Inilah contoh budaya beragama yang berlandaskan akhlak, bukan beragama merusak budaya, namun pemeluknya tak berakhlak.
Dari semalam saya di Lombok, jalan bersama teman yang kebetulan keturunan suku Sasak. Suku ini adalah suku mayoritas di NTB jumlahnya mencapai 80% dari total populasi yang 4,4 jt. Suku tertua keturunan Majapahit Jawa-Bali ( catatan silsilah salah satu keturunan yang pernah ada).
NTB adalah provinsi 1000 masjid, mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Namun ada keunikan dalam memyikapi keberagamaan. Teman saya tadi adalah muslim taat, anaknya dua orang mondok di Bangil Pasuruan, namun pamannya dari islam masuk agama Budha. Mereka fine fine saja, karena agama adalah pilihan, hidayah kata kita, tapi kita marah kalau ada yang berbeda, terus apa hak kita.
Kampung yang kami lewati di Lombok Utara berpenduduk mayoritas penganut Budha, namun didalam rumah ada anaknya atau orang tuanya yang muslim. Hebatnya setiap anak menginjak dewasa ditawari memilih agamanya, simpel saja, yang mau ke Islam di khitan dan tidak boleh makan daging babi, yang Budha boleh.
Setiap hari keagamaan yang Budha menyembelih babi, tapi tidak pernah kelihatan dan dipamerkan terbuka, alasannya karena ada keluarganya yang haram makan babi, dihari raya ketupat atau syawalan mereka merayakan bersama, semua penganut agama ikut memeriahkannya.
Pemuka masyarakatnya sangat dihormati, ada 3 mangku yang dipilih, yaitu: Mangku, agama dengan sebutan Kiayi, mangku lingkungan disebut mangku Pohon dan mangku adat, saya lupa disebut apa. Pemilihan mangku berdasarkan budi pekerti, jadi akhlak keseharian yang menentukan.
Kawan saya mengibaratkan bila dlm islam, andai ada dua orang yang akan dipilih salah satunya jadi kiayi, yang satu hafal quran, yang satu tidak hafal fatihah, mereka akan melihat akhlak kesehariannya, bila yang hafizd tak baik akhlaknya, mereka akan memilih yang tak hafal fatihah.
Simpel mereka berfikir, ilmumu berlaku kalau baik kelakuanmu, kalau tidak hal itu hanya milikmu, kami tak butuh ilmu dari orang tak berakhlak.
Inilah contoh budaya beragama yang berlandaskan akhlak, bukan beragama merusak budaya, namun pemeluknya tak berakhlak. Teriak berpihak kepada hal yang merusak. Seiman tapi jadi siluman, sampai kapan kita lepas dari dekapan setan.
Ah, semoga ada waktu ke depan saya ikut syawalan, makan ketupat bersama tanpa melihat KTP agamamu apa..
Sayang Jokowi kalah di sana, tapi Sirkuit Mandalika tetap dibangun agar pariwisata makin baik dan kelak mereka akan menerima kebaikan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews