Suka tidak suka mau tak mau kondisi pemilu saat ini memang membuat keluarga, saudara, bahkan komunitas tertentu terpolarisasi gara-gara beda pilihan.
Contoh kecil misalnya keluarga saya sendiri yang terpecah dalam dua kubu berbeda. Sebetulnya saya tidak menginginkan grup WhatsApp keluarga membahas pilihan masing-masing, toh pada dasarnya juga sudah punya jagoannya.
Tapi tetap saja, keduanya bersikukuh dan keras kepala tidak mau mengindahkan imbauan apalagi menahan untuk tidak menyebarkan konten-konten yang intoleran.
Dampaknya membuat keluarga yang "netral" justru jengah dengan kondisi demikian. Padahal seharusnya grup keluarga tidak membahas hal-hal yang kontra apalagi anggotanya diisi dari berbagai umur.
Hasilnya, upaya saya untuk "mendamaikan" kedua kubu ini pun gagal.
Sedih memang, apalagi ini keluarga sendiri. Saya menilai bahwa masing-masing belum bisa bersikap dewasa dan tidak bisa mengkondisikan mana postingan yang layak di share di grup keluarga dan mana yang tidak layak.
Yang tua tidak bijaksana dan yang muda merasa sudah saatnya mereka bicara. Karena selama ini yang muda-muda memang ikut-ikutan jengah dengan konten-konten radikal serta memojokkan salah satu paslon.
Sampai-sampai keluar ujaran-ujaran yang cukup menghina salah satu kubu. Sikap seperti ini justru jauh dari sikap ketimuran kita.
Petuah-petuah dan nasihat-nasihat orang tua kini menjadi dipertanyakan dengan sikap mereka di sosial media.
Meskipun saya sudah punya pilihan sendiri, saya menghindar untuk membahas apalagi bertarung dengan keluarga sendiri. Saya ingin menjaga silaturahmi dengan keluarga saya sendiri. Sikap ini semata-mata untuk menghormati dan meletakkan persoalan politik di luar masalah keluarga.
Walhasil kini grup jadi sepi, karena satu persatu pamit mundur dengan kegaduhan-kegaduhan yang tak henti-henti. Sementara saya bertahan karena semata tak ingin memutus komunikasi intens bersama keluarga dalam kondisi di perantauan.
Dari mana saya bisa mendapatkan informasi tentang keluarga kalau bukan di grup WA keluarga sendiri?
Penyebaran Konten Intoleran Meningkat
Saya berharap justru anggota keluarga bisa menempatkan konten-konten yang berpotensi memunculkan kontradiksi sesuai dengan porsi dan tempatnya. Bukan malah secara sporadis disebarkan di grup keluarga.
Tak bisa dimungkiri jika konten-konten tak bersumber jelas meningkat cukup tajam semakin mendekati hari pemilihan.
Jika alasan mereka adalah kebebasan berpendapat, alasan itu bisa diterima. Tapi harus ditempatkan di tempat yang sesuai. Bukan di grup keluarga yang notabene punya tujuan untuk berkomunikasi dan memberikan informasi hanya seputar keluarga.
Dulu, sebelum ajang pemilu makin dekat. Grup kami kerap kali diisi dengan kegiatan-kegiatan yang membuat kami lebih akrab dan dekat. Contohnya seperti tadarus bersama seperti layaknya pegiat lain dengan membagi-bagi tugas untuk menyelesaikan salah satu juz dalam kitab suci.
Tapi, setelah intensi tentang pemilu meningkat, kegiatan-kegiatan seperti ini justru yang hilang karena masing-masing pada akhirnya menyimpan kekesalan atau mungkin dendam.
Suarakan Pemilu Damai Lewat Tulisan
Maka ketika ada ajakan untuk mengikuti acara Deklarasi Pemilu Damai: Lawan Intoleran, Radikalisme dan Terorisme, tak membuat saya berpikir cukup panjang. Karena gerakan ini sebagai salah satu upaya agar saya pun bisa menyatukan kembali keluarga meski beda pilihan.
Acara yang digagas oleh "bidan" Kompasiana dan CEO "PepNews" Pepih Nugraha berlangsung semarak pada Ahad, 17 Februari 2019 lalu.
Saya sepakat bahwa dalam menyuarakan opini atau pendapat kini harus disertai dengan data-data dan fakta-fakta yang ada secara berimbang. Tentu sebagai penulis bisa diracik dengan opini dan gaya bahasa sendiri tanpa menafikan data yang valid.
Gagasan inilah yang bisa kita gunakan untuk melawan konten-konten yang menyerang satu paslon tanpa pijakan dan fondasi yang kuat.
Deklarasi Pemilu Damai A la Pepnews
Usaha yang dilakukan oleh Pepnews dalam menyuarakan kebebasan berpendapat dengan cara yang benar patut kita apresiasi. Karena saat ini masih saja ada yang menggunakan bumbu-bumbu hoaks serta memutarbalikkan fakta dalam berkampanye.
Sebagai salah satu penulis di antara 30 orang penulis yang hadir tentu saya berupaya agar tulisan-tulisan selanjutnya bisa memberikan fakta-fakta yang bersumber dari data primer. Setidaknya meski menyadur atau mengutip dari sumber sekunder, haruslah memiliki kredibilitas dan integritas yang sudah teruji.
Sebagai penutup, pemilu damai bukan hanya tugas pemerintah atau KPU dalam menyelenggarakan pesta demokrasi.
Sebagai rakyat, sebagai penulis dan sebagai bagian dari keluarga, kita semua punya peran untuk menjaga agar pemilu 2019 kondusif dimulai dari keluarga kita sendiri.
Tidak apa-apa berbeda, tetapi kita tetap harus berpegang teguh pada persatuan dan kesamaan visi bahwa kita ingin pemilu 2019 ini menjadi upaya kita bersama untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Sehingga pada akhirnya manfaatnya bisa kita rasakan langsung dan membuat kita lebih sejahtera.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews