Kalau seorang suami, yang sudah hidup bersama dengan wanita yang menjadi istrinya selama lebih dari 50 tahun, tidak lagi dapat diyakini sebagai pelindung bagi istrinya, terus siapa lagi?
50 Tahun Hidup Bersama Ternyata Bukan Jaminan
Membaca berita mengenai berbagai kasus tindakan kekejaman, yang terjadi diberbagai belahan dunia membuat kita jadi merenung. Ada ayah membunuh anak, sebaliknya ada anak yang membunuh orang tua bahkan tidak jarang ada wanita yang tega menghabisi nyawa darah daging yang dilahirkannya.
Apakah makluk seperti ini yang disebut sebut sebagai: "Makluk paling mulia diantara semua makluk ciptaan Tuhan dialam semesta ini?"
Tentu setiap orang dapat berkilah, "Jangan menilai orang berdasarkan apa yang tampak", karena mungkin saja ada hal hal yang mendorongnya melakukan hal tersebut. Yang pada intinya orang senang mendapatkan sebutan sebagai :"makluk paling mulia",walaupun pada kenyataannya ,yang terjadi justru sebaliknya.
Kakek Usia 88 Tahun ,Tega Bunuh Istri Usia 87 Tahun
Kalau ada pasangan yang masih muda,membunuh pasangannya, karena alasan: "Pasangan telah terbukti selingkuh", maka seakan tindak kejahatannya dinilai "bisa dimaklumi".
Karena, penyebabnya adalah pasangannya, telah menghianati cinta mereka. Tapi dalam usia 87 tahun, apakah masih ada nenek nenek yang selingkuh?"
Apapun alasannya, yang terjadi adalah seorang pria yang berusia 88 tahun dan sudah hidup sebagai suami istri selama lebih dari 50 tahun, ternyata tega menghabisi nyawa istrinya yang berusia 87 tahun.
Namun belum diungkapkan apa sesungguhnya yang menjadi penyebab terjadinya tindak kejahatan ini. Kakek ini didakwa membunuh istrinya yang sudah lanjut usia di sebuah panti jompo di Melbourne.
Ronald George Sparkes ditangkap di Martin Luther Homes di The Basin pada hari Rabu setelah istrinya yang berusia 87 tahun, Margaret Elison Sparkes, ditemukan tewas sekitar pukul 12.40 siang. Spark Spark, mengenakan windcheater dan celana gelap, muncul di Melbourne Magistrates Court pada Kamis sore.
Mengaku Tidak Tahu Mengapa Ia Ditahan
Menjelang akhir persidangan singkat, hakim Angela Bolger bertanya kepada terdakwa apakah dia mengerti apa yang dituduhkan kepadanya? Dan pria ini menjawab, bahwa ia tidak mengerti jaksa penuntut akan memberikan bukti singkat kepada pengacaranya dalam dua bulan Pengacara Mr Sparkes mengatakan kepada pengadilan kliennya belum pernah dalam tahanan sebelumnya dan perlu menemui seorang praktisi medis.
Pasangan lanjut usia telah menikah selama lebih dari 50 tahun dan baru saja pindah ke desa pensiun independen perumahan setelah lebih dari empat dekade tinggal di rumah yang sama di Ferny Creek.
Catatan tambahan:
Mengingat keduanya tinggal di perumahan Senior, maka berarti dari segi ekonomi mereka tidak berkekurangan. Karena untuk tinggal di perumahan pensiunan yang independen (bukan panti jompo) setidaknya mereka memiliki dana yang cukup untuk membeli satu unit rumah di sana, yang paling rendah senilai 300 ribu dolar atau setara 3 miliar rupiah.
Baca Juga: Dalam Hal Tolong Menolong, Kita Kalah Oleh Orang Australia
Perumahan ini dilengkapi dengan fasilitas klinik kesehatan, pertemuan antar warga dan berbagai kegiatan sosial. Dari segi tatanan hidup, dapat dikatakan mereka tinggal menikmati masa tuanya, karena fasilitas lengkap dan setiap 2 minggu sekali mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Jadi alasankarena desakan ekonomi ,jelas bukan alasannya.
Apa sesungguhnya yang menjadi penyebab sehingga pria berusia 88 tahun ini begitu tega menghabisi nyawa wanita yang telah menemaninya sejak masih muda? Masih menunggu hasil keputusan pengadilan.
Kalaulah benar kakek ini terbukti melakukan tindakan keji terhadap istrinya, maka semakin membuat kita malu untuk menyebutkan bahwa manusia adalah makluk paling mulia. Karena kalau seorang suami, yang sudah hidup bersama dengan wanita yang menjadi istrinya selama lebih dari 50 tahun, tidak lagi dapat diyakini sebagai pelindung bagi istrinya, terus siapa lagi?
Melbourne, 3 Mei 2019.
Tjiptadinata Effendi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews