar menjadi dokter yang profesional. Seorang dokter dianggap mampu mempraktekkan ilmu-ilmu kedokteran secara profesional untuk menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat.
Doktor adalah gelar akademik tertinggi yang dapat diperoleh seseorang. Doktor adalah gelar akademik jenjang S3 dalam bidang apapun. Seorang yang bergelar doktor dianggap memiliki keahlian mendalam di bidang ilmu tertentu, dibuktikan dengan karya ilmiah berupa disertasi yang mengandung unsur kebaruan (novelty) bagi bidang ilmu tersebut.
Satu hal yang menarik, kedua gelar ini sama-sama berasal dari bahasa Latin, yaitu docere yang berarti 'mengajar'. Pada awalnya gelar doktor merupakan lisensi mengajar (licencia docendi) di bidang teologi Kristen. Ini juga mengapa pendidik di perguruan tinggi disebut dosen, akarnya dari frasa licencia docendi ini.
Sedangkan gelar dokter berawal dari tiga bidang studi doktoral pada masa pertengahan: hukum, kedokteran, dan teologi.
Seorang yang bergelar doktor, artinya orang ini sudah menguasai satu bidang ilmu secara dalam. Kedalaman penguasaan ilmu ini harusnya dimanfaatkan untuk mencerdaskan masyarakat kita. Itu baru namanya doktor yang sebenar-benar doktor, yang melaksanakan pendidikan di masyarakat sebagaimana asal mula gelar doktor.
Tidak harus jadi dosen di perguruan tinggi untuk mendidik. Sekurang-kurangnya, jangan jadi 'doktor mampet', setelah jadi doktor malah tidak punya sumbangsih apapun. Banyak orang yang sudah meraih gelar doktor, menjabat sebagai profesor di perguruan tinggi, namun setelah itu tidak berkontribusi terhadap bidang keilmuannya.
Tidak lagi menyumbangkan pemikiran ilmiah di bidangnya, tidak lagi membuat karya-karya edukatif bagi masyarakat, malah kadang-kadang justru menggunakan gelar doktornya sebagai 'legitimasi' untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian yang meresahkan masyarakat.
Baca Juga: Kamu Pilih Dokter Reisa atau Tante Ernie
Seorang dokter, karena asal kata gelarnya saja 'mengajar', tidak boleh terlalu fokus pada aspek kuratif (pengobatan penyakit) saja. Dokter juga harus fokus pada aspek preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kualitas kesehatan), yang dua aspek ini menjadikan dokter sebagai pendidik masyarakat.
Dokter tidak harus mengajar di FK sebagai dosen, namun sekurang-kurangnya harus bisa mengedukasi pasien-pasiennya akan penyakit yang diderita dan menjaga kesehatan, tidak hanya memeriksa dan memberi resep obat saja. Dokter harus bisa mengedukasi masyarakat awam dengan pendekatan-pendekatan tertentu untuk meningkatkan kualitas kesehatan mereka, tidak sekadar menunggu masyarakat mendatangi tempat praktik dokter untuk berobat.
Doktor dan dokter adalah gelar yang maknanya sangat dalam. Maka penting bagi orang yang sudah meraih gelar doktor dan dokter untuk mengamalkan maknanya: mendidik di masyarakat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews