Keputusan Tepat, UAS Mundur sebagai PNS

Keliru kalau semua logika dakwah dimasukkan ke logika politik dan semua logika politik dipaksakan masuk ke logika dakwah, bolak balik dan gado gado.

Kamis, 17 Oktober 2019 | 18:41 WIB
0
431
Keputusan Tepat, UAS Mundur sebagai PNS
Ustad Abdul Somad (Foto: Facebook/Tengku Z. Usman)

Keputusan Ustad Abdul SOmad mundur sebagai PNS dari UIN Riau sudah sangat tepat. Dakwah beliau akan semakin besar dengan pilihannya menggantung baju dinas. Dakwah beliau juga bisa semakin independen dan lebih leluasa dalam menyikapi apapun masalah sosial politik ke depan.

Betapa banyak ulama Islam di dunia yang memilin mundur dari jabatannya di organisasi atau di pemerintahan demi dakwah, justru di kemudian hari dakwahnya semakin membesar.

UAS harus terus diposisikan sebagai ulama yang konsen dalam dakwah. Jangan menggriring beliau ke politik praktis baik sebagai capres atau cawapres. Karena itu jebakan kaum kiri untuk mengalahkan kaum kanan.

Maka saya saat itu setuju UAS menolak dicalonkan sebagai cawapres 2019-2024. UAS paham metode dakawah realitas di lapangan.

Karena tidak semua ustadz itu skill-nya di politik, dan tidak semua ustadz harus urus politik, masing masing ada medannya dan saling memperkuat.

Salah satu kesalahan umat Islam indonesia adalah, semua ustadz disuruh berpolitik saat dia sudah masuk sebagai salah satu anggota partai tertentu. Nafsu jabatan.

Keliru kalau semua logika dakwah dimasukkan ke logika politik dan semua logika politik dipaksakan masuk ke logika dakwah, bolak balik dan gado gado.

Baca Juga: UGM Larang Masjid Kampus Undang UAS, Ini Bukan Kampus yang Saya Kenal

Yang lebih payah lagi, ustadz bukan ulama bukan, tapi maksa jualan dakwah untuk politik, betapa banyak ustadz yang gak mau turun turun dari kursi empuk senayan mengatasnamakan dakwah padahal nafsu jabatan seumur hidup.

Nanti kalau yang muda muda kritik dan protes, lalu main tuduh yang muda nafsu jabatan dan mau kudeta yang tua, padahal bukti nyata bahwa kalangan ustadz tua lah yang nafsu jabatan sampai ajal.

Ngaku ngaku partai kader tapi semua isi kursi di senayan adalah kakek kakek nenek nenek. Nafsu jabatan sampai ke sukamiskin.

Kekeliruan kekeliruan model begini harus dihindari dalam dunia aktivis, agar dalam politk umat semakin punya taring dan punya gigi kedepannya.

Karena faktanya, gabungan perolehan semua partai islam sekarang rata rata di angka 30%. Bahkan pada pemilu 2019 gabungan suara semua partai islam justru masih dibawah 30%.

Jangan lagi jatuh ke lubang yang sama!

***