Ada benang merah antara PAN dengan akrobatik politiknya dengan pernyataan Dahnil tetang teror Mako Brimob yang begitu tidak simpati atas kondisi negara.
Saya coba baca kembali biografi Mbah Dahlan, Kyai kharismatik pendiri Muhammadiyah, ormas yang punya andil atas kemerdekaan RI. Kenapa saya harus membaca ulang, karena saya terusik atas statement Dahnil Simanjuntak, sang ketua Pemuda Muhammadiyah yang begitu tendensius saat tragedi Mako Brimob. Ucapannya tidak menunjukkan seorang Muhammadiyah sejati sebagai putra penjaga negeri, malah kesannya ngompori dan antipati kepada polisi.
Tidak ada ucapan simpati atau rasa empati, dia malah nyentil Ahok seolah diperlakukan istimewa sampai dia bilang Ahok sebaiknya disewakan apartemen dekat istana, kalimat bersayap dan murah ini keluar dari pemuda cerdas Islam modern, Islam toleran, Islam yang berperadaban sesuai apa yang di tanamkan Soko Guru Mbah KH Achmad Dahlan atau KH. Muhammad Darwisy nama kecilnya.
Saya sampai berulang membaca copy-an Twitternya, dalam hati semoga itu salah. Tapi, setelah beberapa postingan beredar saya yakin itu ada. Saya terjaga… oh Amin Rais saja begitu, mungkin ini yang ditiru, ingat juga reaksi Busyro Muqodas saat HTI dibubarkan, dia bereaksi keras akan memimpin judicial review ke MA. Saya waktu itu langsung menulis, bahwa seorang mantan ketua KPK yang korupsi saja harus diberantas kok malah membela HTI yang mau memberangus Pancasila. Semoga dia cuma lupa, bukan termasuk anti Pancasila.
Terbayang wajah adem Buya Syafii, kenapa orang tua ini seolah jalan sendiri menunjukkan Muhammadiyah sejati. Kenapa dia tidak ditauladani anak-anak muda untuk membentuk jati diri, kok malah yang salah arah yang ikuti.
Mbah Dahlan Pahlawan Nasional yang disegani Belanda, almarhum sangat toleran walau awalnya di bully orang-orang awam karena dicurigai antek Belanda. Beliaulah Kyai pertama yang mengajar masuk gereja dengan baju koko dan jarik, beliaulah Kyai yang pertama berdialog dan berkawan dengan Patur Van Lith, seorang Khatolik, dialog intens selama 4 tahun. Entah apa isi dialognya tapi yang pasti Mbah Dahlan tidak alergi dengan agama lain. Beliau berdialog bukan mengolok-olok.
Penggagas pendidikan dan rumah sakit Islam itu belajar dari orang-orang Belanda yang ada di lingkungannya. Beliau membaca bahwa tidak ada ilmu yang haram bila diambil kebaikannya.
Bukan teriak buka 212 mart agar orang Islam belanja di sana padahal 90% isi dagangannya produksi si kafir yang dimaki-makinya. Taktik dululah baru strategi, tapi ya tidak akan bisa kalau teriak tidak ada ilmunya, Mbah Dahlan itu brilian, lha kok cucu-cucunya malah ngambil jalan yang salah.
Tadi malam saya ikut nimbrung ngobrol dengan orang muda Nahdlatul Ulama yang juga temanan dengan Muhammadiyah. Singkatnya bahwa Muhammadiyah telah terkontaminasi pikiran keras yang jauh menyimpang dari azas ke Muhammadiyahannya. Lari dari khitohnya dan ngelantur cenderung ngawur.
Saya ingat Pertemuan akbar Nahdlatul Ulama tahunnya sekitar 1995-an di Keraksan Probolinggo, judulnya Kembali ke Khitoh 1928 kalau tidak salah. Artinya Nahdlatul Ulama menyadari dan cepat bereaksi atas kecenderungan jalur yang mulai lari di internalnya. Walau jujur PKB yang dibesut Gus Dur sebagai rumah politik bagi nahdliyyin yang mau berpolitik tidak semoncer yang diharapkan, malah sekarang sang ketum jualan abab mau maksa jadi cawapres, padahal ya ilmunya masih ngepres.
Hal yang sama PAN yang dibesut Amin Rais, malah lebih celaka, sekarang malah selalu berang kepada pemerintah, bukan kawan dengan Nahdlatul Ulama sang saudara kembar, eh malah akrab dengan kaum penolak Pancasila.
Saya mengamati ada benang merah antara PAN dengan akrobatik politiknya dengan statement Dahnil yang begitu tidak simpati atas kondisi negara. Ini yang harus kita tanya Muhammadiyah mau ke mana, sayang ormas besar ini kalau kesasar. Muhammadiyah adalah aset Indonesia masak kelasnya mau ikut sama dengan Gerindra. Lebih gila lagi kalau PKS juga jadi cs-nya. Apa Muhammadiyah juga sudah lupa Pancasila, terus Mbah Dahlan diletakkan di mana?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews