Perdebatan tentang status bencana nasional dan daerah adalah ruang pendidikan politik terbaik untuk mengedukasi publik tentang kebencanaan.
Sayangnya, sebagian kecil menjadikannya arena untuk mencaci dan menghujat. Niatnya semata-mata didasari rasa BENCI. Benci yang berlebih.
Kita ini memang hidup di tanah rawan bencana. Nyaris di sekujur tanah republik ini tersimpan potensi bencana. Nyaris setiap tahun, terjadi bencana relatif besar, mulai dari gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya.
Pada setiap kejadian itu, tidak ditetapkan status BENCANA NASIONAL. Meski demikian, sumber daya berskala nasional disiagakan dan seluruh instrumen negara berada dalam status siaga untuk digerakkan. Dan kita mampu menyelesaikannya. Sebaik-baiknya. Semaksimal yang kita punya.
Saya pernah bolak-balik di lapangan saat gempa Pidie Jaya 2016 terjadi, dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana sumber daya nasional yang kita punya dikerahkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi di lapangan.
Ada dua tahap penting yang dikerjakan dalam penanganan bencana. Tahap pertama adalah tanggap darurat. Pada fase ini, aktivitas utamanya adalah PENCARIAN dan EVAKUASI korban. Termasuk di dalamnya pendataan korban dan kerusakan.
Tahap kedua adalah pemulihan. Pada fase ini, biasanya sumber daya dikerahkan untuk memulihkan fisik dan psikis para korban, memulihkan dan merekonstruksi bangunan dan sarana-sarana seperti jalan, jembatan, bangunan, dan sebagainya.
Penyelesaian dan penanganan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, pada umumnya memakan waktu lebih lama di lapangan. Bahkan sampai 12 bulan setelahnya, proses itu masih berlangsung.
Biasanya, yang lama adalah koordinasi antarlembaga, di mana setiap kementerian atau lembaga bertindak atas dasar aturan yang menaunginya. Sementara, fakta di lapangan seringkali memerlukan penanganan yang melampaui batas-batas aturan atau kewenangan itu.
Maka, dalam kasus gempa Lombok, payung hukum Instruksi Presiden (INPRES) akan menjadi rujukan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, karena setiap lembaga menggunakan acuan aturan yang sama, dan tidak lagi khawatir bahwa pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi melampaui aturan-aturan pada setiap kementerian atau lembaga.
Cuma ya itu tadi. Ada sebagian kecil, mungkin segelintir saja, pihak yang punya stok BENCI BERLEBIH, lalu menjadikan urusan ini berbuih-buih. Menuding ini itu, tanpa mau mencari tahu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews