Sayang memang, kreativitas yang segar, dan bahkan menghibur banyak warga masyarakat di Jakarta ini langsung ditutup.
Kalau saja yang mempopulerkan itu Ariel Noah ataupun bintang ayu Amanda Manoppo barangkali zebra cross yang berminggu-minggu jadi pusat perhatian warga Jakarta di kawasan Dukuh Atas itu masih bertahan.
Tetapi karena yang membuat viral itu anak-anak pinggiran, maka Citayam Fashion Week pun tak perlu waktu lama untuk diaborsi dengan alasan “zebra cross untuk pejalan kaki, bukan untuk catwalk”.
Atau dengan pendekatan kekuasaan, karena menimbulkan kerumunan dan bikin kekacauan lalu lintas, bikin mumet para pengemudi kendaraan bermotor yang berniat “U Turn” dari Sudirman Dukuh Atas ke kolong Jalan Tanjungkarang dan menembus kolong menuju Taman Lawang, atau bikin pusing pengguna gedung di Jalan Tanjungkarang, maka cegat saja pakai barikade satpol PP dan Polisi, lalu kerumunan dihalau seperti menghalau demonstrans.
“Citayam Fashion Week tidak pernah ditutup tidak juga dilarang, kita apresiasi karena inovasi, kreasi anak-anak kita semua,” kata Wagub Riza Patria. Akan tetapi CFW mau dipindahkan.
Wagub menyarankan, di depan Plaza Monas itu silakan saja. Itu juga menarik dan tidak mengganggu lalu lintas, karena yang lewat sedikit,” kata Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak, mendukung usulan Wagub Riza Patria soal “merelokasi” arena kreasi yang dimunculkan dan kemudian viral oleh anak-anak yang memproklamirkan diri sebagai penduduk SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok) dan bukan Sudirman Central Business District....
Suruh Jalan Kaki?
Ini yang mungkin tidak terpikirkan oleh para birokrat dan politisi Jakarta. Mereka hanya pikir – pindahkan saja, agar tidak mengganggu kemacetan, ke Monas saja, atau ada juga yang mengusulkan Sarinah yang baru direnovasi, untuk tempat kreasi. Tetapi mereka tidak pikirkan, bahwa kreasi spontan anak-anak pinggiran, yang akhirnya disambut warga kota, termasuk para artis kalangan atas ini, berawal dari tempat nongkrong mereka yang setiap saat mencapai daerah itu pakai angkutan termurah, Kereta Rel Listrik (KRL) dari pinggiran, dan turun di Stasiun Setiabudi Dukuh Atas.
Lokasi di Jalan Tanjungkarang ini memang asyik, tidak jauh dari stasiun angkutan umum, baik itu KRL di Stasiun Setiabudi Dukuh Atas, maupun MRT moda angkutan menengah yang baru. Tinggal jalan kaki dari stasiun, sudah sampai di taman yang relatif tertata apik. Dengan zebra cross melintas jalan Tanjungkarang, persis di tusuk sate Janji Jiwa Coffee Shop.
Kalau harus “engklek” (jalan kaki) ke Monas? Atau Sarinah? Pakai apa? Naik taksi? Mungkin yang dipikirkan oleh para birokrat itu, para ‘fashionista’ dadakan dari pinggiran itu pada bermobil, atau bermotor ya....
Lokasi di sekitar zebra cross Jalan Tanjungkarang ini memang strategis. Dan pas sekali setting nya untuk “melintas zebra sembari melenggang-lenggok”. Entah ide dari mana. Yang jelas, jika ditanya mobel apa yang ditampilkan seleb Citayam, Jeje Slebews alias aslinya Jasmine Laticia? Ia akan jawab spontan: Harajuku...
Abbey Road & Harajuku
Tetapi jika melihat setingan zebra cross untuk semacam catwalk? Ya tidak ada lain, itu ide dari grup musik legendaris dunia, The Beatles ketika menerbitkan albumnya Abbey Road (1969). Cover album rekaman di studio di Abbey Road London – mengetengahkan John Lennon, Paul McCartney, George Harrison dan Ringo Starr melintas di zebra cross di sudut jalan antara Abbey Road/Grove End Road and Garden Road.
Gara-gara The Beatles, maka yang namanya zebra cross mendadak menjadi semacam tujuan wisata kota London, wajib didatangi para penggemar musik pop. Zebra cross dekat lampu merah di sudut Abbey Road ini pun menjadi semacam “tempat para pejiarahan” penggemar The Beatles dari seluruh penjuru dunia. Apakah memacetkan? Ya, dalam situasi tertentu jalanan tersendat dan bahkan sering macet gara-gara para turis ingin “menyeberang kayak The Beatles”.Biro-biro wisata Inggris pun tak mau terlewat, memasarkan nyeberang zebra cross “Abbey Road” dalam paket tur mereka. Ngga murah loh, ada yang pasang harga tour London termasuk Abbey Road seharga AS $ 86,72 atau senilai 1.289.179,52 Rupiah!
Di samping itu, nama Abbey Road adalah jalan paling terkenal di kota London. Ini terbukti, dalam penjualan plang-plang jalan raya, Abbey Road laku paling mahal.
Bandingannya, Plang Jalan Abbey Road itu harganya £ 37,20 (hampir Rp 675 ribu). Bandingkan dengan harga plang-plang jalan lainnya di London seperti New Cavendish Street yang kurang dari sepersepuluhnya saja, seharga £2,728.
Artinya, bagi kota London, zebra cross di Abbey Road itu menjadi “sesuatu”. Banyak zebra cross lain, tetapi “nggak ada harganya” di mata para turis luar negeri.
Atau seperti Harajuku di Tokyo misalnya. Harajuku tak lebih juga jalan biasa, kini dihiasi lampu-lampu warna-warni di sekujur pohon-pohon pinggir jalan. Juga, kini bermunculan banyak butik, tempat model, dengan berbagai brand lokal Jepang.
Kenapa? Ya karena pernah ada masanya, anak-anak muda ngetrend memakai baju-baju “norak” warnanya. Bisa bertabrakan, tak harus cocok warna antara atasan dan bawahan. Juga warna-warna norak di rambut mereka. Sehingga menjadi trend bagi anak-anak remaja yang tengah mencari identitas, disebutnya gaya Harajuku...
Mematikan kreativitas
Memang, Citayam Fashion Week ini tidak sedahsyat Abbey Road, ataupun Harajuku di Tokyo. Akan tetapi untuk trend mode di Jakarta, Citayam Fashion Week ini justru sesuatu. Kalau pinter mengelolanya, dan para birokrat tak buru-buru “mengaborsi” kreativitas anak-anak pinggiran, bukan tak mungkin Citayam Fashion Week di zebra cross Jalan Tanjungkarang ini “mendunia” dengan kenorakannya. Kampungan, tetapi seru.
Sayang memang, kreativitas yang segar, dan bahkan menghibur banyak warga masyarakat di Jakarta ini langsung ditutup. Dijaga barikade oranye, mobil petugas yang sangat tidak artistik di layar foto (nggak konten banget), serta satpol yang langsung mendatangi para fashionista dadakan yang pada duduk di pinggir taman, di trotoar, dengan bisikan: “tidak boleh bikin konten di zebra cross...”. Mati gaya dah, Jeje, Bonge, Kurma dan kawan-kawan Citayam...
Nah....
JIMMY S HARIANTO (01/08/2022)
Foto-foto Ilustrasi
Abbey Road dan The Beatles serta Mode Harajuku di Tokyo
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews