Absurdnya Sistem Ketatanegaraan dan Pemerintah Saat Ini

Minggu, 15 Juli 2018 | 06:13 WIB
0
611
Absurdnya Sistem Ketatanegaraan dan Pemerintah Saat Ini

Tambang emas Papua tentu punya orang Papua, daerah yang menjadi bagian NKRI. Lalu Freeport melakukan kontrak tambang emas beberapa puluh tahun. Setelah kontrak tambang selesai, tentu Freeport harus minggat dari Papua. Potensi emas Papua luar biasa.

Absurdnya, ketika pemerintahan Jokowi ingin ambil alih, 2 tahun menjelang kontrak habis harus bayar Rp55 trilyun ke Freeport. Jika memang tinggal 2 tahun, ya tahan saja dulu sampai kontrak habis otomatis. Gak perlu bayar divestasi dan lain-lain.

Ternyata rencana divestasinya baru tahapan MoU, tapi sudah di goreng oleh buzzer pemerintah seolah-olah sudah selesai. Sekalipun terjadi divestasi, tetap gak masuk akal, kalopun baru MoU, jelas gorengan issue dinaikkan untuk elektabilitas menjelang 2019. Dasar media sesat.

Lalu...

Anies Baswedan saat pilkada 2017 janji tidak akan mengizinkan pembangunan 6 ruas toll baru di Jakarta, dan ketika janji dilaksanakan, oleh pemerintah pusat rencana proyek toll tersebut ditarik ke pusat.

Absurdnya, otonomi daerah jadi gak jelas karena ketika pemerintah pusat terlalu jauh intervensi.

Jika otonomi daerah dikangkangi, mendingan hilangkan saja otonomi daerah dan kembali ke sebelum reformasi. Jadi jangan heran, banyak yang menginginkan kembali ke prareformasi, karena absurdnya sistem ketataneggaraan saat ini.

Lalu....

Toll dibangun sejatinya bisnis murni. Jika toll adalah produk bisnis, tentu melihatnya dari sisi bisnis.

Absudrnya, toll dibangun dari utang, dan utang yang nyicil rakyat, bukan pemerintah apalagi partai. Namun ketika rakyat ingin menggunakan toll tersebut, rakyat harus bayar.

Boleh saja toll berbayar, sejauh rakyat tidak dibebankan nyicil utang dan menggunakan pola bisnis (investasi). Sementara saat ini, nyicil juga, bayar juga. Sudah jatuh ketiban tangga. Ini bisa dikatakan, negara ambil untung ke rakyat. Ini negara atau VOC?

Dan masih sangat banyak ke-absurdan saat ini.

***