Tahun 1989 saya diterima di UGM. Saya berangkat dari Lampung, menyeberangi Selat Sunda, menuju Yogyakarta dengan penuh semangat. Saya memasuki dunia baru yang mencerahkan. Kami generasi yang beruntung, menjadi mahasiswa UGM dengan Rektor Koesnadi Hardjasoemantri. Kami memanggilnya 'Pak Koes'.
Pak Koes orang hebat. Pakar Hukum Lingkungan ini suatu hari memanggil semua dekan. Dia memberi satu perintah penting: "Panggil kembali semua mahasiswa yang DO. Kalau diterima di UGM, itu artinya mereka bisa lulus". Keputusan luar biasa.
Kami kuliah di Jaman Orde Baru. Soeharto masih sangat berkuasa. Tapi Pak Koes sosok yang mumpuni. Dia tak melarang mahasiswa berdemonstrasi, walaupun kerap ditekan aparat militer.
Beberapa tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dicap 'kiri' --- Andi Arief dan Nezar Patria --- juga berasal dari kampus ini, meski saat itu Pak Koes sudah tak lagi menjadi rektor. Pak Koes, karena sudah dua periode, digantikan Pak Adnan. Toh saya merasa suasana kampus tetap demokratis.
Saat itu kampus UGM biasa mengundang tokoh 'oposisi'. Para pentolan Petisi 50, seperti Ali Sadikin dan AM Fatwa, bisa bicara di acara mahasiswa. Jamaah Salahudin, bebas mengundang pelbagai tokoh agama untuk mengisi ceramah.
Amien Rais, tokoh yang pertama kali mengajukan pergantian Presiden Soeharto, bebas bicara. Gus Dur, Permadi, Emha Ainun Nadjib, Goenawan Mohamad, Sri Bintang, Buyung Nasution dll juga kerap manggung di Bulak Sumur. Tak ada soal. Dan saya terkagum-kagum dengan dialektika yang mereka sampaikan.
Ya, singkat kata, saat itu UGM menjunjung tinggi gagasan filsuf Voltaire: "Bisa jadi saya berbeda pendapat dengan Tuan. Tapi saya akan membela sampai mati hak Tuan untuk menyampaikan pendapat ..." Itu sebab di kampus boleh dibahas, misalnya, buku-buku komunis yang paling komunis sekalipun.
Hari ini saya terkejut dengan pencekalan Ustadz Abdul Somad oleh UGM. Alasan yang disampaikan tak lazim untuk kampus, yang seharusnya membuka diri atas beragam pemikiran. Dan saya ingin melupakan bahwa pernah sekolah di sana ...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews