The Fed Pertahankan Tingkat Bunga dan Dampaknya bagi Indonesia

Jika pada Q3 tahun ini Fed menurunkan tingkat bunga, dan tingkat bunga acuan BI menyesuaikan jadi lebih rendah, dipastikan stimulus pertumbuhan ekonomi bisa lebih besar pada Q4 2019.

Jumat, 5 Juli 2019 | 07:32 WIB
0
321
The Fed Pertahankan Tingkat Bunga dan Dampaknya bagi Indonesia
Jerome Hayden Powell (Foto: IG)

Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada 19 Juni 2019 lalu, memutuskan The Fed mempertahankan tingkat bunga Federal Fund Rate (FFR) pada kisaran 2,25% - 2,50%. Kalaupun ada penurunan bunga FFR, itu nanti (mungkin akhir tahun ini), tidak sekarang.

Dalam voting, 9 dari 10 anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat memilih mempertahankan tingkat bunga FFR, sedangkan satu anggota justru memilih menaikkan. Keputusan ini berlawanan dengan keinginan Presiden Trump dan juga ekspektasi pasar, untuk menurunkan tingkat bunga FFR. 

Senin, 5 Februari 2018 Presiden Trump mengusulkan Jerome Hayden Powell, yang memiliki pengalaman lengkap untuk menggantikan Janet Yellen. Powell pernah menjadi pengacara, birokrat, bankir, eksekutif perusahaan, dan terakhir sebagai Anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat.

Ia dikenal memiliki pandangan dan kebijakan yang dovish, namun prudent. Waktu itu dia ‘ditugasi’ oleh Trump untuk menaikkan tingkat bunga FFR. Itu dilakukan Powell, selama 2018 Fed tiga kali menaikkan bunga, terakhir pada 19 Desember 2018 FFR dinaikkan 50 basis poin ke kisaran 2,25% - 2,50%. 

Awal April 2019 lalu Trump ‘meminta’ Powell untuk menurunkan FFR untuk menambah stimulus ekonomi. Permintaan itu didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Amerika pada Q1 2019 yang 3,1%, sediki di bawah perkiraan 3,2%. Seperti dikutip The New York Times, Trump mengatakan, “I think they really slowed us down. There’s no inflation. I would say in terms of quantitative tightening, it should actually now be quantitative easing. Very little if any inflation. And I think they should drop rates, and they should get rid of quantitative tightening.

Sebenarnya, pertumbuhan ekonomi 3,1% pada Q1 2019 cukup tinggi, paling tidak dibandingkan Q1 2018 yang hanya 2,2%. Lagi pula, target pertumbuhan ekonomi 4% pada 2019 masih bisa dicapai, karena pertumbuhan ekonomi tertinggi biasanya dicapai pada Q2 dan Q3. Hanya saja, Trump menilai, saat ini adalah momen yang tepat untuk menggenjot pertumbuhan jika tingkat bunga FFR turun.

Dia gondok, karena pemerintah sudah berkorban memangkas pajak, yang ekuivalen dengan tambahan stimulus sebesar US$1,5 triliun per tahun. Namun Fed tidak bisa diajak kompak. Kabar baik lainnya, Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan, pada bulan Maret 2019 ada penambahan lapangan kerja untuk 196 ribu orang, dan tingkat pengangguran hanya 3,8% dari populasi. 

Presiden Trump sudah berusaha keras mempengaruhi The Fed, karena pada tahun lalu ia berjanji, pertumbuhan ekonomi tahun 2019 ini mencapai 4%. Saking kecewanya, Trump menyebut kebijakan Fed, sebagai hantaman terhadap kebijakan ekonominya.

Tak pelak, banyak yang menganggap, keputusan rapat FOMC 19 Juni lalu sebagai puncak konflik antara Trump dengan Powell. Sampai-sampai, Powell ngambek dengan mengatakan, apa yang dilakukannya bersama anggota Dewan Gubernur Fed tidak menyalahi peraturan. “I think the law is clear that I have a four year term, and I fully intend to serve it.” 

Menurut para pengamat, alasan Fed tidak menurunkan bunga FFR, sebagai antisipasi atas tercapainya penyelesaian perang dagang dengan China pada pertemuan G-20 di Jepan. Selain itu, Fed baru menaikkan bunga pada Desember tahun 2018 lalu, dan ingin menunjukkan independensinya terhadap pemerintah. 

Lalu bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?

Bertahannya tingkat bunga Fed pada kisaran 2,25% - 2,50%, maka peluang Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga acuan yang kini 6%, menjadi tertunda. Dengan tingkat bunga acuan yang relatif tinggi sejak awal 2019 ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% pada Q1 2019.

Jika pada Q3 tahun ini Fed menurunkan tingkat bunga, dan tingkat bunga acuan BI menyesuaikan jadi lebih rendah, dipastikan stimulus pertumbuhan ekonomi bisa lebih besar pada Q4 2019.

Selain itu, masih ada stimulus lain yaitu gaji ke-13 untuk PNS yang cair pada awal Juli 2019, dan realisasi kesepakatan MLA dengan pemerintah Swiss. Sehingga target pertumbuhan ekonomi 2019 pada kisaran 5,1% - 5,4% tetap realistis.

***