Ekstansi

Sumatera Utara atau Medan khususnya harus banyak belajar, bagaimana masyarakat Jawa Barat atau Bandung membangun kepekaan ekstansinya.

Jumat, 12 Februari 2021 | 08:19 WIB
0
192
Ekstansi
Branding Danau Toba (Foto: dok. pribad)

Asik banget mengulik ide-ide produk kreatif yang bersumber dari realitas yang ada di masyarakat Sumatera Utara (Sumut). Apalagi ekonominya bongsor. Perputarannya dinamis banget. Untuk level domestik, kapitalisasi geliat ekonomi Sumut yang berpusat di Medan ini berada diklasemen ketiga. Setelah Jakarta dan Surabaya.

Sayangnya, sejak baheula karakter ekonomi Sumut ini gak pernah naik kelas. Masih teteup berkutat di ekonomi primer. Artinya, geliatnya masih pada ekonomi produktivitas yang mengolah sumber daya alam. Karet, sawit dan agro sayur-mayur. Itu melulu.

Pertanyaannya, mengapa ekonomi Sumut gak pernah bisa naik kelas? Puluhan tahun terjebak hanya di ekonomi produktif. Lantas, kenapa ekonomi kreatifnya gak ikutan bertumbuh? Apalagi, pemerintah sedang menggenjot kawasan ini sebagai salah satu motor ekonomi pariwisata.

Saya melihat ada persoalan impotensi yang diidap masyarakat kawasan ini. Ada potensi yang disebut ekstansi.

Potensi ini selama ini gak ngaceng. Ekstansi merupakan dasar dalam diri manusia untuk merasakan Dan menikmati sesuatu yang indah. Ini berkaitan dengan perihal kepekaan estetis (aesthetic) dalam hidup keseharian.

Coba lacak, adakah pendidikan akademik Seni Rupa dan Desain, level menengah dan tinggi di Sumatera Utara selama ini? Jawabannya nol besar! Kagak ada sama sekali universitas seni Dan sekolah menengah seni di sini. Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Denpasar kumplit banget. Bahkan di Padang udah punya sejak baheula.

Ekstansi ini masih potensi. Masih perlu diaktivasi melalui pendidikan SDM nya. Para pelaku ekonomi kreatif hanya bisa lahir dari proses pendidikan. Lewat pendidikan Seni Rupa Dan Desain disemua level (SMTA & universitas) akan lahir para pelakunya.

Merekalah yang akan mengolah segala potensi yang ada melalui daya kreatifnya untuk menciptakan produk-produk industri kreatif Sumut. Tren pariwisata global hari ini, memerlukan manusia kreatif terdidik untuk terlibat didalamnya.

Dunia pariwisata saat ini gak lagi hanya berkutat pada kemolekan alam ciptaan Tuhan. Tetapi akan semakin tinggi dinamikanya disemarakkan oleh ciptaan manusia (man-made).

Baca Juga: Pilkada Sumatera Utara: Gubernurnya “Sudah Terpilih”

Tren dimasa depan, konsumen global gak lagi sekedar membeli produk (goods) dan dan pelayanan (services) doang. Tetapi preferensinya berubah. Konsumen udah beralih. Mereka lebih tertarik mencari cerita (story) dan sesuatu yang spekta (magic).

Jangan heran, jika masyarakat Sumatera Utara selama ini bejibun yang pergi terbang ke Bandung mencari segala yang indah-indah. Karena segala keinginan akan produk ekonomi kreatif (fesyen, kuliner, obyek wisata, dll) yang gokil bejibun di Bandung. Air Asia, Lion Air dan Citilink menangguk untung dari kehausan masyarakat Sumut yang berbondong-bondong terbang demi berburu keindahan ke Parijs van Java ini.

Ngomongin ekstansi, tentu Bandung adalah dalangnya. Karena Bandung adalah ibukota Republik Keindahan.

Sumatera Utara atau Medan khususnya harus banyak belajar, bagaimana masyarakat Jawa Barat atau Bandung membangun kepekaan ekstansinya.

***