RS, Perempuan Berkalung Slogan

Kamis, 4 Oktober 2018 | 23:56 WIB
0
738

 

Apa yang linier (sekaligus paling menyebalkan) dalam sejarah Indonesia modern. Hal itu apa yang disebut: slogan! Slogan yang diartikan sebagai motto atau frasa yang dipakai pada konteks politik sebagai ekspresi sebuah ide atau tujuan yang mudah diingat.

Sejak zaman Soekarno yan diejek Orde Baru sebagai Orde Lama itu, lalu Soeharto yang dengan pongah menyebut dirinya Orde Baru. Betul memang segalanya tampak baru; minimal tampak baru bangun dari tidur panjang. Dengan titik balik, bercokolnya Freeport yang bercokol di bumi Irian Jaya, sebagai kolonialisme gaya baru yang dibungkus sebagai liberalisme. Yang kemudian diplintir lebih sadis sebagai neo-liberalisme, saat Irian Jaya bersalin nama kembali menjadi Papua.

Saya sampai sekarang selalu bingung, kenapa baik ketika AS melalui Freeport berhasil mencaplok tambang emas di Papua tidak pernah dijadikan sebagai bahan kajian terpenting yang memungkinkan Suharto bertahan selama 32 tahun.

Dan sebaliknya tidak menganggap serius, ketika Jokowi berhasil mengembalikan saham terbesar Freepört ke pemerintah Indonesia. Padahal dari faktor inilah, sangat dimungkinkan Jokowi tak terpilih lagi dalam Pilpres besok, karena ketidaksukaan kekuatan asing terhadap Jokowi.

Jangan salah dari sekian hal yang paling tidak suka terhadap kepemimpinan Jokowi itu justru aliansi China dan AS, yang tampak di permukaan sedang perang dagang, padahal di dalam negeri Jokowi malah dianggap sebagai kaki tangan keduanya. Jokowi itu bukan saja selalu bernasib buruk jadi bahan fitnah, tetapi selalu terbalik-balik dipahami para musuh domestiknya.

Slogan seperti tulah yang selalu menipu bangsa ini sejak lama. Saya tidak tahu bagaimana mungkin, rakyat Indonesia dari waktu ke waktu suka sekali ditipu dan dininabobokkan. Dulu zaman Sukarno ada istilah Ever Onward, maknanya maju terus. Padahal rakyatnya makin menderita dan kelaparan.

Di zaman Suharto, ada istilah Bspak Pembangunan, padahal rakyatnya tetap miskin; sudah miskin harus kehilangan etika gotong royong yang tergadai monetisasi.

Paling parah tentu zaman SBY, yang tidak jelas masuk orde apa itu? Ia punya slogan "Katakan Tidak Pada Korupsi". Kata "pada" kekurangan kata "hal", sehingga semua orang dimungkinkan mempunyai kesempatan yang sama pada korupsi.

Dalam lingkaran seperti itulah Ratna Sarumpaet terletak. Ia mengambil posisi sebagai perempuan terdepan dalam slogan gerakan #2019GantiPresiden. Ia ada di mana-mana, tak peduli harus berganti busana yang sama sekali tidak cocok dengan latar belakangnya sebagai seorang seniman. Ia terus menerus berteriak, dengan gaya yang sama. Hanya untuk menunjukkan bahwa tak ada satu sisi pun yang baik tentang Jokowi.

Ia rela menutup mata batinnya, bahwa Jokowi minimal tidak tertarik korupsi, ia berusaha keras mengembalilkan kehormatan bangsanya, ia berupaya meratakan keadilan sosial bagi saudara-saudara sebangsanya yang nyaris tak tersentuh pembangunan. RS ini seluruh gerak-gerik tubuhnya, buka tutup mulutnya, sorot terpejam matanya hanya untuk satu kata Jokowi tak boleh memimpin lagi Indonesia.

Ia menggunakan slogan-slogan itu untuk ke sana ke mari, berpindah tempat hanya untuk menjadikan Jokowi kambing hitam. Ia tanpa malu berdemo di depan outlet Martabak. Seolah makanan itu ancaman nasional. Ia datang ke Danau Toba mengejek teknologi yang dianggapnya tidak mampu mengangkat bangkai kapal yang tenggelam.

Itu semua yang di permukaan. Ia diam-diam juga menjadi pendamping perjuangan sekelompok orang yang mendaku sebagai pewaris harta karun yang tersembunyi. Mereka ini yang mengaku para keturunan raja-raja Nusantara, yang di masa lalu pernah urunan emas untuk kejayaan Indonesia di masa depan. Mitos palsu yang saya heran tidak pernah terbukti ada di dunia nyata.

RS mengaku bahwa potensi dana yang tersimpan itu bernilai Rp23,9 Trilyun. Tampak besar, tapi sebenarnya kecil sekali, mungkin ia tidak tahu hutang Indonesia mencapai Rp 4.253,02 triliun pada Juli 2018. Walau jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia per akhir Juli 2018 yang sebesar Rp14.302,21 triliun, rasio utang pemerintah pusat tersebut mencapai 29,74% terhadap PDB.

Dan RS ini kemana-mana bicara tentang satu hal, dan menutupi tentang hal lain, termasuk ketika menuduh Jokowi sebagai "tukang menumpuk hutang". Begitulah terus ia berbicara, hingga bikin heboh mengaku mukanya bengep korban penganiayaan itu.

Jadi apa hal yang baru dari kebohongannya itu? Tak ada kan?Ia adalah perempuan yang berkalung slogan, ia membawa kemana-kemana kebohongan itu dari hari ke hari. Dan itu tak ada hubungannya dengan kegagalan (entah untuk keberapa kalinya), saat ia harus operasi plastik di wajahnya itu.

Operasi plastik yang terakhir konon hasil penyelewengan dana sosial untuk para korban tenggelamnya kapal di Danau Toba beberapa waktu yang lalu.

Bagi saya rusak wajahnya itu adalah hadiah dari alam semesta, ketika ia gagal mensyukuri nikmat rupa paras aslinya yang ia anggap selalu kurang sempurna itu. Ia sebagaimana Tuan Capres yang didukungnya itu, pun kolega yang sempat bersorak riang mendukungnya.

Ia adalah bagian dari pesta pora merayakan kehobongan permanen yang nyaris tak akan tersembuhkan itu...

***