Selamat datang manusia otak kanan yang akan menguasai kesultanan era VUCA. Era di mana hasrat Narasi-Emosi-Empati-Simfoni-Dramaturgi-Transendensi menjadi rahasia sukses manusia yang menjadi "algorithm darling".
Beberapa hari yang lalu, bejibun bulli dimuntahkan netizen kepada seorang sultan milenial masa kini. Siapa lagi kalau bukan sultan Raffi Ahmad!
Mayoritas pembulli sang sultan adalah netizen sekolahan. Alias orang-orang yang merasa berpendidikan tinggi. Kuliahan. Banyak gelar akademik. Saya mengistilahkannya sebagai para pemuja otak kiri! Seperti yang masyarakat banyak ketahui, selebriti yang gak sekolahan ini mendapat kemewahan dari istana. Pihak pemerintah dan Kementerian Kesehatan RI.
Doi masuk daftar orang nomer urut 7 untuk mendapat suntik perdana kampanye vaksin Covid 19. Bayangkan, dari 270 juta warganegara republik ini, Raffi Ahmad terpilih secara eksklusif dengan nomer urut 7, setelah giliran bapak Presiden Joko Widodo. Gelo bukan?
Lalu, gak lama berselang setelah disuntik vaksin tersebut ternyata Raffi Ahmad terciduk berkumpul rame-rame dengan banyak selebriti papan atas negeri ini dalam suatu hajatan.
Sontak postingan media sosial yang hari itu memberitakannya mendadak trending. Dalam hitungan detik, sang sultan langsung dikeroyok bertubi-tubi dengan bejibun bullian, umpatan, celaan atau siraman sumpah serapah dari para netizen negeri +62 ini.
Katanya, sungguh gak pantas seorang sosok selebriti seperti Raffi Ahmad mendapat previlese. Tindakannya berkumpul hore-hore dikeramaian para selebriti gak layak untuk mencerminkan dia sebagai seorang figur publik. Gak pantes banget! Gak berotak banget!
Banyak protes yang muncul. Mengapa dia bisa terpilih oleh pihak istana? Apa sih kepintarannya? Emangnya kehebatan otaknya apa? Banyak orang pintar yang jauh lebih layak untuk dipilih! Mengapa kita terjebak memilih Raffi Ahmad hanya karena faktor doi memiliki puluhan juta follower?
Menarik banget mengamati fenomena lutju ini. Fenomena yang niscaya akan mulai dan semakin banyak muncul di masa depan. Inilah masanya atau inilah era peralihan yang mana akan bermunculan banyak ambiguitas, ketidakpastian dan kerampaian informasi.
Inilah era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity) di mana akan banyak shifting realitas ditengah masyarakat yang mengalami banjir bandang informasi. Gerbong orang-orang pemuja otak kiri akan termehek-mehek. Gerbong manusia generasi Nokia pisang akan mengalami stroke atas menyemburnya bejibun realitas sosial nan baru.
Menarik untuk mengintip pemikiran Daniel H. Pink dalam bukunya A WHOLE NEW MIND. Katanya tegas sebagai kode keras, bahwa dimasa depan pengambil alih kuasa realitas dunia ini adalah orang-orang berotak kanan. Generasi manusia berregim otak kanan mulai merangsek hari-hari mendatang!
Secara enteng dan blak-blakan Elon Musk bilang bahwa masa depan gak butuh orang-orang berpendidikan tinggi. Masa depan gak meminta orang yang bertitel, berijazah atau berskolastik paripurna. Tentu ini menjadi statemen yang bakal mengancam langgengnya kenduri bisnis gelar-gelar skolastik (pendidikan), bukan?
Mari kita simak realitas asli pengalaman selebriti tanpa sekolahan ini...
Siang itu saya sedang ngobrol di ruangannya bapak Mayjen. (Purn) T.B Silalahi di Wisma Artha Graha di kawasan Pacific Place, Jakarta. Tiba-tiba seorang gadis model jangkung nan cantik masuk ke ruangan. Dia adalah Duma Silalahi. Rupanya dia datang mau ngasih undangan pernikahannya dengan Judika Sihotang.
Sontak pak T.B Silalahi yang dipanggilnya opung tersebut terheran-heran. Mungkin si opung tahu tragis pacaran gelapnya Duma dengan Judika selama ini. FYI, latar Judika yang gak sekolahan dan belum artis terkenal membikin ortunya Duma gak merestui hubungan cinta mereka.
Di mata ortu Batak sedunia, udah gak rahasia lagi bahwa gelar akademik itu super penting. Jadi semestinya calon mantu kudu bertitel. Kebetulan, ortunya Duma punya calon mantu. Seorang pria Batak yang berlatar dokter yang juga naksir putrinya.
Sehingga hubungan Duma-Judika itu 100% gak direstui ortunya. Akhirnya mereka lama pacaran gelap (backstreet). Judika dianggap berlatar gaje sebelum Indonesian Idol itu. Judika hanya penyanyi serabutan yang gak berpendidikan. Pokoknya, dicap oleh ortunya Duma sebagai madesu.
Tetapi di ruangan siang itu Duma Silalahi akhirnya curhat ke opung T.B Silalahi, bahwa Judika lah cinta sejatinya. Meski Judika bukan pria berpendidikan. Versi true story nya dengerin aja lagu curhatan kegalauan hati Judika...hiks...hiks...hiks!
Surat undangan acara pemberkatan nikah Duma dan Judika di gereja yang sudah ditangan opung T.B Silalahi siang itu menjadi bukti perlawanan Duma Silalahi terhadap algoritma ortu Batak, ternyata berhasil gadis cantik ini ambyarkan.
Baca Juga: Wajib Belajar atau Wajib Sekolah, Mas Menteri?
Pesan moralnya adalah kita semua semestinya sudah harus siap menghadapi bejibun realitas era VUCA ini. Jika gak siap, kita niscaya gak bakal brenti untuk terus-terusan terkejut. Judika, Raffi Ahmad, Atta Halilintar, Deddy Corbuzier, Ariel Noah, Ahmad Dhani, Mulan Jameela, dll adalah segelintir manusia otak kanan yang bakal menguasai berisiknya realitas masa depan VUCA.
Sekarang adalah eranya Hi-Context sekaligus eranya Hi-Touch. Manusia gak bisa lagi kita kastakan berdasarkan titel skolastiknya. Rejeki seseorang gak bisa lagi kita hakimi berdasarkan pendidikan formalnya. Sekarang lah era awal masa keemasan para sultan tak bertitel.
Katakan selamat tinggal untuk sindrom skolastik dari para manusia otak kiri yang udah basi. Kesombongan generasi manusia jadul dengan syahwat Argumentasi-Fungsi-Akurasi-Fragmentasi-Obsesi-Akumulasi itu semua tinggal menjadi bangkai rongsok.
Selamat datang manusia otak kanan yang akan menguasai kesultanan era VUCA. Era di mana hasrat Narasi-Emosi-Empati-Simfoni-Dramaturgi-Transendensi menjadi rahasia sukses manusia yang menjadi "algorithm darling".
Para influencers sedunia:
youtubers, subscribers, instagramers, twitters, facebookers, whatsappers, bahkan tubrukers berpestalah!
Ini panggung kalian untuk menangguk kegembiraan hidup. Sekarang bukan lagi panggungnya para pecundang bertitel di menara gading yang sumuk dan rak-rak perpustakaan kampus yang penuh debu!
.
Sabar Situmorang, C.O.E Rockets Indonesia, Alumnus Desain Interior ITB, Alumnus Krisis Moneter 1998
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews